Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kontroversi Snowdrop dan Sejarah Demokrasi di Korea Selatan

Baca di App
Lihat Foto
IST
Serial drama Korea Snowdrop yang dibintangi oleh Jisoo BLACKPINK dan Jung Hae In akan hadir di layanan streaming Disney+ Hotstar demi merespons banyaknya permintaan terhadap tayangan-tayangan dari Negeri Ginseng.
|
Editor: Rendika Ferri Kurniawan

KOMPAS.com - Drama Korea (drakor) Snowdrop tengah menghadapi kontroversi karena dituding mendistorsi sejarah gerakan prodemokrasi.

Serial drakor besutan JTBC ini telah tayang sejak Sabtu (18/12/2021) di streaming Disney+ Hotstar untuk wilayah tertentu.

Meski baru menayangkan 2 episode, tetapi drakor ini memicu reaksi kritis dari masyarakat Korea Selatan.

Di papan buletin Blue House ada sebuah petisi untuk menghentikan siaran Snowdrop mendapatkan lebih dari 300.000 tanda tangan pada Senin (21/12/2021) tengah malam waktu setempat.

Snowdrop dituding memutarbalikkan fakta sejarah tentang gerakan pro-demokrasi Korea Selatan.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baca juga: Snowdrop Didera Petisi, JTBC Beri Klarifikasi

Akar kontroversi

Drakor yang disutradarai oleh Jo Hyun Tak ini dibintangi oleh anggota girl band Blackpink Jisoo dan aktor Jung Hae In sebagai pemeran utama.

Melansir Independent, Senin (20/12/2021), Snowdrop berlatar di Korea Selatan pada 1987, saat masa pemilihan presiden di Korea Selatan.

Inti ceritanya berpusat pada kisah cinta terlarang seorang mahasiswi muda (Jisoo) dan mata-mata Korea Utara yang dia anggap sebagai aktivis pro-demokrasi (Hae-in).

Penayangan dua episode pertamanya memicu reaksi luas secara online. Pembuat petisi di papan buletin Blue House menyoroti dua adegan dari Snowdrop.

Adegan pertama adalah bagian dari episode percontohan acara, ketika karakter mahasiswi itu salah mengira mata-mata Korea Utara sebagai aktivis pro-demokrasi dan menyelamatkan hidupnya.

“Selama gerakan pro-demokrasi, jelas ada korban, seperti aktivis, yang disiksa dan dibunuh karena menjadi mata-mata,” tulis pembuat petisi itu.

Dia juga merasa tersinggung dengan penggunaan lagu populer "Sola Blue Sola" yang melambangkan gerakan mahasiswa, yang menurutnya merupakan bagian dari gerakan demokratisasi negara.

Lagu ini diputar sebagai latar belakang selama adegan pengejaran antara mata-mata Korea Utara dan anggota Badan Perencanaan Keamanan Nasional (NSP) di Korea.

Baca juga: Selain Bulgasal, Ini 5 Drakor yang Mengangkat Karakter Makhluk Abadi

Sejarah demokrasi di Korea Selatan

Seperti disebutkan sebelumnya, 1987 adalah masa pemilihan presiden di Korea Selatan, berkaitan dengan masa peralihan Presiden Park Chung Hee ke Chun Doo Hwan.

Melansir History, 21 Agustus 2018, Korea Selatan menganut sistem republik, tetapi di masa itu warga negaranya memiliki kebebasan politik yang terbatas.

Pada 1960-an dan 70-an, di bawah rezim Park Chung Hee, Korea Selatan menikmati periode perkembangan industri dan pertumbuhan ekonomi yang pesat.

Namun, Park dibunuh pada 1979 dan jenderal lainnya Chun Doo Hwan mengambil alih kekuasaan. Peralihan ini menempatkan Korea Selatan berada di bawah kekuasaan militer yang ketat.

Chun mengkonsolidasikan kekuatannya dengan membentuk klub militer rahasia bernama Hanahoe, bersama teman-teman dari Akademi Militer Korea dan kenalan lainnya.

Di tahun itu, dia melakukan kudeta militer.

Baca juga: 8 Drakor Terpopuler Sepanjang 2021

Pemilihan presiden langsung oleh rakyat

Sebelum menjabat sebagai presiden Korea Selatan dari 1980 hingga 1988, Chun adalah pemimpin de facto negara itu pada 1979, dengan Choi Kyu Ha sebagai presiden boneka.

Pemberontakan bersenjata oleh mahasiswa dan lapisan masyarakat lainnya menuntut pemulihan dan pemerintahan yang demokratis.

Darurat militer diterapkan. Akibatnya, banyak kematian warga sipil di tangan tentara.

Hingga akhirnya darurat militer dicabut pada 1981, dan Chun Doo Hwan secara tidak langsung terpilih sebagai presiden di bawah konstitusi baru.

Kendati demikian, pada 1987, ketidakpuasan rakyat terhadap pemerintahan Chun Doo Hwan memuncak.

Gerakan masyarakat sipil paling membara terjadi wilayah Gwangju. Warga melakukan mobilisasi untuk melancarkan protes dan demonstrasi yang berubah menjadi Pemberontakan Demokrat Gwangju.

Akibat ketidakpuasan rakyat dan didorong tekanan internasional ke Chun dan jabatannya sebelum konstitusi direvisi, akhirnya Korea Selatan melakukan pemilihan presiden langsung pertama kalinya.

Terpilihlah Roh Tae Woo, seorang mantan jenderal angkatan darat yang memenangkan pemilihan presiden pertama langsung di negara itu pada 1987.

Baca juga: Selain One Ordinary Day, Ini Drakor yang Bisa Disaksikan Desember 2021

Klarifikasi JTBC

Akibat kontroversi ini, beberapa sponsor telah meminta untuk menghentikan produksi film dan membatalkan kesepakatan mereka dengan perusahaan produksi.

Termasuk sponsor utama P&J Group dan perusahaan kue beras Ssarijai.

Pada konferensi pers Kamis (16/12/2021), sutradara Jo Hyun Tak mengatakan bahwa drakor ini akan menghindari konflik politik atau ideologi dan lebih mengarah pada kisah individu.

Dia menyadari bahwa kritik terhadap karyanya tidak mungkin berhenti dalam waktu dekat.

Sebelum tayang, drakor ini pertama kali menghadapi kritik pada Maret 2021, setelah sebagian dari sinopsis dan deskripsi karakternya dirilis secara online.

Dilansir dari Soompi, Senin (2/12/2021), menanggapi reaksi besar ini, JTBC merilis pernyataan tentang drama Snowdrop.

Pihaknya mengatakan bahwa Snowdrop adalah sebuah karya kreatif yang menampilkan kisah-kisah pribadi individu-individu yang dimanfaatkan dan dikorbankan oleh penguasa.

Latar belakang dan motif peristiwa ini adalah masa rezim militer.

Dengan latar belakang ini, berisi cerita fiktif dari pihak yang berkuasa yang berkolusi dengan pemerintah Korea Utara untuk mempertahankan otoritas.

"Tidak ada mata-mata yang memimpin gerakan demokratisasi di Snowdrop," kata JTBC dalam pernyataannya.

Pemeran utama pria dan wanita juga sama sekali tidak ditampilkan berpartisipasi atau memimpin gerakan demokratisasi.

Menurut mereka, kontroversi ini terjadi karena kesalahpahaman dan kekhawatiran distorsi sejarah.

Pihaknya mengatakan bahwa tim produksi tidak ada niat sama sekali untuk melakukan itu. Sebaliknya, mereka ingin menonjolkan kebebasan dan kebahagiaan individu di tengah ketidakadilan.

"Nilai-nilai utama yang menjadi tujuan JTBC adalah kebebasan pembuatan konten dan kemandirian produksi. Berdasarkan hal ini, JTBC akan terus memberikan kontribusi penuh untuk menampilkan siaran yang bagus," jelas dia.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi