Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Akademisi dan konsultan komunikasi
Bergabung sejak: 6 Mei 2020

Doktor komunikasi politik & Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama.

Jangan Lupakan Ibumu... Ibumu... Ibumu

Baca di App
Lihat Foto
Shutterstocks
Ilustrasi hari ibu.
Editor: Egidius Patnistik

Bidadari dunia yang selalu mendekapku sejak kecil. Terima kasih Ibu.

KISAH Rumini (28) yang ditemukan tewas berpelukan dengan ibunya yang bernama Salamah (70) pascaerupsi Gunung Semeru menyapu kediaman mereka di Desa Curah Kobokan, Kecamatan Candipuro, Lumajang, Jawa Timur pada 4 Desember 2021 masih menyiratkan duka yang mendalam.

Kisah tragis tetapi sarat dengan sisi kemanusian, begitu gamblang terlihat betapa kasih sayang antara anak dan ibu, tidak akan lekang oleh maut sekalipun. Ibu dan anak perempuannya, yang juga ibu dari anaknya, menjadi bukti penaut cinta kasih tak bertepi.

Bayangkan, betapa besar peluang Rumini untuk selamat dengan tenaganya yang masih kuat di usianya yang masih muda. Dia bisa berlari, menyelamatkan diri agar terhindar dari bahaya erupsi.

Baca juga: Ucapan Selamat Hari Ibu 22 Desember, Gambar, dan Twibbon Hari Ibu 2021

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rumini memilih “tabah hingga akhir” sebagia bukti baktinya kepada ibu yang melahirkannya. Dia tidak memilih menyelamatkan diri tetapi pasrah menghadapi erupsi. Tetap bersama ibunya yang memang tidak sanggup berjalan karena faktor usia.

Padahal, Salamah berulang kali telah meminta Rumini untuk meninggalkan dirinya, lari menyelamatkan diri bersama suami dan anak tunggalnya. Suami dan anaknya berhasil selamat walau menderita luka bakar.

Selang dua hari setelah erupsi, jenasah Rumini dan Salamah ditemukan warga dalam posisi saling berpelukkan di bawah reruntuhan puing-puing rumahnya (Kompas.com, 6 Desember 2021).

Perjuangan berat seorang ibu membesarkan anak-anaknya menjadi keseharian di banyak tempat. Tak terkecuali di Desa Sau Sina, Kecamatan Kewapanten Sikka, Nusa Tenggara Timur. Elizabeth Gentia (58) harus giat menenun sarung agar hasil penjualannya bisa untuk menghidupi ketiga anaknya yang bergizi buruk.

Suami Elizabeth, Yakobus Anselmus (70) sudah tidak kuat lagi mengolah kebun sehingga jerih payah Elizabeth menjadi tumpuan utama keluarga miskin tersebut untuk bertahan hidup.

Hidup dengan menggantungkan hasil jualan tenun sarung tidaklah besar. Demi menghemat pengeluaran untuk mengakali bantuan dari pemerintah yang minim, keluarga ini rutin mengkonsumsi ubi dan pisang saja (Inews.id, 12 September 2021).

Lain lagi kisah seorang ibu single parent yang membesarkan 12 orang anaknya. Perempuan hebat ini bernama Nafisah dari Palembang, Sumatera Selatan. Dasyatnya lagi, 10 dari 12 anaknya, berprofesi sebagai dokter. Salah satunya rekan saya di Universitas Indonesia (UI) yang menjadi guru besar Fakultas Kedokteran UI dengan spesialis penyakit dalam, Prof.Dr. dr. Idrus Alwi, Sp.PD-KKV., FACC, FESC, FAPSIC, FINASIM.

Sejak ditinggal wafat suaminya di tahun 1996, Nafisah berjibaku membesarkan anak-anaknya dengan kasih sayang. Tidak ada pukulan dan bentakan dalam mendidik “selusin” anak di rumah karena semua anaknya mengerti dengan perjuangan ibunya.

Agar tidak berat dalam membiayai kuliah anak-anaknya, diberi motivasi anak-anaknya untuk kuliah di perguruan tinggi negeri agar biaya kuliahnya bisa terjangkau. Jika 10 anak-anaknya memilih kedokteran, karena kakak-adik bersepupuluh itu saling pinjam meminjam buku kedokteran sehingga bisa menghemat.

Tentu saja ini seloroh dari Ibu Nafisah yang super woman. Dua anaknya yang lain berprofesi di bidang teknik kimia dan desain interior (Merdeka.com, 28 Mei 2020).

Kilas sejarah Hari Ibu

Entah sudah berapa puluhan kali Hari Ibu telah kita lewati tanpa makna dan tanpa kesan mendalam. Peringatan Hari Ibu menjadi ritual tahunan yang rutin.

Sejarah peringatan Hari Ibu tidak bisa dilepaskan dari penyelenggaraan Kongres Perempuan Indonesia III pada tanggal 22-27 Juli 1938 di Bandung. Sebab salah satu hasil dari kongres tersebut adalah memutuskan bahwa pada setiap tanggal 22 Desember akan diperingati sebagai Hari Ibu.

Baca juga: Hari Ibu 22 Desember: Sejarah, Ucapan, dan Link Twibbon Hari Ibu

Tanggal 22 Desember dipilih sebagai Hari Ibu karena bertepatan dengan diselenggarakannya Kongres Perempuan I pada 22 Desember 1928. Kongres Perempuan Indonesia I diadakan pada 22-25 Desember 1928 di Yogyakarta. Kongres Perempuan Indonesia I dihadiri sekitar 30 organisasi perempuan yang berasal dari kota-kota di Jawa dan Sumatera.

Perempuan-perempuan yang menghadiri kongres terinpirasi dengan perjuangan perempuan abad ke-19 yang berjuang melawan penjajah. Sejumlah tokoh penting di balik Kongres Perempuan I adalah Soejatin, Nyi Hadjar Dewantoro, dan RA Soekonto. Ketika itu mereka ingin membangun kesadaran para perempuan Indonesia supaya memperjuangkan hak-haknya.

Isu yang dibahas selama Kongres Perempuan pertama adalah pendidikan bagi anak perempuan, perkawinan anak, kawin paksa, permaduan dan perceraian secara sewenang-wenang, serta peran wanita yang seringkali hanya menjadi "kanca wingking" atau teman belakang.

Penetapan Hari Ibu tanggal 22 Desember sebagai Hari Nasional kemudian didukung Presiden Soekarno melalui Keputusan Presiden Nomor 316 tahun 1959 (Kontan.co.id, 21 Desember 2021).

Perempuan perkasa itu bernama ibu

Bisa jadi kita terlalu “abai” dengan Hari Ibu selama ini. Padahal jika kita mau belajar dari sejarah, pondasi kemajuan dan kesetaran kaum perempuan telah ditorehkan oleh para aktivis Kongres Perempuan. Kemajuan kaum perempuan dewasa ini tidak terlepas dari kontribusi para pejuang perempuan di masa lalu.

Perempuan hebat tidak melulu sukses dalam karir pekerjaannya tetapi juga mumpuni dalam mengelola kehidupan rumah tangganya. Durasi waktu kesibukan mengatur rumah tangganya, mulai dari mengurus anak, membereskan rumah hingga menyiapkan kebutuhan suaminya terkadang lebih lama daripada waktu yang dihabiskan suaminya di tempat pekerjaan.

Peran seorang ibu dalam kehidupan berumah tangga begitu besar dan menentukan masa depan anak-anaknya. Kiprah perempuan tidak sebatas dalam persoalan gender semata tetapi juga mencakup peran ibu yang sebenarnya dalam membesarkan anak-anaknya.

Beruntungnya kita memiliki kementerian yang khusus memberi perhatian kepada pemberdayaan perempuan dan perlindungan terhadap anak. Setidaknya persoalan perempuan menjadi fokus perhatian pemerintah dan publik yang tidak bisa diabaikan begitu saja di tengah masih kuatnya perspektif dominasi maskulin.

Dalam beberapa dekade terakhir, persoalan-persoalan perempuan selalu menjadi perhatian utama dan menjadi arus isu utama dari aspek keadilan serta simpati publik.

Partisipasi penuh dan setara antara perempuan dan laki-laki menjadi kunci kesejahteraan suatu bangsa. Perempuan memiliki kontribusi besar mulai dari ranah keluarga, lingkungan, hingga bangsa dan negara.

Dari catatan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindunga Anak di Desember 2021 ini di bidang ekonomi dari total usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) yang berjumlah sekitar 64 juta, lebih dari 50 persennya dimiliki dan dikelola oleh perempuan. Para pengusaha perempuan ini tidak hanya membantu dirinya sendiri, tetapi juga membantu keluarganya menjadi lebih sejahtera.

Di masa pandemi seperti sekarang ini, peran ibu dalam kehidupan rumah tangga sangat signifikan. Pandemi Covid-19 sangat memengaruhi tatanan kehidupan masyarakat mulai dari perekonomian dan khususnya pada kesehatan. Keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari ayah, ibu, anak dan anggota lain yang berada dalam lingkungan keluarga.

Ibu merupakan figur yang sangat penting peranannya dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan keluarga. Tanggung jawab dan peran ibu semakin besar di saat pandemi Covid-19 masih mewabah.

Jangan lupakan ibumu

Jasa ibu yang melahirkan kita ke dunia ini begitu besar tidak terkira. Ibu begitu menyanyangi anak-anaknya dengan tulus. Ibu begitu iklas memberi tanpa berharap mendapat balasan.

Terkadang, kita begitu abai dengan permintaan ibu walau hanya sekedar ingin bertemu sebentar. Alasan kesibukan pekerjaan dan repot di rumah menjadi pembenar untuk sekedar “sowan” ke rumah ibu. Padahal ibu ingin memamerkan masakan kesukaan kita dulu. Kerepotannya saat menyiapkan masakan ini tidak berbalas dengan kunjungan anaknya yang dirindu.

Kita begitu menyesal tiada tara saat ibu telah tiada. Jerih payah kita dalam bekerja seakan percuma karena ibu tidak bisa ikut menyaksikan apalagi ikut merasakan rezeki yang kita dapat. Ratapan anak di pusara ibunya tidak akan sanggup mengembalikan rasa cinta ibu yang teramat besar.

Tentu kita begitu terhenyak saat mengikuti berbagai warta akhir-akhir ini dari berbagai pelosok Tanah Air mengenai anak kandung menggugat ibunya karena masalah harta. Ada anak-anak yang melawan ibunya di meja hijau demi memperebutkan harta warisan padahal ibunya masih hidup.

Ada lagi anak yang tidak ingin diakui sebagai anak kandung karena emosinya yang tidak bisa dibendung karena perselisihan paham dengan ibunya.

Walau menantu memang bukanlah anak kandung tetapi sosok ibu mertua tetaplah “ibu” dalam arti sesungguhnya. Masih ingatkah dengan personil TNI yang tega mengusir ibu mertuanya dari rumah dinas di Pekanbaru, Riau? Untungnya, jiwa besarnya telah kembali menyadarkannya. Sang menantu meminta maaf karena khilaf dan ibu mertuanya pun juga memberi maaf.

Ibu yang berjuang dari rasa sakit dan berani menantang maut saat melahirkan anak-anaknya, masih lagi harus rela menyusui dan terjaga dari tidurnya untuk merawat buah hatinya. Begitu tegakah kita dengan asa dan perngorbanan seorang ibu? Surga memang layak berada di kaki ibu.

Saya begitu percaya jika perempuan-perempuan di Tanah Air ini berpikiran luas, kuat dan hebat maka nantinya akan melahirkan generasi-generasi emas. Terbukti, sudah banyak perempuan-perempuan Indonesia menjadi ibu yang hebat untuk anak-anaknya.

Selamat Hari Ibu, untuk perempuan-perempuan Indonesia yang hebat.

Kesabaranmu seluas samudera, dan ketabahanmu sekeras karang lautan. Terima kasih sudah membersamai sejak aku tak mampu apa-apa hingga kini mampu mengeja kehidupan. Sayang kamu, Ibu!

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi