Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tangkuban Parahu Mengeluarkan Gas Solfatara, Apa Bahaya Gas Solfatara?

Baca di App
Lihat Foto
ANTARA/HO-PVMBG
Asap solfatara di Gunung Tangkuban Parahu terpantau dari kamera pengawas PVMBG.
|
Editor: Inten Esti Pratiwi

KOMPAS.com – Gunung Tangkuban Parahu di Jawa Barat memuntahkan asap solfatara pada Sabtu siang (12/2/2022) lalu.

Muntahan asap solfatara itu diikuti dengan suara gemuruh. Aktivitas tersebut terpantau oleh kamera pengawas di Gunung Tangkuban Parahu.

Diberitakan Kompas.com, Minggu (13/2/2022), Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) menyebutkan Gunung Tangkuban Parahu mengeluarkan asap putih yang disertai suara blazer di kawah Ecoma atau sekitar 100 meter dari dasar kawah.

Akibat dari aktivitas tersebut, PVMBG mengimbau agar masyarakat tidak mendekati bibir kawah guna menghindari asap solfatara.

"Kita sudah berkoordinasi dengan pihak terkait agar masyarakat tidak mendekat ke kawah," kata Andiani selaku Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), dilansir dari Kompas.com, Senin (14/2/2022).

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baca juga: Terjadi Peningkatan Aktivitas Vulkanik, Begini Potensi Bahaya Gunung Tangkuban Parahu

Apa itu gas solfatara?

Gas solfatara merupakan salah satu material berupa gas yang dimuntahkan oleh gunung berapi.

Selain gas, material muntahan gunung berapi lainnya bisa berbentuk padat dan cair.

Gas solfatara mengandung sulfur atau belerang. Gas ini berbahaya jika dihirup oleh makhluk hidup.

“Gas solfatara ini intinya adalah gas yang mengandung sulfur atau belerang. Yang paling banyak ya sulfur dioksida ataupun juga ada sulfur trioksida,” kata Prof. Reviono, Dokter Spesialis Paru RSUD Dr. Moewardi, saat dihubungi oleh Kompas.com, Senin (14/2/2022).

Karena sifatnya berupa gas, gas solfatara ini dapat membahayakan saluran pernapasan apabila terhirup oleh makhluk hidup.

Baca juga: Terjadi Awan Panas, Berikut Potensi Bahaya Gunung Merapi

Penyebab terjadinya gas solfatara

Diberitakan oleh Kompas.com, Minggu (13/2/2022), gas solfatara yang dikeluarkan Gunung Tangkuban Parahu diduga karena adanya air di bawah permukaan atau air yang meresap ke bawah permukaan gunung.

Kemudian, air tersebut mendidih karena batuan panas di bagian dangkal di bawah permukaan kawah.

"Kondisi inilah yang kemudian membentuk akumulasi uap air (steam) bertekanan tinggi, sehingga terjadi "over pressure" dan keluar melalui rekahan sebagai zona lemah, berupa hembusan yang cukup kuat," kata Kepala PVMBG Andiani, dilansir dari Kompas.com, Senin (14/2/2022).

Dinamika aktivitas vulkanik di dekat permukaan seperti ini dapat terjadi karena ada perubahan kesetimbangan energi yang berasal faktor internal maupun eksternal.

Faktor internal berasal dari tekanan uap magma yang naik dari kedalaman, sementara faktor eksternal dapat berasal dari curah hujan dan tingkat evaporasi atau penguapan.

Baca juga: Kawah Gunung Tangkuban Perahu Semburkan Asap Solfatara, Ini Fakta Lengkapnya

Bahaya gas solfatara

Prof. Reviono menyebutkan, gas solfatara yang terhirup dapat membahayakan sistem saluran pernapasan.

“Gas solfatara mempunyai efek yang jelas merugikan mulai dari saluran napas atas, mulai dari hidung,” jelas Prof. Reviono.

Kemudian, efek berkelanjutan dari bahaya gas solfatara bisa dirasakan di tenggorokan hingga ke sistem saluran pernapasan bawah.

Prof. Reviono mengatakan bahwa gas solfatara yang terhirup akan menyebabkan membran mukosa di dalam hidung teriritasi. Akibatnya, sistem saluran pernapasan mengalami peradangan sehingga dinding saluran tersebut terganggu.

“Selaput lendirnya atau mukosanya terangsang dan teriritasi. Sehingga akan terjadi peradangan. Nah, itu yang menyebabkan gangguan pada dinding saluran napas kalau sampai di bawah,” jelas Prof. Reviono.

Prof. Reviono menegaskan bahwa efek bahaya berupa gangguan dinding saluran itu bisa terjadi apabila gas solfatara terhirup sampai ke sistem saluran pernapasan bawah.

Namun, ada kemungkinan gas solfatara hanya terhirup sedikit dan tidak mencapai sistem saluran pernapasan bawah.

“Mungkin saja gas solfatara tidak sampai ke bawah. Karena gas ini berbau, berbau busuk. Kalau berbau busuk kan, setelah membau orang akan lari biasanya. Sehingga tidak banyak yang terhirup,” imbuh Prof. Reviono.

Kendati demikian, gas solfatara ini lebih berisiko bagi pengidap penyakit asma. Terhirup sedikit saja, gas solfatara bisa langsung memicu gangguan sesak napas bagi penderita asma.

Baca juga: Warga di Kaki Gunung Tangkuban Perahu Kini Tak Lagi Susah Akses Layanan Perbankan

Berbagai dampak asap solfatara

Efek dari asap solfatara yang terhirup oleh makhluk hidup dibedakan menjadi dua, yaitu dampak pendek (akut) dan dampak panjang.

  • Dampak pendek (akut) bisa langsung dirasakan oleh pengidap penyakit asma yang menghirup gas solfatara. Biasanya mereka akan langsung mengalami sesak napas begitu menghirup gas solfatara meskipun dalam jumlah sedikit.
  • Sementara dampak berkepanjangan dari bahaya menghirup gas solfatara adalah terjadinya peradangan pada saluran napas, seperti bronkitis.

“Bisa ada kerusakan di situ, namanya bronkitis, bisa bronkitis kronik. Efeknya itu mudah atau rentan terinfeksi karena kondisi selaput mukosanya tidak lagi normal,” pungkas Prof. Reviono.

Kendati telah mengeluarkan gas solfatara, hingga saat ini PVMBG memastikan bahwa aktivitas vulkanik Gunung Tangkuban Parahu masih berstatus normal.

Baca juga: Selama 2022, Ada 80 Kali Gempa Hembusan di Tangkuban Parahu, Ini Dampaknya

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi