KOMPAS.com - Sebanyak 257 unit rumah mengalami kerusakan pascagempa bumi magnitudo 6,6 di Kabupaten Pandeglang, Banten pada Jumat (14/1/2021).
Kerusakan terbanyak terjadi di Kabupaten Pandeglang dengan total rumah rusak berat ada 26 unit, rusak sedang 33 unit, rusak ringan 131 unit.
Termasuk 10 unit sekolah, 1 puskesmas, 1 pabrik, 1 kantor pemerintahan, 1 tempat ibadah, dan 1 tempat usaha.
Baca juga: Penjelasan BMKG soal Penyebab Gempa Banten Magnitudo 6,6
Plt Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari mengatakan, laporan kerusakan juga terjadi di Kabupaten Serang, Lebak, Sukabumi, dan Bogor.
Kabupaten Serang melaporkan 16 unit rumah rusak sedang. Kemudian di Kabupaten Lebak ada sebanyak 12 unit rumah rusak berat, 3 unit rusak sedang, 21 rusak ringan, dan 3 unit bangunan sekolah.
Selanjutnya di Kabupaten Sukabumi ada 3 unit rumah rusak sedang dan 6 unit rumah rusak ringan serta di Kabupaten Bogor terdapat 8 rumah rusak sedang.
"Di samping itu juga dilaporkan satu warga mengalami luka ringan terdampak gempa bumi," ujarnya sebagaimana rilis yang diterima Kompas.com, Sabtu (15/1/2022) pagi.
Baca juga: Update Gempa Banten Magnitudo 6,6 dan Kerusakan yang Ditimbulkan
Guncangan gempa dirasakan di 11 wilayah
Selain laporan kerusakan, guncangan gempa Banten kemarin juga dirasakan kuat selama 2-4 detik di 11 lokasi di wilayah Barat Pulau Jawa dan Selatan Pulau Sumatra.
"Guncangan itu membuat masyarakat berhamburan keluar ruangan untuk menyelamatkan diri dari hal yang tidak diinginkan," katanya lagi.
11 lokasi yang dimaksud yakni Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Serang, Kota Serang dan Kabupaten Lebak di Provinsi Banten.
Baca juga: Gempa Bumi, Ini Cara Menyelamatkan Diri yang Direkomendasikan BNPB
Kemudian Kabupaten Cianjur, Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Bogor, Kota Bogor, dan Kota Depok di Jawa Barat. Selanjutnya adalah Provinsi DKI Jakarta dan Kabupaten Lampung Barat.
Sebagai antisipasi, pihaknya meminta agar masyarakat menghindari bangunan yang retak atau rusak diakibatkan gempa.
"Diimbau juga agar masyarkat tetap tenang dan memastikan informasi resmi bersumber dari pihak yang dapat dipertanggungjawabkan," pungkasnya.
Baca juga: Mengapa Indonesia Kerap Dilanda Gempa Bumi?
Analisis BMKG soal gempa Banten
Sementara itu, Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menjelaskan, gempa Banten terjadi akibat aktivitas lempeng di Selatan Jawa.
Gempa bumi yang terjadi, imbuhnya merupakan gempa bumi dangkal akibat aktivitas subduksi lempeng Indonesia-Australia menunjam ke bawah lempeng Benua Eurasia, atau tepatnya ke bawah Pulau Jawa yang terus-menerus hingga Nusa Tenggara.
"Hasil analisis mekanisme sumber menunjukkan bahwa gempa bumi memiliki mekanisme pergerakan naik, atau akibat patahan naik," ujarnya sebagaimana disampaikan sewaktu konferensi pers pada kanal YouTube Info BMKG, Jumat (14/1/2022).
Baca juga: Ramai soal Potensi Tsunami 8 Meter Saat Nataru di Cilegon Disebut Akal Bulus, Ini Kata BMKG
Meski tidak berpotensi tsunami, pihaknya menjelaskan, lokasi gempa yang ada di kawasan Selat Sunda memang menjadi salah satu lokasi yang memiliki sejarah gempa dan tsunami sejak ratusan tahun yang lalu.
BMKG mencatat, ada 8 kejadian gempa dan atau tsunami yang pernah terjadi sebelumnya sejak 1851.
Lebih lanjut, Dwikorita menambahkan, gempa yang terjadi di 52 km arah Barat Daya Sumur, Banten ini memiliki kedalaman 40 km, sehingga dampak guncangan dirasakan di wilayah yang cukup luas. Meliputi Banten, Lampung, DKI Jakarta, dan Jawa Barat.
Baca juga: Benarkah Pulau Kalimantan Aman dari Gempa? Ini Kata BMKG