Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan
Bergabung sejak: 24 Mar 2020

Penulis adalah pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan.

Naik E-becak, Keren!

Baca di App
Lihat Foto
Kompas.com/Dokumentasi Diskominfo Jember
Bupati Jember Hendy Siswanto saat mencoba naik becak mengelilingi alun-alun Jember pada Rabu (15/9/2021)
Editor: Egidius Patnistik

Saya mau tamasya berkeliling keliling kota

hendak melihat-lihat keramaian yang ada

Saya panggilkan becak

kereta tak berkuda

becak becak tolong bawa saya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saya duduk sendiri sambil mengangkat kaki

melihat dengan asyik ke kanan dan ke kir

lihat becakku lari

bagaikan tak berhenti

becak becak jalan hati-hati

Lagu “Naik Becak” mahakarya Ibu Soed menjadi bagian melekat kehidupan sehari-hari pada masa kanak-kanak saya, sebab setiap hari saya naik becak untuk pergi-pulang dari rumah ke sekolah.

Warisan kebudayaan

Pada hakikatnya kendaraan roda tiga yang disebut sebagai becak merupakan satu di antara sekian banyak warisan kebudayaan Nusantara yang kemudian disebut sebagai Indonesia.

Baca juga: Naik Becak di New York, Ussy Sulistiawaty dan Andhika Pratama Bayar Rp 14,5 Juta

Nahas tak tertolak, mujur tak terjangkau. Atas nama modernisasi, becak kemudian dilarang lalu-lalang di jalan raya kota Jakarta pada masa Orba. Becak dilarang dengan alasan merusak tata tertib lalu lintas, sementara yang merusak tata tertib lalu lintas sebenarnya bukan hanya becak tetapi juga kendaraan bermotor dengan roda dua apalagi empat.

Setelah becak dilarang terbukti lalu lintas kota Jakarta alih-alih makin lancar malah makin macet. Becak sedemikian dibenci oleh pemerintah sehingga dituduh sebagai kendaraan tidak pancasilais, sebab dianggap melanggar sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab.

Sementara menurut sang pejuang kemanusiaan pembela para becakiawan, Sandyawan Sumardi yang kemudian dilanjutkan oleh Wardah Hafids, becak justru merupakan kendaraan rakyat dari rakyat untuk rakyat bahkan potensial sebagai sumber nafkah bagi para pengemudi becak.

E-becak

Di kota Yogyakarta masa kini, becak merupakan daya tarik wisata yang digemari para wisatawan domestik maupun mancanegara, setara popular dengan kereta kuda yang berkeliaran di kawasan Central Park New York, AS.

Bahkan dari sekitar kawasan Menara Eifel sampai ke Place de la Concorde di Paris Prancis, para wisatawan dapat menikmati naik becak Paris yang mirip becak Jogya. Saya harus membayar mahal pakai dollar Amerika Serikat untuk naik becak Vietnam dari hotel ke gedung pergelaran wayang golek air di Hanoi.

Pada awal abad XXI setelah tenaga listerik sebagai sumber energi ramah lingkungan mulai digunakan untuk sepeda listrik dan mobil listrik yang mulai berkeliaran di jalan raya Ibu Kota Indonesia maka sebenarnya tidak ada alasan untuk tidak juga menggunakan tenaga listrik untuk becak.

Baca juga: Kisah Ponidjan, Becak untuk Menyambung Hidup Dicuri, Diganti oleh Polisi yang Iba

 

Bahkan dengan kehadiran becak elektrik atau e-becak tidak ada lagi alasan untuk menuduh becak kendaraan non-pancasilais. E-becak dikayuh dengan tenaga bukan manusia tetapi listrik jelas tidak melanggar sila Kemanusiaan Yang Adil dan beradab.

Para pengemudi becak tidak perlu ngos-ngosan ketika menunaikan tugasnya sebagai pengemudi kendaraan umum.

Alangkah indahnya apabila Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, berkenan memelopori rekor dunia dalam bentuk program e-becak menggunakan tenaga listrik sebagai pengganti tenaga manusia untuk mengayuh e-becak sebagai kendaraan resmi khas kota Jakarta.

Diharapkan berkat e-becak maka becakofobia beralih-sifat menjadi becakofilia. Tentu saja sebagai kendaraan umum e-becak harus dimodifikasi serta diatur dengan tata tertib sedemikian rupa sehingga di samping pancasilais juga potensial berperan serta sebagai daya tarik wisata jati diri ibu kota Indonesia nan keren tiada dua di planet bumi ini.

Saya yakin Ibu Soed tidak keberatan judul lagu “Naik Becak” sedikit dimodifikasi menjadi “Naik E-Becak”! Merdeka!

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi