Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Masa Karantina Pelaku Perjalanan Internasional Dikurangi Jadi 7-10 Hari, Sudah Idealkah?

Baca di App
Lihat Foto
ANTARA FOTO/FIKRI YUSUF
Peserta antre meninggalkan area bandara untuk menuju ke hotel karantina saat kegiatan simulasi penerbangan internasional di Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, Badung, Bali, Sabtu (9/10/2021). Simulasi tersebut dilakukan untuk memastikan kesiapan petugas dan sarana prasarana serta menguji standar operasional prosedur dalam pelayanan penumpang penerbangan internasional di Bandara Ngurah Rai yang rencananya akan mulai dibuka pada 14 Oktober 2021 mendatang. ANTARA FOTO/Fikri Yusuf/nz
|
Editor: Sari Hardiyanto

KOMPAS.com – Masa karantina bagi Warga Negara Indonesia (WNI) maupun Warga Negara Asing (WNA) dari luar negeri yang masuk ke Indonesia, kini dipersingkat menjadi 7-10 hari.

Padahal sebelumnya, masa karantina adalah 10-14 hari.

Hal ini diumumkan oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.

"Diputuskan karantina yang dari 14 hari menjadi 10 hari, dan yang 10 hari menjadi 7 hari," kata Luhut dikutip Kompas.com, Senin (3/1/2022).

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perlu diketahui, masa karantina 10 hari diberlakukan untuk pendatang dari Afrika Selatan, Botswana, Angola, Zambia, Zimbabwe, Malawi, Mozambique, Namibia, Eswatini, Lesotho, United Kingdom (UK), Norwegia, dan Denmark.

Sedangkan masa karantina 7 hari diperuntukkan untuk di luar pendatang dari negara tersebut.

Baca juga: Ramai soal Florona, Ini Penjelasan Epidemiolog

Lantas, sudah idealkan kebijakan soal masa karantina tersebut?

Masa karantina yang disarankan adalah 14 hari

Epidemiolog dari Griffith University Australia Dicky Budiman mengatakan, masa karantina yang sangat disarankan sebenarnya adalah 14 hari.

Hal ini karena masa inkubasi virus corona rata-rata 5-6 hari, bahkan penelitian terbaru menunjukkan gejala hari ke 11 dan 12.

“Namun kalau sekarang diperpendek, menurut saya perlu adanya penguatan,” ujarnya kepada Kompas.com, Selasa (4/1/2022).

Baca juga: Omicron Masuk Indonesia, Vaksin Masih Ampuh?

Ketika berbicara perihal ancaman pandemi yang masih terjadi, maka menurutnya karantina dan isolasi adalah setengah dari respons yang diperlukan. 

“Memang masa karantina minim 7 hari dengan alasan masa inkubasi singkat itu 3-5 hari ditambah 7 hari status vaksin penuh,” kata Dicky.

“Namun, menurut saya agak gambling karena ada kasus di Taiwan yang menunjukkan hari ke 12 muncul (gejala). Ini yang membuat banyak negara-negara mengambil 14 hari,” lanjut dia.

Baca juga: Apa Itu Varian Omicron dan Apa Saja Gejalanya?

Syarat tambahan karantina 7 hari

Dicky mengingatkan, jika ingin menerapkan karantina 7 hari maka menurutnya bisa ditambahkan syarat yang harus dipenuhi yakni:

  • Vaksinasi penuh dan sudah di-booster
  • Sebelum keluar karantina yakni di hari keenam, harus dilakukan tes PCR dua kali dalam rentang 24 jam jeda. Contoh PCR pertama tanggal 5 jam 5 sore, maka tes kedua dilakukan besoknya pada jam 5 pagi, dimana hasil kedua tes harus negatif.

“Itu harus benar-benar dimonitor enggak boleh lolos,” kata dia.

Selain itu, menurutnya juga harus ada pembatasan aktivitas yang ketat, seperti pelaporan kepada petugas kesehatan setempat, serta pengetatan pintu masuk kedatangan internasional.

Baca juga: Mengapa Status Pandemi Covid-19 di Indonesia Belum Dicabut? Ini Kata Satgas

Syarat memperpendek masa karantina

Secara keseluruhan terdapat 4 hal yang harus diperhatikan pemerintah jika ingin memperpendek masa karantina yakni:

  1. Restriction: meliputi penjagan pintu masuk, memastikan orang sudah divaksin penuh, memastikan yang masuk tak bergejala dan tak melakukan kontak.
  2. Deteksi dini: dilakukan dengan meningkatkan surveilance, testing, tracing
  3. Proteksi: meliputi vaksinasi penuh dan booster, dan pemakaian masker
  4. Literasi: membangun komunikasi risiko untuk membangun kewaspadaan dan bukannya pengabaian.

Dicky mengatakan, walaupun perubahan kebijakan saat pandemi memang biasa terjadi, namun ia mengingatkan sebaiknya penerapan kebijakan tidak dilakukan secara langsung, melainkan diberikan waktu jeda, misal 2 minggu atau seminggu lagi.

Baca juga: Apakah Kasus Pertama Omicron di Indonesia Merupakan Transmisi Lokal?

Karena jika kebijakan langsung diterapkan, maka hal ini bisa berisiko merugikan masyarakat.

“Tentunya kita ingin berikan yang terbaik dan bukan memperburuk situasi,” imbuh dia.

Lebih lanjut, Dicky juga mengingatkan kebijakan yang dibuat harus selalu memiliki landasan kuat, tidak sekedar ikut-ikutan.

Misal ketika AS mengurangi masa inkubasi, maka harus dilihat juga kondisi masyarakat sekitar, bagaimana kepatuhannya dan bagaimana efektivitas di lapangan.

“Tentunya juga dari pendekatan science,” pungkasnya.

Baca juga: Gejala Omicron yang Sudah Diketahui dari Berbagai Negara, Apa Saja?

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo INgfografik: 10 Gejala Varian Virus Corona Omicron

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi