Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

BNPB: Jumlah Bencana 2021 Turun tapi Dampak Bencana Naik

Baca di App
Lihat Foto
ANTARA FOTO/BUDI CANDRA SETYA
Petugas SAR memantau banjir lahar hujan Gunung Semeru di Dusun Kamar Kajang, Candipuro, Lumajang, Jawa Timur, Kamis (16/12/2021). Erupsi Gunung Semeru pada Kamis pukul 09.01 WIB yang disusul hujan deras di daerah itu mengakibatkan banjir lahar hujan menerjang beberapa tempat di wilayah hilir.
|
Editor: Rendika Ferri Kurniawan

KOMPAS.com - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyampaikan kaleidoskop bencana tahun 2021.

Kaleidoskop itu disampaikan Sekretaris Utama BNPB, Lilik Kurniawan bersama Kepala Pusat Data dan Informasi Kebencanaan BNPB, Abdul Muhari secara virtual, Jumat (31/12/2021).

Dalam penjelasannya, Lilik menyebut kejadian bencana di tahun 2021 terbilang turun.

"Kalau kita lihat statistik, ternyata pada tahun 2021 jumlah kejadian bencana di Indonesia itu alhamdulillah turun, dari 4.649 di 2020 menjadi 3.093 di tahun 2021, turun 33,5 persen," ujar Lilik.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

BNPB menyebut dari 1 Januari-31 Desember 2021, bencana alam yang paling banyak terjadi adalah banjir, cuaca ekstrem, dan tanah longsor.

"Yang dominan di bencana 2021 adalah bencana hidrometeorologi basah, yakni banjir, cuaca ekstrem, dan tanah longsor, ini menunjukkan kuatnya (dampak) lanina," jelas Lilik.

Baca juga: Kaleidoskop: Bencana Alam dan Kecelakaan Terbesar Sepanjang 2021

Data kejadian bencana 2021

Berikut ini adalah data kejadian bencana berdasarkan jenisnya yang terjadi di sepanjang 2021:

Dapat dilihat, banjir menjadi bencana yang mendominasi kejadian bencana di Tanah Air.

Ada pun dari ke-34 provinsi di seluruh Indonesia, jumlah kejadian bencana paling banyak terjadi di provinsi yang ada di Pulau Jawa.

"Yang paling banyak itu ada di Provinsi Jawa Barat (768), kemudian disusul Jawa Timur (313), Jawa Tengah (394), dan Aceh (216)," papar Lilik.

Meskipun kuantitas kejadian bencana dapat dikatakan turun dibandingkan tahun 2020, namun tidak dengan dampak yang terjadi.

"Akan tetapi, kalau kita melihat pemandangan, itu naik," sebut Lilik.

Baca juga: Mengenang Tsunami Aceh 17 Tahun Lalu dan Upaya Mitigasi Bencana Serupa

Dampak bencana

Dampak bencana yang dimaksud di atas adalah kenaikan jumlah korban neninggal dunia naik 76,9 persen, korban luka-luka naik 2180,5 persen, jumlah pengungsi 24 persen, dan rumah rusak 116,3 persen.

Tahun ini, ada 665 jiwa yang meninggal dunia, 14.116 orang terluka, dan 8.426.609 orang lain menderita/ mengungsi.

Selain bencana alam, di tahun 2021 Indonesia juga dilanda bencana nonalam, yakni pandemi Covid-19 yang masih belum menunjukkan tanda-tanda akan berakhir.

"Bahkan penularan virus ini secara global berada pada titik tertinggi ketika kasus di Indonesia sedang terkendali," kata Kepala BNPB, Suhariyanto dalam sambutannya.

Pelajaran yang bisa dipetik

Dari seluruh bencana dan dampak yang terjadi di Indonesia pada tahun 2021, ada sejumlah hal yang dapat dipetik menjadi pelajaran bersama.

Salah satunya adalah pentingnya literasi bencana.

"Literasi ini harus sampai kepada masyarakat, tidak cukup hanya berhenti di pemerintah daerah, tetapi (juga) masyarakat yang memang mereka tinggal di daerah rawan bencana," kata Lilik.

Masyarakat harus memahami potensi bencana di wilayahnya, bagaimana mitigasi yang harus dilakukan, dan menghindari hal-hal yang mungkin terjadi sebagai korban jiwa saat bencana kembali terjadi nanti.

Dalam pemaparannya, Kapusdatin BNPB mencontohkan menetap di kawasan rawan bencana gunung api, dekat bekas aliran sungai yang telah lama kering, memiliki rumah dengan bangungan yang tidak gempa, dan sebagainya, merupakan salah satu bukti kurangnya masyarakay mendapat literasi kebencanaan.

Hal-hal itu membuat fenomena atau bencana yang terjadi memakan banyak korban jiwa dan materil.

Abdul Muhari atau akrab disapa Aam juga menjelaskan pentingnya masyarakat mengetahui sejarah bencana di kawasan tinggalnya.

Meski lama tidak terjadi, bencana pasti akan terulang di masa yang akan datang.

Ia berkaca pada banjir bandang yang melanda sebagian Flores, Nusa Tenggara Timur, ketika badai seroja menghantam.

Padahal wilayah itu dikenal sebagai wilayah yang kering, namun dalam dunia bisa dilanda banjir.

kejadian serupa pernah terjadi di Flores pada masa lalu, yakni di tahun 1973, bahkan menelan korban jiwa yang lebih tinggi dari korban yang jatuh akibat badai tahun ini.

"Sangat penting bagi kita untuk memahami bahwa pertama, bencana itu adalah peristiwa yang berulang. Sekali dia terjadi di masa lalu pasti dia akan terjadi lagi di masa depan," jelas Aam.

 

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi