Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hari Ini dalam Sejarah: Meteorit Sikhote-Alin Seberat 90.000 Kilogram Jatuh Ke Bumi

Baca di App
Lihat Foto
SHUTTERSTOCK/Vadim Sadovski
Ilustrasi meteor jatuh ke Bumi. Viral meteor jatuh di Sulawesi.
|
Editor: Rendika Ferri Kurniawan

KOMPAS.com - Hari ini 75 tahun lalu, tepatnya 12 Februari 1947, meteorit besi Sikhote-Alin jatuh di Pegunungan Sikhote-Alin di Siberia.

Meteorit adalah sisa meteoroid atau asteroid yang bertahan melewati atmosfer bumi dan mendarat di permukaan bumi.

Dilansir Live Science, 16 Juni 2011, berat meteorit Sikhote-Alin sekitar 200.000 pon atau 90.000 kg. Dinamai demikian karena meteorit itu jatuh di Pegunungan Sikhote-Alin.

Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: WHO Resmi Menamai Penyakit Covid-19

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Catatan sejarah Meteorit Sikhote-Alin

Meteorit Sikhote-Alin memasuki atmosfer dengan kecepatan yang mencengangkan, yaitu 8,7 mil per detik (14 km/s), atau lebih dari 31.000 mph.

Hebatnya, meteorit itu tampak lebih terang daripada matahari saat melesat ke bawah dan terlihat dari jarak hingga 190 mil (300 km).

Jejak asap sisa dapat terlihat selama beberapa jam setelah tumbukan, dan selama bertahun-tahun, serpihan besi ditemukan terdorong ke pepohonan.

Dikutip dari Sun.org, meteorit itu jatuh pada pukul 10.38 waktu setempat. Sikhote-Alin adalah salah satu meteorit terbesar yang pernah jatuh.

Berat pra-atmosfernya sekitar 100 ton dan sekitar 70 ton berhasil mendarat di tanah. Sisanya menguap di atmosfer selama jatuh.

Setelah masuk ke atmosfer, meteorit itu pecah.

Akhirnya, pada ketinggian sekitar 5,6 km, potongan terbesar dari fragmen ini meledak dalam peristiwa yang disebut ledakan udara, menciptakan lapangan besar yang berserakan.

Lebih dari 100 kawah tumbukan ditemukan. Adapun yang terbesar berdiameter 26 m dan memiliki kedalaman 6 m.

Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Tragedi Munich 1958, 8 Pemain Manchester United Tewas dalam Kecelakaan Pesawat

Meteorit Sikhote-Alin yang jatuh ke bumi terdiri atas:

1. Spesimen dengan cap jempol atau regmaglypted.

Ini terbentuk ketika meteorit pertama kali pecah tinggi di atas tanah, tak lama setelah masuk ke atmosfer.

Pada kecepatan yang masih sangat tinggi beberapa kilometer per detik, permukaan pecahan-pecahan ini menjadi sangat panas.

Permukaan meleleh dan karena lintasan atmosfer berkecepatan tinggi, fitur ablasi dibuat dalam bentuk banyak regmaglypts kecil. Spesimen ini juga disebut "individu".

2. Spesimen pecahan

Potongan-potongan ini dibuat ketika bagian dari meteor meledak di ketinggian yang lebih rendah.

Setelah ledakan, potongan-potongan itu begitu lambat sehingga permukaannya tidak sepenuhnya meleleh selama sisa penerbangan mereka.

Pecahan peluru memiliki bentuk compang-camping dengan sudut tajam. Cara kedua di mana beberapa pecahan peluru ini terbentuk adalah pada tumbukan.

Ketika potongan-potongan yang lebih besar menghantam tanah yang membeku dengan kecepatan tinggi, beberapa di antaranya dihancurkan menjadi potongan-potongan kecil.

Salah satu kawah tumbukan ini menciptakan 464 pecahan peluru dengan total massa 256 kg.

Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Facebook Dilahirkan, Berikut Perjalanannya

Meteorit itu mungkin berasal dari sabuk asteroid tempat tubuh induknya bertabrakan dengan objek lain.

Sikhote-Alin adalah salah satu bagian dari puing-puing yang diciptakan oleh tabrakan ini.

Meteorit kemudian memasuki orbit yang sangat elips mengelilingi matahari yang membuatnya menjadi apa yang disebut asteroid Apollo, asteroid yang jarak terdekatnya dengan Matahari terletak di dalam orbit Bumi. Kebanyakan meteorit menuju ke Bumi seperti itu.

Sejumlah besar kepingan dimiliki oleh Akademi Ilmu Pengetahuan Rusia dan fragmen terbesar yang ditemukan (1745 kg) dipajang di Museum Fersman di Moskow.

Banyak potongan yang lebih kecil sekarang dimiliki oleh kolektor pribadi.

 

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi