Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejarah Gempa dan Tsunami di Selat Sunda, dari 1851 hingga 2022

Baca di App
Lihat Foto
SHUTTERSTOCK/somavarapu madhavi
Ilustrasi gelombang tinggi, siklon tropis.
|
Editor: Rendika Ferri Kurniawan

KOMPAS.com - Gempa bumi dengan magnitudo 6,6 mengguncang wilayah Kabupaten Pandeglang, Banten, pada Jumat (14/1/2022) sekitar pukul 16.05 WIB.

Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) pusat gempa bumi berada di 7.01 LS dan 105.26 BT.

Kedalaman gempa semula disebutkan ada di 10 kilometer, namun diperbarui menjadi 40 km.

BMKG menyatakan gempa ini tidak berpotensi menimbulkan tsunami.

Berikut data dari BMKG yang mencatat sejarah gempa bumi dan tsunami di Selat Sunda.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Data tersebut diungkapkan Koordinator Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono dalam unggahannya di media sosial Instagram.

Kompas.com telah mendapatkan izin dari Daryono pada Sabtu (15/1/2021) untuk mengutip unggahannya tersebut.

Baca juga: Update Dampak Gempa Banten M 6,6 dan Wilayah yang Merasakannya

Sejarah gempa dan tsunami di Selat Sunda

Baca juga: Penjelasan BMKG soal Penyebab Gempa Banten Magnitudo 6,6

Fakta gempa magnitudo 6,6 di Banten

Lebih lanjut, Daryono juga menyampaikan sejumlah fakta terkini pasca-gempa di Ujung Kulon Selat Sunda pada Jumat (14/1/2022) pukul 16.05 WIB.

Episenter gempa, imbuhnya, berada di laut pada jarak 132 km arah barat daya Kota Pandeglang, Banten, dengan kedalaman hiposenter 40 km.

Gempa tersebut memiliki mekanisme sumber pergerakan naik (thrust fault) akibat adanya proser tekanan yang kuat.

"Gempa ini bersifat destruktif. Data BPBD Kabupaten Pandeglang menunjukkan wilayah terdampak gempa mencakup 113 kelurahan dari 17 kecamatan di Pandeglang, di mana gempa ini menyebabkan lebih dari 700 rumah dan lebih dari 30 fasilitas umum rusak," ujar Daryono.

Namun demikian, gempa tersebut tidak berpotensi tsunami karena magnitudonya yang masih di bawah ambang batas rata-rata gempa pembangkit tsunami, yaitu 7,0 ditambah dengan kedalaman hiposenternya di 40 km.

Baca juga: Trending Gempa Banten M 6,7, Dirasakan Warga Jabodetabek hingga Bandung

Mengapa getaran gempa terasa luas?

Selain itu, data monitoring muka laut tidak menunjukkan adanya catatan perubahan muka laut pasca-gempa, ini yang menjadi bukti bahwa gempa yang terjadi tidak memicu tsunami.

"Gempa ini merupakan jenis gempa dangkal akibat adanya deformasi/patahan batuan di dalam Lempeng Indo-Australia yang tersubduksi/menunjam ke bawah Selat Sunda-Banten," kata Daryono.

"Para ahli menyebut jenis gempa ini sebagai "intraslab earthquake", ciri gempa intraslab mampu meradiasikan guncangan (ground motion) yang lebih besar dan lebih kuat dari gempa sekelasnya dari sumber lain," imbuhnya.

Sehingga, wajar jika gempa ini memiliki spektrum guncangan yang sangat luas dirasakan hingga Sumatra Selatan hingga Jawa barat.

Guncangan gempa ini, Daryono melanjutkan, terasa sangat kuat di Jakarta disebabkan karena adanya efek tapak lokal (local site effect) lapisan tanah lunak dan tebal di wilayah Jakarta yang memicu terjadinya resonansi gelombang gempa.

Sehingga, guncangan tanah mengalami amplifikasi atau perbesaran disamping juga adanya fenomena vibrasi periode panjang (long period vibration) karena gempa kuat yang sumbernya relatif jauh.

Baca juga: Gempa M 6,6 Guncang Banten, BMKG dan BNPB: Waspada Gempa Susulan

33 kali gempa susulan

Daryono menuturkan, gempa Ujung Kulon ini jenisnya mirip dengan gempa Selatan Jawa Timur magnitudo 6,1 pada 10 April 2021 yang juga bersifat destruktif.

Sama-sama gempa intraslab, yaitu gempa dengan sumber di dalam Lempeng Indo-Australia.

Hingga Sabtu (15/1/2022) pukul 12.00 WIB, hasil monitoring BMKG menunjukkan telah terjadi 33 kali aktivitas gempa susulan (aftershock), dengan magnitudo terbesar 5,7 dan magitudo terkecil adalah 2,5.

Menurutnya, Gempa Ujung Kulon pada Jumat sebenarnya bukan ancaman sesungguhnya karena segmen megathrust Selat Sunda mampu memicu gempa dengan magnitudo tertarget mencapai magnitudo 8,7.

"Dan ini dapat terjadi sewaktu-waktu, inilah ancaman yang sesungguhnya, kapan saja dapat terjadi karena Selat Sunda ini merupakan salah satu zona seismic gap di Indonesia yang selama ratusan tahun belum terjadi gempa besar sehingga patut diwaspadai karena berada di antara 2 lokasi gempa besar yang merusak dan memicu tsunami, yaitu gempa Pangandaran magnitudo 7,7 (2006) dan gempa Bengkulu magnitudo 8,5 (2007)," terangnya.

Baca juga: Penjelasan BMKG soal Penyebab Gempa Banten Magnitudo 6,6

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua
Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi