Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Mantan Wartawan
Bergabung sejak: 6 Okt 2021

Ketua LTN--Infokom dan Publikasi PBNU

Risiko "Menghidupkan" Gus Dur

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS/AGUS SUSANTO
Mantan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang juga Ketua Umum Dewan Syuro DPP Partai Kebangkitan Bangsa menjawab pertanyaan di Kantor PBNU, Jakarta, Jumat (29/7/2005). Gus Dur bersama sejumlah tokoh lintas agama membentuk Aliansi Masyarakat Madani untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan, ia meminta Mahkamah Agung segera menggelar sidang mengenai Ahmadiyah.
Editor: Sandro Gatra

HINGGA akhirnya dikukuhkan sebagai Ketua Umum PBNU di muktamar ke-34 Lampung akhir Desember tahun 2021, tidak ada yang tahu pasti, sampai titik mana KH Yahya Cholil Staquf bisa "menghidupkan" Gus Dur; gurunya.

Sebab, selain karena mandat muktamirin, sejatinya, Gus Dur adalah "ahammul asbab" keterpilihan Gus Yahya--sapaan KH Yahya Staquf.

Sampai sejauh ini, dia diakui sebagai bagian dari emanasi figuritas Gus Dur!

Pendekatan Gus Dur dalam mencari jalan keluar dari kebekuan jam'iyah, adalah model yang diadopsi Gus Yahya saat mengatasi "sosok" Gus Dur lain dalam diri Prof Dr KH Said Aqil Siradj.

Sebab, dalam perkara-perkara tertentu, kedua tokoh dan kader utama Gus Dur ini, biasa mengadaptasi pendekatan manhaji yang sama.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gus Yahya dan Kiai Said adalah kepingan-kepingan unsur pembentuk ajaran Gus Dur.

Tentu, Gus Yahya bukan satu-satunya kader NU yang menjadikan Gus Dur sebagai model dalam pergulatan intelektual.

Ada banyak nama lain bisa disebut untuk memastikan bahwa Gus Dur adalah mata air yang tak pernah kering mengalir dalam DNA ke-NU-an mereka.

KH Sahal Mahfudh, KH Ma'ruf Amin, KH Masdar F Mas'udi, dan KH Said Aqil Siradj adalah contohnya. Memang, dari generasinya, Gus Yahya terbilang yang paling menonjol.

Gus Dur versi Gus Yahya

Sayangnya, setelah dua dekade lebih mengalami proses internalisasi dan institusionalisasi diri dengan jam'iyah, Kiai Said terbawa arus dirinya menuju lapisan terluar ke- gusdur-an, dan secara gradual menjadi dirinya sendiri.

Seakan-akan Kiai Said adalah entitas yang berbeda dari manhaj Gus Dur.

"Keterlepasan" dari Gus Dur inilah yang dikapitalisasi oleh jumhur muktamirin menjadi kekuatan bagi Gus Yahya dan menjelma kelemahan bagi Kiai Said.

Kini, jama'ah NU dan masyarakat luas, dalam dan luar negeri, tengah meraba-raba apa yang akan dilakukan Gus Yahya agar benar-benar dianggap layak dan memenuhi syarat untuk bisa menghidupkan Gus Dur.

Ini pilihan yang tidak mudah dan sangat berisiko.

Terlebih, Gus Dur, sebagaimana diakui Gus Yahya sendiri, bukan sosok yang dengan mudah bisa dilukis secara utuh. Butuh waktu dan ketajaman hati untuk mengenalnya.

Sirah Gus Dur yang ditawarkan, khususnya kepada muktamirin, adalah bangunan dalam versi yang dapat ditangkap Gus Yahya.

Dari proses pembacaannya, sejak pertama kenal muka di arena muktamar Krapyak, Yogyakarya, pertemuannya di kamar KH Mustofa Bisri di Hotel Sofyan, Jakarta, 1987, jadi juru bicara, hingga posisinya sebagai Katib Aam PBNU.

Dengan kadar pengenalan itu, mudah dibaca, di mana posisi Gus Yahya.

Perannya dalam sidang-sidang yang alot di Komisi Pemilihan Umum (KPU), adalah pengalaman batin paling transenden dalam membela nilai-nilai kejuangan Gus Dur.

Gus Yahya dipaksa melawan arus perdebatan di sidang-sidang yang cenderung liar.

Sampai akhirnya ia merasa puas karena ikut ambil bagian mololoskan Gus Dur menjadi anggota MPR RI. Dari sinilah, jalan Gus Dur memenangi Pilpres 1998 mulai terbuka.

Setelah ini semua, penting disadari, bahwa siapa pun tidak akan mudah menghadirkan kembali kiprah Gus Dur, khususnya dalam memantapkan peran NU. Apalagi untuk ikhtiar yang lebih dari itu.

Menghidupkan Gus Dur butuh energi melimpah dan hanya mungkin dilakukan dengan kekuatan bersama.

Semua aparatur PBNU pimpinan Gus Yahya, harus mengadaptasi ijtihad kolektif, agar bisa menjadi jalan keluar bagi upaya menghidupkan Gus Dur.

Ujian perdana

Terlebih pada sejumlah kesempatan, Gus Yahya mengeluhkan efektivitas struktur organisasi PBNU dalam beberapa dekade tarakhir.

Pascadisepakatinya kembali ke Khittah 1926, NU tidak mungkin lagi mengadopsi bangunan partai politik.

Untuk tujuan itu, Gus Dur dengan konsep dan visi perjuangannya, dan benar-benar bergerak sendiri, telah berhasil menarik gerbong dunia pesantren, sebagai "NU kecil" ke tengah orbit nasional.

Tapi, ada satu hal yang dipandang Gus Yahya sebagai pekerjaan Gus Dur yang belum sepenuhnya tuntas, yakni: bangunan struktur.

Sebagai tokoh besar dengan pikiran bebas, masalah formalitas seperti struktur, sering agak problematik dalam perjuangan Gus Dur.

Aksi bongkar pasang kabinet saat jadi presiden, adalah contoh betapa tidak mudah baginya memastikan satu bentuk struktur organisasi yang kompatibel.

Boleh jadi, ia terjungkal karena urusan itu.

Sebagai orang nomor satu di jam'iyah, Gus Yahya sudah memiliki bayangan hampir selesai soal "governing" PBNU.

Dengan mengadaptasi sistem pemerintahan presidensial, ia ingin PBNU berbenah. Bermetamorfosa cepat, menjadi pseudo kabinet a la sebuah government.

Di sinilah, ia menghadapi ujian perdananya. Hampir pasti akan muncul sejumlah pihak yang merasa memiliki share dalam kemenangan di muktamar lalu.

Terkait ini, Gus Yahya sangat paham cerita di balik gerilya politik PDI Perjuangan yang menuntut Presiden Gus Dur menerbitkan Keputusan Presiden (Kepres) untuk berbagi wewenang dengan Wakil Presiden Megawati.

Sebagaimana ia juga dapat belajar dengan baik bagaimana Gus Dur menggunakan jurus Dewa Mabuk saat meninggalkan koboi Senayan dengan muka masam, menahan (tawa) (karena pura-pura) marah.

Sesuai amanat muktamar, akhir Januari 2022 akan menjadi awal sangat menentukan bagi Gus Yahya.

Ia akan mengenalkan personalia kabinetnya dalam struktur yang sudah diperbarui.

Menjelang dimulainya rangkaian Harlah NU, bersama Rais Aam KH Miftachul Akhyar, ia akan mengumumkan nama-nama.

Kalau kurang cermat, tidak seperti visi yang ditawarkan, maka harapan untuk bisa menghidupkan Gus Dur, akan sulit.

Jalan keluar

Jauh sebelum wafat, sudah tak terbilang jumlah anak muda NU yang suka cita belajar mengenal dan lalu mematut-matut diri sebagai penderek Gus Dur. Arus itu bertambah besar setelah Sang Idola meninggal dunia.

Benih komunitas Gurdurian tumbuh bak jamur. Luas cakupannya melebar.

Selain anak-anak "kandung" Nahdliyin, anak-anak ideologis dari luar NU, kian menguatkan sosok Gus Dur dalam percaturan Indonesia modern.

Menghidupkan Gus Dur dalam kondisi NU dan Indonesia kini, adalah idealisasi yang tepat. Saat benih sektarianisme muncul, Gus Dur adalah jalan keluar.

Saat rigiditas ajaran agama jadi dogma, Gus Dur adalah jalan keluar.

Saat intoleransi merebak, semua bertanya di mana Gus Dur. Saat dunia Islam mengalami polarisasi, Gus Dur adalah jalan keluar.

Saat negara kuat dalam satu kawasan terjebak dalam perang, Gus Dur adalah jalan keluar.

Menghidupkan Gus Dur, mengandung risiko. Menghidupkan Gus Dur dalam sosok yang tidak seperti "aselinya", potensial mengundang tanya.

Gus Dur telah membuka jalan integrasi NU dengan masyarakat global, meneguhkan pengbdian kemanusiaan tanpa syarat dan berperan aktif memperbaiki peradaban dunia.

Tanpa agenda nyata untuk ini, maka ikhtiar menghidupkan Gus Dur akan jauh dari harapan. Selamat berkarya PBNU 2021-2006 !

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi