Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejarah Imlek di Indonesia: 32 Tahun Dilarang Soeharto, Aturan Dicabut Gus Dur

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.com/M ZAENUDDIN
Persiapan menjelang Imlek petugas membersihkan Vihara Dhanagun, Kota Bogor, Jawa Barat, Sabtu (18/1/2020). Petugas menghabiskan waktu kurang lebih seminggu untuk membersihkan Vihara.
|
Editor: Rizal Setyo Nugroho

KOMPAS.com - Perayaan Imlek atau Tahun Baru China akan jatuh pada 1 Februari 2022.

Perayaan Imlek di Indonesia memiliki sejarah yang panjang.

Imlek sempat dilarang pada masa Presiden Soeharto. Namun sejak era kepemimpinan Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, Imlek kembali dirayakan dengan semarak oleh mayoritas masyarakat Tionghoa di Indonesia.

Baca juga: Sejarah Imlek di Indonesia, dari Zaman Jepang, Orde Baru sampai Gus Dur

Dilarang Soeharto

Melansir Harian Kompas, 8 Februari 2005, ada 21 peraturan perundangan yang diterapkan Presiden Soeharto terkait warga keturunan Tionghoa tidak lama setelah ia memperoleh Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar).

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Presiden Soeharto mengeluarkan Inpres Nomor 14 Tahun 1967 tentang Agama, Kepercayaan, dan Adat Istiadat China.

Berdasarkan Inpres tersebut, Presiden Soeharto menginstruksikan kepada menteri agama, menteri dalam negeri, dan segenap badan serta alat pemerintah di pusat dan daerah untuk melaksanakan kebijaksanaan pokok mengenai agama, kepercayaan, dan adat istiadat China.

Isi dari Inpres ini di antaranya adalah pelaksanaan Imlek yang harus dilakukan secara internal dalam hubungan keluarga atau perseorangan.

Perayaan-perayaan pesta agama dan adat istiadat China dilakukan secara tidak mencolok di depan umum, melainkan dilakukan dalam lingkungan keluarga.

Perayaan Imlek sembunyi-sembunyi

Saat itulah, aktivitas masyarakat Tionghoa, termasuk dalam perayaan tahun baru Imlek menjadi dibatasi.

Selama berlakunya Instruksi Presiden tersebut, Imlek terlarang dirayakan di depan publik.

Seluruh perayaan tradisi dan keagamaan etnis Tionghoa termasuk tahun baru Imlek, Cap Go Meh dilarang dirayakan secara terbuka. Barongsai dan liang liong pun dilarang dipertunjukkan di publik.

Baca juga: Sejarah Perayaan Imlek di Indonesia, 32 Tahun Dilarang oleh Soeharto

 

Lagu dan huruf Mandarin dilarang

Selain itu, huruf-huruf atau lagu Mandarin tidak boleh diputar di radio.

Dalam 32 tahun pemerintahan Presiden Soeharto, aktivitas perayaan sembunyi-sembunyi ini tetap berjalan.

Berdasarkan 21 peraturan perundangan yang berlaku saat itu, istilah "Tionghoa" lalu berganti menjadi "China".

Kebijakan-kebijakan ini disebut sebagai upaya dalam proses asimilasi etnis.

Baca juga: Kapan Hari Raya Imlek 2022? Berikut Sejarah Imlek dan Tradisinya

Kembali bebas

Pembatasan tersebut kemudian mulai surut pasca-Reformasi.

Presiden Habibie dalam masa jabatannya yang singkat menerbitkan Inpres Nomor 26 Tahun 1998 yang membatalkan aturan-aturan diskriminatif terhadap komunitas Tionghoa.

Inpres tersebut salah satunya berisi tentang penghentian penggunaan istilah pribumi dan nonpribumi dalam penyelenggaraan pemerintahan.

Kemudian, pada tanggal 17 Januari 2000, Gus Dur mengeluarkan Inpres Nomor 6 Tahun 2000 yang isinya mencabut Inpres Nomor 14 Tahun 1967 yang dibuat Soeharto saat masa pemerintahannya.

Sejak saat itu, Imlek dapat diperingati dan dirayakan secara bebas oleh warga Tionghoa.

Kebijakan tersebut kemudian ditindaklanjuti oleh Presiden Megawati dengan Keppres Nomor 19 Tahun 2002 tertanggal 9 April 2002 yang meresmikan Imlek sebagai hari libur nasional.

Imlek zaman pendudukan Jepang

Jauh sebelum Gus Dur, pernah pada zaman pendudukan Jepang, imlek tahun 1943 dijadikan sebagai hari libur resmi.

Penetapan itu termaktub dalam Keputusan Osamu Seirei No 26 tanggal 1 Agustus 1943. Inilah pertama kali dalam sejarah Tionghoa di Indonesia, di mana Imlek menjadi hari libur resmi.

Zaman kemerdekaan

Tomy Su Koordinator Masyarakat Pelangi Pencinta Indonesia, seperti dikutip dari Harian Kompas (8/2/2005) menyebut, di masa awal revolusi, Pemerintah Republik Indonesia juga mengizinkan perayaan tahun baru China oleh masyarakat Tionghoa.

Presiden Soekarno mengeluarkan maklumat boleh mengibarkan bendera kebangsaan Tiongkok dalam setiap hari raya bangsa Tionghoa.

Pada tahun ajaran 1946/1947, tiga hari raya Tionghoa (Imlek, wafatnya nabi Konghucu, dan Tsing Bing) dijadikan hari libur resmi.

Baca juga: Imlek, Asal Usul Munculnya Shio di China

Orde baru

Kondisi berubah setelah meletusnya peristiwa G30S. Rezim Orde Baru dengan Inpres No 14/1967 membuat Imlek terlarang dirayakan di depan publik.

Pertunjukan barongsai, liang liong harus sembunyi; lagu Mandarin tidak boleh diputar di radio.

Selama 32 tahun Orba berkuasa, tidak pernah ada imlek yang meriah seperti tahun-tahun terakhir ini.

Tomy mengatakan, ada 21 peraturan perundangan yang diterapkan Soeharto, beraroma rasis terhadap Tionghoa.

Hal itu bisa terlihat dari ditutupnya sekolah-sekolah berbahasa pengantar China (1966), kehidupan masyarakat Tionghoa diawasi dengan keluarnya Inpres No 14/1967 tentang larangan agama, kepercayaan, dan adat istiadat China, proses naturalisasi (1969).

"Ethnic cleansing atas Tionghoa tidak hanya dalam pengertian fisik, tetapi juga pemusnahan segala hal yang berbau Tionghoa, termasuk kebudayaan dan tradisi agamanya," tulis Tomy.

 

Imlek sepi

Dampaknya, tahun baru imlek di masa orde baru sepi. Harian Kompas 1 Februari 1973 ketika itu menulis, sebagian besar masyarakat keturunan yang berumur di bawah 40 tahun sudah tidak lagi merayakan imlek.

Generasi yang lebih muda bahkan tidak mengetahui kapan Tahun Baru China atau Imlek jika tidak diberitahu oleh generasi yang lebih tua.

Reformasi

Kemudian pada 17 Januari 2000, Gus Dur mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 6 Tahun 2000.

Isi dari inpres tersebut mencabut Inpres No 14/1967 yang dibuat Soeharto tentang agama, kepercayaan, dan adat istiadat China.

Setelah keluarnya inpres itu, masyarakat Tionghoa kembali dapat merayakan tahun baru Imlek di ruang publik.

"Maka setiap kali menjelang perayaan Imlek, saya selalu ingat Gus Dur. Sejak menjabat sebagai Ketua Nahdlatul Ulama, tiada henti Gus Dur membela penganut aliran kepercayaan dan pemeluk Konghucu untuk memperoleh haknya sebagai warga negara," kata FX Triyas Hadi Prihantoro, guru SMA Pangudi Luhur Santo Yosef Surakarta.

Hari Libur Nasional

Megawati Soekarnoputri, Presiden kelima Republik Indonesia kemudian menyempurnakan keputusan Gus Dur dengan menetapkan Imlek sebagai hari libur nasional pada tahun 2003.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi