PADA masa mempelajari musik di Folkwanghochschule, Essen, Jerman, saya beruntung mendapat kehormatan menimba ilmu kontratitik (kontrapunkt atau counterpoint) dari Prof Nikolaus Huber sebagai sang mahacantrik tidak kurang dari sang mahapujanggamusik Luigi Nono sendiri.
Sayang saya sendiri belum sempat berguru pada Luigi Nono.
Kalbu
Mujur tak teraih, nahas tak tertolak kalbu musik saya sudah terlanjur tumbuh kembang di lingkungan kebudayaan Jawa, maka sudah terlalu terpengaruh oleh sukma kontratitik pancanada slendro dan pelog.
Bagi saya, kontratitik Jawa relatif lebih bebas merdeka dari belenggu aturan harus begini, harus begitu, ketimbang kontratitik diatonika mau pun dodekatonika musik Barat.
Maka meski kepala saya manggut-manggut sebagai pertanda tunduk pada ajaran Prof Nikolaus Huber.
Namun daya otak dan nurani musik saya diam-diam tidak mampu menyerap saripati makna kontratitik musik Barat yang berakar pada musik jaman Rennaisance, namun berkembang sampai ke musik fraktal abad XXI.
Di dalam karya-karya musik sederhana saya tidak mematuhi segenap kaidah kontrapunkt musik Barat.
Maka tidak ada bentuk fuga pada segenap perbendaharaan komposisi musik saya, meski di dalam karya-karya duabelasnada parsial seperti Paramnesia, Aparisi atau Metamoforsa Happy Birthday To You, saya menggunakan teknik kontratitik yang sebenarnya bukan kontratitik sebab para titik tidak saling kontra, bahkan pada hakikatnya tidak saling peduli antara jalur suara yang satu dengan yang lain mau pun lain-lainnya.
Sementara saya kagum campur iri atas kesaktian seorang pemusik Indonesia bernama DR Johannes Nugroho alumnus Universitas Indiana, Bloomington, USA, sedemikian mahir menggubah fuga sehingga kini bahkan bukan belajar, namun malah mengajar kontratitik di Universitas Pelita Harapan.
Nihil
Dengan kemampuan nihil dalam hal ilmu kontratitik akademis musik Barat terpaksa saya harus puas berperan sebagai katak dalam tempurung dalam hal menggubah musik kontrapunktif diatonika seperti Bach-Beethoven-Brahms.
Saya lebih (sedikit) mampu membuat musik kontratitik pancanada slendro dan pelog seperti yang diteladankan oleh Anjar Any dan Ki Nartosabdho.
Di masa pagebluk Corona, saya sedang mencoba menggarap musik dodekafonika dengan segenap perputarbalikan serta cerminan terkait dengan tragedi 28916 di kawasan Bukit Duri dengan tentu saja sama sekali lepas dari kaidah kontratitik yang telah dengan susah payah diajarkan Prof Nikaus Huber kepada saya.
Bukan akibat kontratitik kebudayaan Barat tidak indah, namun sekadar karena sukma peradaban musik saya sudah terlanjur lebih terpengaruh oleh sukma peradaban musik kebudayaan Jawa.
Mohon dimaafkan bahwa tampaknya saya memang merupakan korban perbenturan peradaban seperti yang diungkapkan oleh Samuel Huntington sebagai Clash of Civilizations.
Perbenturan peradaban juga saya alami dalam bidang senirupa, sastra, humor, kuliner, filsafat bahkan praktis pada segenap aspek kehidupan secara menyeluruh.
Meski tentu saja perbenturan peradaban yang saya alami hanya terbatas subyektif personal pada skala dimensi supra mikro belaka, maka total amat sangat sama sekali tidak penting-penting amat bagi kepentingan umat manusia seperti yang dikhawatirkan oleh Samuel Huntington.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.