Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan
Bergabung sejak: 24 Mar 2020

Penulis adalah pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan.

Humor Tidak Selalu Lucu

Baca di App
Lihat Foto
SHUTTERSTOCK/fizkes
Ilustrasi tertawa.
Editor: Egidius Patnistik

SATU di antara sekian banyak kekeliruan paling lazim dalam tafsir terhadap humor adalah anggapan bahwa humor selalu lucu. Kekeliruan menganggap humor selalu lucu sama kelirunya dengan menganggap lukisan selalu indah, musik selalu merdu, hukum selalu adil, atau pemerintah selalu bijak.

Dasar kekeliruan pada dasarnya sederhana saja yaitu bahwa humor, lukisan, musik, hukum, pemerintah adalah kata benda sementara indah, merdu, adil, bijak adalah kata sifat. Padahal kata benda tertentu tidak senantiasa niscaya hukumnya wajib harus terikat pada kata sifat tertentu.

Baca juga: Humor Cerdas Gus Dur Terkenal hingga ke Jerman

 

Sementara kata benda bebas nilai namun kata sifat sangat sarat beban nilai. Kenisbian nilai tergantung kepada selera dan kehendak pihak penafsir sang benda. Tidak semua orang menganggap lukisan Monalisa indah, simfoni Bruckner merdu, keputusan hakim adil, dan pemerintah menggusur masyarakat adat adalah bijak.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nisbi

Memang apa boleh buat, apa yang disebut sebagai humor pada kenyataan kehidupan umat manusia ternyata tidak selalu lucu. Kartun garapan kartunis Charlie Hebdo berhumor tentang Nabi Muhammad terbukti alih-alih dianggap lucu malah menjadi biang-keladi pemicu pembunuhan sesama manusia oleh sesama manusia di Paris, Perancis.

Film satire berjudul The Great Dictator yang menurut saya adalah mahakarya Charlie Chaplin paling lucu terbukti dianggap sangat amat terlalu tidak lucu oleh Adolf Hitler dan para pendukungnya.

Sebutan cebong, kampret, atau kadal gurun dianggap lucu oleh pihak yang menyebut namun menjengkelkan pihak yang disebut sebagai cebong, kampret atau kadal gurun.

Sebagai pendiri Pusat Studi Humorologi, saya sangat mengagumi maka menggemari lelucon Yahudi yang menurut saya sangat lucu. Namun demi menjaga tatakrama kesopanan maka pada saat saya berjumpa seorang Yahudi adalah lebih bijak apabila saya tidak berkisah lelucon Yahudi.

Demi keamanan sosial memang sebaiknya jangan mencoba melucu dengan berkisah lelucon etnis tertentu kepada etnis yang dileluconkan.

Subyektif

Karena pada hakikatnya selera memang subyektif maka dengan sendirinya selera humor juga subyektif.

Misalnya sebagai satu di antara sekian banyak contoh subyektivitas tafsir humor adalah lelucon tentang wali kota Moskow berkunjung ke Jakarta. Demi pamer kemajuan pembangunan kota Jakarta, Gubernur Jakarta, Anies, bangga mengajak wali kota Moskow keliling kota Jakarta.

Baca juga: Perbedaan Cerita Anekdot dan Humor

 

Ketika keliling kota Jakarta, Anies merasa malu sebab berulang kali tampak orang kencing di pinggir jalan.

Ketika berkunjung ke Rusia, Anies ingin balas dendam maka meski tidak diajak namun sengaja mengajak wali kota Moskow keliling kota Moskow. Lama mereka berdua keliling Moskow tetapi tidak tampak orang kencing di pinggir jalan. Akhirnya tampak seorang sedang kencing di pinggir jalan maka Anies merasa girang bahwa ternyata ada juga orang kencing di pinggir jalan Moskow.

Ternyata orang tersebut adalah duta besar Indonesia untuk Rusia.

Jelas lelucon tentang orang kencing di pinggir jalan itu sangat lucu bagi para antipatisan Anies Baswedan. Namun sama sekali tidak lucu bagi para simpatisan Anies Baswedan serta Anies Baswedan sendiri maupun duta besar Indonesia untuk Rusia.

Mohon dimaafkan bahwa naskah tentang humor ini sama sekali tidak lucu sebab saya memang tidak mampu melucu seperti para pelawak profesional yang memang secara menakjubkan sakti mandraguna dalam melucu itu. Namun minimal naskah ini berhasil membuktikan bahwa humor memang tidak selalu lucu.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi