Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hari Ini dalam Sejarah: Kecelakaan LANSA Flight 508, 91 Tewas dan Satu Selamat

Baca di App
Lihat Foto
SHUTTERSTOCK/Skycolors
Ilustrasi pesawat, pesawat terbang saat cuaca ekstrem.
|
Editor: Rendika Ferri Kurniawan

KOMPAS.com - Hari ini 50 tahun lalu, tepatnya 24 Desember 1971, terjadi kecelakaan pesawat Lockheed L-188A Electra di Callao, Peru yang menewaskan 91 orang.

Pada hari itu, semua penerbangan di wilayah itu dibatalkan karena ada badai, kecuali satu pesawat. Penerbangan 508 berangkat sesuai jadwal.

Akibatnya pesawat menghadapi badai dan petir, yang membuat penumpang pesawat terpaksa terjun dan banyak dari mereka yang tewas.

Hanya satu orang yang selamat. Seorang gadis berusia 17 tahun yang terjun dari ketinggian fantastis, kemudian bertahan hidup di hutan.

Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Pesawat dari London ke New York Meledak karena Bom, Semua Penumpang Tewas

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kronologi kecelakaan LANSA Flight 508

Dilansir dari History of Yesterday, 7 Januari 2021, pesawat yang membawa 92 jiwa termasuk enam awak lepas landas pada 24 Desember 1971.

Para kru berada di bawah tekanan karena tuntutan penumpang dan jadwal liburan mereka jelang malam Natal. Dalam keadaan baik, penerbangan ini hanya butuh waktu sekitar sejam.

Pesawat Lockheed L-188A Electra dengan penerbangan nomor 508 akhirnya tetap berangkat meski penerbangan lainnya dibatalkan karena badai.

Saat memasuki Andes, pesawat disambut oleh badai petir, penumpang yang melihat ke luar jendela dapat melihat kilat dan merasakan pesawat terdorong angin yang sangat besar.

Sekitar pukul 12.36 waktu setempat, sekitar 25 menit setelah lepas landas, di ketinggian sekitar 6.400 meter, pesawat disambar petir.

Lockheed L188A Electra memiliki sayap kaku yang agak kecil yang tidak dirancang untuk menahan turbulensi ekstrem.

Sambaran petir diperkirakan telah melemahkan sayap dan menyebabkan kebakaran, yang menyebabkan sayap robek.

Pesawat yang membawa 92 jiwa termasuk enam awak mulai jatuh bebas ke bumi. Pada sekitar 3.000 meter pesawat hancur.

Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Tsunami Selat Sunda Menewaskan 437 Orang

Satu-satunya korban yang selamat

Juliane Koepcke muda dan ibunya menaiki pesawat Lockheed L-188A Electra di Callao, Peru, untuk melihat keluarga mereka di Pucallpa pada malam Natal.

Juliane masih berusia 17 tahun saat itu.

Melansir New York Times, 18 Juni 2021, saat petir menghantam pesawat dan penumpang mulai keluar dan terjun bebas. Orang-orang histeris dan berteriak. Sementara itu, Juliane masih terikat di kursinya.

Memori terakhir yang dia ingat sebelum jatuh adalah kursi di sampingnya, tepat ibunya duduk dan pesawat yang terbelah.

Beberapa jam kemudian, Juliane secara ajaib terbangun. Dia ada di daratan setelah jatuh lebih dari tiga kilometer dari langit.

Kursi yang menjebaknya sehingga tidak bisa terjun seperti orang-orang lainnnya, justru membuatnya selamat.

Kursi itu menabrak dedaunan hutan Amazon yang lebat dan memperlambat jatuhnya Juliane ke dasar hutan.

Ajaibnya lagi, luka-luka yang dialami Juliane relatif ringan, seperti tulang selangka patah, lutut terkilir dan luka di bahu kanan dan betis kirinya, satu mata bengkak tertutup, dan penglihatannya menyempit.

Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Tsunami Selat Sunda Menewaskan 437 Orang

Bertahan di hutan

Setelah bangun, dia beberapa kali kehilangan kesadaran dan gagal berdiri. Baru keesokan harinya, dia bisa berdiri dan menyadari apa yang dia alami.

Orangtua Juliane adalah ilmuwan alam yang kerap membawanya Juliane ke hutan. Juliane mendapat pengetahuan dan taktik bertahan hidup dasar yang membuatnya selamat dari hutan Amazon.

Saat itu sedang pertengahan musim hujan, jadi tidak ada buah yang bisa dipetik dan tidak ada kayu kering untuk membuat api.

Dia tahu dia harus mencari makanan, air, bahkan mencoba mencari ibunya. Selama tiga hari Juliane berjalan tanpa tujuan dan bertahan hidup dari sekantong lolipop dari reruntuhan pesawat.

Pada hari keempat, Juliane berhasil menemukan beberapa korban kecelakaan, tetapi tidak ada yang selamat.

Juliane tidak ingin mati sendirian di hutan, akhirnya dia berusaha mencari pemukiman dengan mengikuti aliran sungai.

Berbekal hanya tongkat untuk menangkis satwa liar dan lalat bersarang di lengannya yang luka, dia menyusuri sungai dengan tekun.

Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: 4 Desember 1977, Pembajakan Pesawat Malaysia Boeing 737

Setelah sepuluh hari dia menemukan perahu diesel kecil di tepi sungai, dia berjalan dan menyentuhnya untuk memastikan itu bukan hanya imajinasinya.

Dengan menggunakan solar dari kapal, dia berusaha membersihkan lukanya dari telur lalat dan berjalan menyusuri jalan setapak buatan di sebelah kapal.

Dia menemukan sebuah gubuk kecil dan tertidur di dalamnya. Hari berikutnya, sebelas hari setelah LANSA 508 jatuh, seorang penebang kayu lokal menemukannya di gubuk.

Mereka memberinya makan, membersihkannya, dan membawanya ke rumah sakit.

Hari berikutnya dia dibawa ke Pucallpa dan bertemu ayahnya.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi