Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Data Mantan Menteri Saja Jadi Bungkus Gorengan, Apa Kabar Data Rakyat Biasa?"

Baca di App
Lihat Foto
Tangkap layar Twitter
Salah satu pengguna Twitter berkomentar soal dokumen kependudukan mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti, yang dijadikan bungkus gorengan. Hal ini membuat perbincangan soal perlindungan data pribadi kembali mencuat.
|
Editor: Inggried Dwi Wedhaswary

JAKARTA, KOMPAS.com - Perbincangan soal perlindungan data pribadi kembali mencuat setelah mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti, melalui akun Twitter-nya, @susipudjiastuti, mengungkapkan dokumen kependudukannya "berakhir" menjadi bungkus gorengan.

Susi menyertakan foto dokumen yang jadi bungkus gorengan itu. Dalam dokumen itu, tertera nomor induk kependudukan (NIK) dan alamatnya.

Dokumen merupakan permohonan pembuatan KTP yang diajukan ke Kantor Kecamatan Pangandaran, Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat pada 2014.

Baca juga: Dokumen Kependudukan Susi Pudjiastuti Jadi Bungkus Gorengan dan Perlindungan Data Kita...

Susi pun mempertanyakan mengapa hal ini bisa terjadi.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Di kolom komentar, warganet menyampaikan keprihatinan dan mempertanyakan tentang perlindungan data mereka.

"Data mantan Menteri aja bisa jadi bungkus gorengan lho, apa kabar data rakyat biasa," demikian komentar salah satu akun. 

Komentar juga disampaikan oleh banyak akun lainnya.

"Di kantor kecamatan ga punya alat penghacur kertas, ape namenya? Sleder yeh?" tulis salah satu warganet.

"Pernah nemuin fc KK jadi bungkus gorengan. Terus laporlah ke dukcapil kota tsb. Eh malah dinasehatin supaya jangan menyebar berita yg enggak-enggak dan suruh balikin fc KK ke orangnya. Dah tau itu jadi bungkus gorengan, bukannya mereka bebenah diri malah gamau disalahin. Aneh," kata salah satu akun lain.

Tanggapan Dirjen Dukcapil

Menanggapi soal ini, Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri (Dukcapil Kemendagri) Zudan Arief Fakrulloh mengatakan, dokumen kependudukan Susi memang dikeluarkan oleh Dinas Dukcapil.

Akan tetapi, kata dia, dokumen itu merupakan surat keterangan yang diberikan dan dibawa oleh warga.

"Dokumen tersebut adalah dokumen yang dibuat oleh Dinas Dukcapil yang berupa surat keterangan yang diberikan dan dipegang oleh masyarakatnya," kata Zudan saat dihubungi Kompas.com, Minggu (26/12/2021).

Zudan mengatakan, semua dokumen yang memuat Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan Nomor Kartu Keluarga (KK) harus disimpan dengan baik oleh pihak-pihak yang berkepentingan.

Surat keterangan itu bisa dikembalikan ke Dukcapil atau disimpan oleh yang bersangkutan setelah KTP jadi.

Dokumen-dokumen berisi data pribadi yang tak terpakai di Dukcapil biasanya dibakar atau dirajang dengan mesin penghancur kertas.

Zudan mengingatkan dan meminta masyarakat, jika menemukan dokumen yang sama agar dimusnahkan.

Apa kabar perlindungan data pribadi?

Sementara itu, pengamat teknologi informasi yang juga ahli forensik digital, Ruby Alamsyah, mengatakan, kasus dokumen kependudukan mantan Menteri KKP Susi Pudjiastuti yang berakhir menjadi bungkus gorengan, seharusnya bisa dicegah jika rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (PDP) disahkan menjadi UU.

Menurut dia, dengan belum adanya UU PDP, kesan yang muncul seolah tanggung jawab penyimpanan data-data pribadi adalah tanggung jawab warga itu sendiri.

"Tetapi nanti kalau undang-undang itu sudah ada, pihak mana pun yang menyimpan dan memproses data-data pribadi masyarakat itu, mereka harus tanggung jawab juga," kata Ruby, saat dihubungi Kompas.com, Senin (27/12/2021).

Ia menekankan, pihak-pihak yang menyimpan data pribadi masyarakat harus melindungi data tersebut semaksimal mungkin.

"Dan kalau mau menghapus atau merusak data-data lama, itu diperlukan SOP yang tepat untuk menghancurkan data pribadi tersebut," kata Ruby.

Penghapusan data pribadi harus dilakukan dengan cara yang tepat.

Misalnya, jika data itu ada pada komputer atau secara digital, maka penghapusan dilakukan dengan teknis wiping. Jika datanya berbentuk fisik, SOP-nya harus dirusak secara penuh dan tidak bisa dibaca atau direkonstruksi.

Pada kasus yang menimpa Susi, Ruby menilai, kesalahan terletak pada pihak penyimpan data yang tidak memusnahkan dengan benar data yang sudah tidak diperlukan.

"Lalu data tersebut, misalnya, sudah tidak dipakai lagi, mereka buang saja ke tempat sampah atau ke mana gitu," ujar Ruby.

"Padahal kan ada dumpster collection tuh, mendapatkan data-data pribadi dari tempat sampah, kertas-kertas gitu kan. Nah, mestinya kalau ada SOP yang benar seperti tadi tuh, dia akan men-destroy (menghancurkan) data tersebut pakai shredder (pencacah)," kata dia.

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: Data Pribadi yang Jangan Dibagikan di Stiker Add Yours Instagram

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi