Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Akademisi dan konsultan komunikasi
Bergabung sejak: 6 Mei 2020

Doktor komunikasi politik & Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama.

“Layangan Putus” Penajam Paser Utara di Bakal Ibu Kota Negara

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.com / IRFAN KAMIL
Bupati Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Abdul Gafur Mas'ud ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Jumat (14/1/2022) dini hari.
Editor: Sandro Gatra

KIPRAHNYA yang cukup eksentrik, bukan dalam hal prestasi membangun daerahnya, pernah saya ulas di kolom Kompas.com; “Bupati dan Dermaganya, Nelayan dan Ketidakpastian Hidupnya” tertanggal 26 Agustus 2021.

Insting ketidakberesan dan keanehan mudah tercium sehingga saya tergelitik menuliskan kiprahnya.

Sangat disayangnya, salah satu bupati termuda di tanah air yang terpilih lewat Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2018 ini tamat riwayatnya saat dicokok Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ketika tengah “hang out” di sebuah pusat perbelanjaan di Jakarta bersama beberapa orang.

Dari tangan para pengiringnya, KPK berhasil mengamankan uang tunai Rp 950 juta dan beberapa tentengan belanjaan (Kompas.com, 14 Januari 2022).

Betapa tidak hebat, hebat dalam arti “berani” melawan nurani, sang Bupati Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur Abdul Gafur Mas’ud (31) ngotot membangun rumah dinas berbiaya fantastis di saat warganya tengah berjibaku melawan pandemi Covid-19.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sang Bupati “tega” menghabiskan anggaran Rp 34 miliar untuk rumah dinasnya.

Rumah jabatan tersebut dilengkapi dengan dermaga, pagar, ornamen, taman hingga interior rumah.

Pemasangan jaringan listrik untuk rumah dinas sepanjang 2 kilometer terus dikebut dengan biaya mencapai Rp 1,9 miliar.

Sementara warga di sekitarnya, sudah lama bermimpi rumah mereka diterangi lampu listrik (Kompas.com, 26/08/2021).

Alasan Sang Bupati memerintahkan pembangunan dermaga di belakang rumah dinasnya yang seluas dua hektar itu betapa ”mulia”.

Maksud saya mulia menurut versi bupati, yakni memudahkan dia menyandarkan speedbooat-nya agar gampang berpelesiran ke Balikpapan, kota paling ramai di timur Kalimantan.

Ketika pandemi mengamuk hingga tanggal 25 Agustus 2021, masih ada 382 warga Penajam Paser Utara yang dirawat dan 199 warga kehilangan nyama karena corona (Covid19.kaltimprov.go.id).

Alih-alih sigap meringankan penderitaan warga, Sang Bupati “ogah” mengurus pandemi dan menarik dari tim penanganan wabah.

Abdul Gafur tidak mau lagi mengurus lagi kasus corona, mulai dari pengadaan, penanganan dan lain-lain (Kompas.com, 13 Januari 2022).

Bupati Abdul Gafur merasa tersudut dengan alokasi anggaran penanganan Covid-19. Menurut dia, anggaran penanganan Vovid-19 bisa menjadi sumber masalah.

Selain itu, kader Partai Demokrat ini menilai payung hukum penanganan Covid-19 tidak tegas seperti yang tertuang dalam Keputusan Presiden (Keppres) tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Corona Virus Disease.

Menurut Bupati Abdul Gafur, Keppres tahun 2019-2020 tentang keadaan luar biasa seperti perang sehingga apapun harus dilakukan.

Dirinya menolak diperiksa atau dipermasalahkan jika dimintakan pertanggungjawaban penggunaan dana.

Menahan dana nakes & beli pulau

Deretan kontroversial lainnya dari Bupati Abdul Gafur adalah menahan pembayaran dana insentif tenaga kesehatan daerah tahun 2021 yang bersumber dari refocusing delapan persen dana alokasi umum (DAU) atau dana bagi hasil (DBH) tahun anggaran 2021.

Menurut data Kementerian Keuangan, Kabupaten Penajam Paser Utara per 15 Agustus 2021, tercatat belum merelalisasikan anggaran insentif tenaga kesehatan sebesar Rp 20.987.474.581,- (Kompas.com, 13 Januari 2022).

Santer dikabarkan, Bupati Penajem Paser Utara juga melengkapi koleksi properti yang dimilikinya dengan “membeli” Pulau Malamber di Sulawesi Barat seharga Rp 2 miliar.

Pulau Malamber merupakan salah satu pulau dari 12 pulau di gugusan Kepulauan Bala-balakang.

Pembelian Pulau Malamber oleh Abdul Gafur dibenarkan oleh Camat Bala-balakang, Juara (Kompas.com, 14 Januari 2022).

KPK melakukan operasi tangkap tangan terhadap Bupati Penajam Paser Utara berdasarkan bukti yang “cethoh weleh-weleh” terkait kasus dugaan suap terkait pengadaan barang dan jasa serta perizinan di beberapa proyek pekerjaan di dinas pekerjaan umum dan tata ruang serta dinas pendidikan, pemuda dan olahraga.

Bupati Abdul Gafur dituduh “memalak” para kontraktor melalui pejabat bawahannya seperti sekretaris daerah, kepala dinas pekerjaan umum dan tata ruang serta kepala bidang dinas pendidikan, pemuda dan olahraga.

Nilai kontrak proyek-proyek tersebut sekitar Rp 112 miliar antara lain untuk proyek tahun jamak peningkatan jalan Sotek – Bukit Subur senilai Rp 58 miliar dan pembangunan gedung perpustakaan dengan nilai kontrak Rp 9,9 miliar.

KPK juga menelisik “permainan” Bupati Abdul Gafur di pemberian izin untuk hak guna usaha (HGU) lahan sawit dan perizinan pemecah batu (Kompas.com, 14 Januari 2022).

Dengan melihat sepak terjang Bupati Penajam Paser Utara yang masih seusia jagung kepemimpinannya, terentang luas pola korupsinya dari memalak kontraktor infrastruktur, pemberian HGU yang bertarif hingga tarif receh untuk penambang galian tipe C.

Dugaan setoran ke partai

Dari kasus rasuah yang melibatkan Bupati Penajam Paser Utara ini, KPK dituntut untuk berani merunut kemana aliran uang “kongkalingkong” antara pejabat daerah, kontraktor hingga berakhir ke partai.

Kasus rasuah Bupati Penajam Paser Utara ditengarai KPK berkelindan dengan kiprah Abdul Gafur yang akan “running” sebagai Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Partai Demokrat Kalimantan Timur (Kompas.com, 15 Januari 2022).

Dana kutipan dari para kontraktor yang kebagian proyek di Penajam Paser Utara dikumpulkan Abdul Gafur dalam rekening milik Bendahara Umum DPC Partai Demokrat Balikpapan, Nur Afifah Balqis.

Abdul Gafur Mas’ud sampai saat ini tercatat sebagai Ketua DPC Partai Demokrat Balikpapan.

Dari penuturan teman-teman politisi dari berbagai partai, sumbangan atau setoran ke partai jamak dilakukan dengan penyerahan uang tunai dan menghindari transfer melalui perbankan guna memuluskan langkah politik dari para penyetor.

Cara penyerahan tunai dianggap teman partai aman dari monitoring KPK atau Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

Jabatan ketua DPC apalagi ketua DPD sebuah partai politik begitu valuable karena sangat berkuasa saat penyusan daftar calon anggota legislatif dan pemberian rekomendasi untuk calon kepala daerah yang akan maju di pilkada.

Setiap kebijakan ketua partai begitu “berduit” sehingga hampir semua kader mengincar posisi nomor satu di partai, walau untuk tingkat kabupaten atau provinsi.

Belum lagi tiket otomatis, jamak untuk ketua DPC diplot sebagai kandidat bupati atau wali kota dan untuk ketua DPD selangkah lagi menjadi calon gubernur atau wakil gubernur.

Yang menjadi pertanyaan adalah apakah “berani” KPK mengusik terlalu dalam aliran uang rasuah dari tingkat pemberi hingga tingkat penerima di akhir?

Kasus Harun Masiku atau kasus Menteri Sosial Juliari Batubara terhenti hingga tingkat pemberi dan penerima yang maksimal hanya “menyentuh” oknum partai tanpa bermuara di level akhir.

Kasus Menteri Sosial Idrus Marham dan Menteri Kelautan dan Perikana Edhy Prabowo juga tandas di level penerima yang juga oknum partai.

Setidaknya kasus Bupati Abdul Gafur menjadi “pintu” pembuka bagi KPK untuk membongkar kasus korupsi saling kelindan antara pihak pemberi, penerima serta penikmat akhir.

Hanya saja jika arah bidikan KPK ke Partai Demokrat bukan karena partai ini menjadi “oposisi” rezim pemerintahan Jokowi, tetapi karena memang benar adanya aliran dana haram mengalir ke partai besutan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Redupnya pemimpin Muda karena belitan rasuah

Cobaan terbesar dalam kehidupan manusia adalah gelimang harta dan kemewahan. Belum lagi buaian jabatan yang penuh hormat dari rakyat jelata.

Sayangnya, tidak semua kepala daerah bisa memaknai kepemimpinan strategik seperti yang digagas Presiden ke-lima RI Megawati Soekarnoputeri.

Menurut Megawati, kepemimpinan strategik tidak bisa berdiri atas dasar pencitraan tetapi harus turun langsung ke lapangan dan berbaur dengan rakyat kecil.

Membangun pemerintahan yang merakyat jauh lebih penting daripada sekedar mencari popularitas diri.

Megawati mewanti-wanti ukuran kemajuan suatu bangsa, parameter ideologis justru diambil dari kemampuan negara di dalam mengangkat nasib rakyat yang paling miskin dan terpinggirkan.

Itulah tanggungjawab etik dan moral terbesar dari seorang pemimpin yang menghadirkan keadilan sosial (Kompas.com, 11/06/2021).

Andai Abdul Gafur mengabaikan pesan Megawati karena menganggap dirinya kader Partai Demokrat, saya nukilkan pola kepemimpinan SBY yang mengedepankan pola pikirnya menjadi gaya kepemimpinannya.

Sikap SBY yang selalu detail, membuatnya selalu cermat dalam menyelesaikan setiap permasalahan yang ada.

Setiap pemimpin tidak hanya memberikan keputusan atau perintah, namun juga harus memberikan arahan dan mengamati bawahannya secara langsung (Salma Nisrina Nur Fadhilah & Nila Nurlimah, Unisba, 2017).

Alih-alih menjadi pemimpin strategik ala Megawati atau menjadi pemimpin pemikir ala SBY, Abdul Gafur Mas’ud nyatanya telah melukai kepercayaan warga Penajem Paser Utara yang mendapuknya sebagai kepala daerah di bakal ibu kota negara nantinya.

Ibarat “layangan putus” kini warga Penajam Paser Utara harus mengambil hikmah kebijaksanaan dalam memilih kepala daerah kelak bukan karena serangan fajar, bantuan sembako atau amplop yang berisi uang di saat kampenye.

Bupati yang begitu peduli dengan nasib rakyat kecil. Yang tertawa dan menangis bersama rakyat bukan lagi is my dream. Not hers.

Penajem Paser Utara yang makmur gemah ripah loh jinawi is my dream.

Mungkin saya terngiang-ngiang dengan adegan film “Layangan Putus” sehingga membayangkan Bupati Penajam Paser Utara sebagai Reza Rahadian atau tokoh Mas Aris dalam film tersebut yang menjadi pesakitan karena menyakiti kepercayaan warga Penajam Paser Utara.

Sebaliknya tokoh Kinan atau Puti Marino mirip betul dengan warga Penajam Paser Utara yang terluka.

Di dunia ini memang banyak betul godaan seperti tokoh Lidya Danira (Anya Geraldine) dalam film “Layangan Putus”.

Sayangnya Bupati Penajam Paser Utara tidak kuat menahan godaan Lidya Danira dalam wujud yang lain.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi