Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saat Kasus Harian Covid-19 Masih Tinggi dan Perjalanan Internasional Tetap Dibuka...

Baca di App
Lihat Foto
ANTARA FOTO/Aprillio Akbar
Sejumlah murid mengikuti Pembelajaran Tatap Muka (PTM) di SDN Duren Tiga 09 Pagi, Jakarta, Selasa (8/2/2022). Dinas Pendidikan DKI Jakarta memberlakukan PTM 50 persen untuk sementara, seiring peningkatan kasus COVID-19 varian Omicron di Ibu Kota. ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/wsj.
|
Editor: Sari Hardiyanto

KOMPAS.com - Kasus virus corona di Indonesia kembali mengalami peningkatan dan masih di angka lebih dari 30.000 kasus harian.

Menurut data terbaru dari Satgas Covid-19, Senin (14/2/2022), jumlah kasus harian yang tercatat mencapai 36.501 kasus, dengan kematian 145 orang dalam 24 jam.

Sementara itu, perjalanan internasional pun masih tetap dibuka oleh pemerintah.

Baca juga: Ketahui, Ini Efek Samping Vaksin Covid-19 Booster

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Analisis epidemiolog soal peningkatan kasus Covid-19

Epidemiolog dari Griffith University Australia Dicky Budiman mengatakan bahwa Indonesia memang sedang mengalami pola gelombang dengan pertumbuhan eksponensial.

"Kan pola dari gelombang, ini bicara Omicron yang ada namanya pertumbuhan eksponensial, jadi 10 kasus, jadi 20 kasus, jadi 40 kasus dalam beberapa hari dan seterusnya," ujar Dicky saat dihubungi Kompas.com, Selasa (15/2/2022).

Menurutnya, adanya pertumbuhan eksponensial inilah menjadi alasan mengapa kasus infeksi Covid-19 di Indonesia semakin banyak.

Baca juga: Berikut Gejala Omicron dan Pengobatannya

Terlebih prokes 3T ( Testing, Tracing, dan Treatment) dinilai masih terbatas di Indonesia.

Selain itu, Dicky juga mengungkapkan bahwa meningkatnya kasus Covid-19 bisa disebabkan karena mereka yang rawan terinfeksi dalam kondisi yang memang rawan atau sedang menurunkan proteksi daya tahan tubuh.

"Ketika orang-orang mulai menginfeksi kelompok yang rawan, misal dia sedang menurun proteksinya, maka mulai bergejala dan mencari tes, mau tidak mau ya terdeteksi," lanjut dia.

Baca juga: Tak Sengaja Bertemu Pasien Positif Omicron, Apa yang Harus Dilakukan?

Jarak antar vaksin cukup lama

Dicky menyampaikan, banyaknya kasus harian Covid-19 pada Februari 2022 sebenarnya juga disebabkan karena jarak antara vaksinasi dosis 1 dengan vaksinasi dosis 2 terlampau agak jauh atau lebih dari 1 bulan.

Padahal, pemerintah mengimbau kepada masyarakat untuk segera mendapatkan vaksinasi dosis 2, setelah habis masa efikasi vaksinasi 1.

"Karena vaksin keduanya sudah lebih dari 1 bulan, atau terinfeksinya lebih dari 6 bulan lalu, jadi cenderung bergajala," ujar Dicky.

Selain itu, Dicky menyampaikan, kondisi ini bakal menuju puncak atau semakin banyak yang terinfeksi, terlebih orang yang terpapar Omicron mengalami gejala singkat sekitar 3-4 hari.

Artinya, masyarakat akan melihat pola peningkatan ini sampai akhir Februari 2022, dengan masa krisinya sampai awal Maret 2022.

Baca juga: Kenali Perbedaan Gejala Omicron dengan Flu Biasa, Apa Saja?

Tren nakes kewalahan dan kematian meningkat

Tidak hanya itu, tingginya kasus harian juga dibarengi dengan lonjakan perawatan di rumah sakit dan kematian akibat Covid-19.

Negara lain pun mengalami hal yang serupa.

"Jika kondisinya sudah begitu, artinya kita harus hati-hati dalam pelonggaran karena kematian meningkat maka ada kelemahan, ada bocor-bocor kasus, itu yang harus diperbaiki," ujar Dicky.

Mengenai masih dibukanya pintu bandara untuk perjalanan internasional, Dicky mengatakan, pelonggaran perjalanan bukan karena aman, diduga untuk ekonomi politik.

Baca juga: Apakah Kasus Pertama Omicron di Indonesia Merupakan Transmisi Lokal?

Menurut dia, kondisi yang aman yakni vaksinasi dosis 2 sudah mencapai 90 persen, dan dosis ke-3 setidaknya 80 persen pada semua kelompok usia.

Namun, Indonesia saat ini memang belum mencapai tahap "aman" tersebut.

"Ini pembukaan kelonggaran bukan sudah aman, tapi memang ada tuntutan itu dari pemerintah dan masyarakat sebetulnya, ya tetap berisiko namun bergantung pada masing-masing daerah, dan harus ada mitigasinya untuk mengurangi," imbuhnya.

Yang perlu diperhatikan bagi masyarakat Indonesia maupun pemerintah adalah Omicron bukan varian terakhir, dan juga apa yang sedang dialami Indonesia bukan gelombang terakhir.

Sehingga, apa pun yang dipilih dalam aspek pemulihan harus ada rencana yang kuat dalam masa jangka pendek, menengah, dan panjang.

Baca juga: Apakah Varian Omicron Meningkatkan Kasus Kematian di Indonesia?

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: Cara Pantau Penyebaran Varian Omicron di Dunia

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi