Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Benarkah Indonesia Sudah Masuk Gelombang Ketiga Covid-19?

Baca di App
Lihat Foto
M RISYAL HIDAYAT
Petugas kesehatan melakukan tes usap cepat antigen kepada calon penumpang di Stasiun Pasar Senen, Jakarta, Jumat (28/1/2022). Pemerintah mengimbau pada warga untuk mengurangi mobilitas guna menekan risiko penularan COVID-19 setelah angka kasus infeksi SARS-CoV-2 nasional bertambah 9.905 kasus menjadi 4.319.175 kasus pada Jumat (28/1/2022). ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/wsj.
|
Editor: Rendika Ferri Kurniawan

KOMPAS.com - Pemerintah belum dapat memastikan apakah Indonesia sudah memasuki gelombang ketiga Covid-19.

Meskipun demikian, telah terjadi lonjakan kasus Covid-19 berturut-turut selama beberapa waktu terakhir.

"Jadi untuk penetapan gelombang ketiga kita terus pantau karena baru 10 hari terjadi peningkatan kasus," ucap Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi, dikutip dari Kompas.com, Kamis (3/2/2022).

Namun, pakar menyebutkan, sesungguhnya kondisi pandemi di Indonesia saat ini sudah menunjukkan bahwa kita tengah berada di awal dari gelombang ketiga yang sudah dimulai.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Dalam sisi kondisi (Indonesia saat) ini, sudah jelas ini adalah anak tangga dari gelombang ketiga kita," sebut epidemiolog Griffith University, Dicky Budiman, saat dihubungi, Kamis (3/2/2022).

Baca juga: Asteroid Raksasa 2022 AA Dekati Bumi pada 5 Februari, Berbahayakah?

Tanda-tanda gelombang baru Covid-19

Dia menjelaskan, gelombang infeksi Covid-19 sesungguhnya hanya bisa dilihat dari kurva kasus infeksi dalam seiring berjalannya waktu.

Namun, sebagai epidemiolog dan pakar yang mempelajari pandemi, Dicky mengatakan, ada sejumlah parameter yang bisa dilihat untuk menyebut apakah sebenarnya sebuah negara sudah mulai memasuki gelombang infeksi atau belum.

Pada umumnya tanda yang bisa dilihat adalah adanya peningkatan kasus infeksi per 7 hari atau 14 hari, angka reproduksi meningkat atau positivity rate meningkat.

"Kalau di tujuh hari pertama sudah dua kali meningkat positivity rate, itu tanda awal dari gelombang," ujar Dicky.

"Ketika terjadi peningkatan infeksi, kemudian hunian ICU, dan ada kematian, sebetulnya itu sudah memperkuat," lanjut dia.

Hal itu karena hunian rumah sakit dan kasus kematian menjadi indikator ada banyak kasus di masyarakat.

Akan tetapi, apabila kenaikan kasus infeksi tidak dibarengi dengan peningkatan perawatan rumah sakit apalagi kematian, belum bisa tergesa-gesa dikatakan sudah masuk dalam gelombang baru.

Baca juga: Bisakah Terkena Omicron jika Sudah Pernah Terpapar Delta?

Dicky menggarisbawahi, untuk disebut sebagai gelombang infeksi, jumlah kasus yang terjadi tidak harus mencapai angka yang fantastis.

Misalnya di Thailand, gelombang 1 mereka kasus secara total hanya di kisaran 5.000, gelombang kedua total tidak mencapai 10.000 kasus, dan baru di gelombang ketiga kasus infeksi melebihi angka 100.000.

Yang terpenting adalah adanya peningkatan kasus infeksi di kurva, terdapat puncak, dan kemudian terjadi penurunan.

"Jadi namanya gelombang itu tidak harus ratusan ribu (kasus infeksi), tapi dalam konteks Indonesia pasti banyak, akan banyak dengan Omicron saat ini," pungkas dia.

Baca juga: Kasus Covid-19 Meningkat, Indonesia Sulit Hindari Gelombang Ketiga

Lebih penting mitigasi

Terkait dengan pernyataan pemerintah yang menganggap kondisi saat ini belum merupakan gelombang ketiga, Dicky sama sekali tak mempermasalahkannya karena itu bukan hal esensial.

"Saya tidak bisa memaksakan pemahaman ini karena tidak semua orang bisa paham, biar waktu saja yang menentukan," ujar dia.

Hal yang lebih penting adalah melakukan upaya mitigasi ketimbang beradu pendapat sudah atau belum gelombang ketiga.

"Yang paling penting adalah mencari data sebanyak mungkin, mitigasi yang harus dilakukan. Yang paling penting itu responsnya dan menyelamatkan banyak nyawa, 3T, 5M, vaksinasi, pembatasan," papar dia.

Pemerintah penting untuk segera melakukan respons atas kondisi yang terjadi. Di lain pihak, masyarakat juga wajib meningkatkan kewaspadaan.

Semua harus dilakukan demi melindungi kelompok masyarakat yang rawan, misalnya lansia dan pemilik komorbid.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi