Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Pemimpin Redaksi Kompas.com
Bergabung sejak: 21 Mar 2016

Wartawan Kompas. Pernah bertugas di Surabaya, Yogyakarta dan Istana Kepresidenan Jakarta dengan kegembiraan tetap sama: bersepeda. Menulis sejumlah buku tidak penting.

Tidak semua upaya baik lekas mewujud. Panjang umur upaya-upaya baik ~ @beginu

Keterusterangan Luhut Soal "Rencana Denmark" di Indonesia

Baca di App
Lihat Foto
Wulang Sunu
Mr Loske memakai masker. Ilustrasi oleh Wulang Sunu
Editor: Amir Sodikin

HAI, apa kabarmu?

Semoga kabarmu baik karena kondisi kesehatan yang kita terima sebagai anugerah di samping semua upaya baik yang telah kita lakukan untuk menjaganya.

Mendapati kondisi kesehatan memang tidak semata-mata upaya kita sendiri. Banyak contohnya akhir-akhir ini di tengah merebaknya penularan Covid-19.

Seperti kita ketahui bersama, jumlah kasus positif yang dilaporkan per hari sudah melampaui puncak gelombang kedua saat varian delta merebak, 15 Juli 2021.

Saat itu, kasus harian yang tercatat mencapai 56.757 kasus. Tujuh bulan kemudian, pada 15 Februari 2022, kasus harian tercatat 57.049.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dengan merebaknya kasus yang didominasi varian omicron, makin sering kita mendengar teman, saudara, atau keluarga dekat positif. 

Kerap kita mendengar mereka heran kenapa bisa terpapar lalu terkonfirmasi positif.

Setelah menilik kembali gaya hidup mereka terkait prokes, dengan mudah kita bisa menunjukkan celahnya sekaligus bisa menjadikannya pembelajaran untuk diri sendiri.

Terdengar membosankan, tetapi disiplin prokes adalah pertahanan terakhir yang ada dalam kendali kita di tengah banyak hal yang tidak bisa kita kontrol untuk menjaga kesehatan.

Disipin prokes itu adalah memakai masker secara benar, mencuci tangah dengan sabun dan air mengalir, dan menjaga jarak, dan menghindari keramaian atau kerumun.

Mayoritas teman, saudara, atau anggota keluarga yang terkonfirmasi positif padahal sudah vaksin lengkap ditambah booster, kendor soal disiplin prokes ini.

Jujur hal ini kerap saya nyatakan agar diakui dan mempercepat penyembuhan.

Perasaan sudah "kebal" dengan vaksin lengkap ditambah booster kerap melenakan. Saat terlena, celah itu terbuka dan virus bisa masuk leluasa.

Meskipun jumlah kasus positif yang dicatat sudah melebihi kasus saat puncak delta, kepanikan kita karenanya jauh sekali berbeda. Ini kabar baik tentunya.

Kali ini, kita merasa seperti tidak sedang dalam ancaman yang tinggi. Perasaan ini merupakan refleksi dari realitas yang memang tidak terlalu mengancam.

Dibandingkan saat puncak varian delta merebak dengan jumlah kematian harian tertinggi di angka 2.069 jiwa pada 27 Juli 2021, saat ini jumlah kematian jauh di bawah angka itu.

Sebagai gambaran, jumlah kematian tertinggi saat kasus omicron setara dengan puncak kasus delta ada di angka 145 jiwa pada 14 Februari 2022.

Ini data yang kemudian dijadikan pijakan sejumlah kebijakan pemerintah.

Dengan dingin berpijak pada data, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan menyampaikan inti kebijakan pemerintah terang-terangan.

Di tengah perdiksi puncak omicron akhir Februari 2022, Luhut mengatakan, pemerintah tidak akan melakukan pengetatan-pengetatan.

Sebaliknya, sejumlah pelonggaran akan dilakukan ke depan dengan pemantauan.

Kebijakan pelonggaran itu tercermin dari karantina untuk pelaku perjalanan luar negeri dari 5 hari menjadi 3 hari per 1 Maret 2022.

Untuk pelaku perjalanan luar negeri yang sudah lengkap vaksin dan booster, karantina 3 hari berlaku minggu depan.

Jika situasi terus membaik, kebijakan karantina akan dihapuskan, bahkan sebelum April 2022.

Kebijakan pelonggaran itu diterapkan dalam penambahan satu pintu masuk penerbangan internasional menjadi tujuh.

Tujuh bandara itu adalah Soekarno-Hatta (Jakarta), Juanda (Surabaya), Ngurah Rai (Bali), Hang Nadim (Kepulauan Riau), Raja Haji Fisabilillah (Kepulauan Riau), Sam Ratulangi (Manado), dan Zainudin Abdul Majid (Lombok).

Penambahan pintu masuk ini tentunya terkait dengan gelaran MotoGP yang akan dilaksanakan 18-20 Maret 2022 di Sirkuit Mandalika, Lombok, Nusa Tenggara Barat.

Inti kebijakan pemerintah disampaikan Luhut dengan terus terang, "Sudah dua kali vaksin, sudah booster, tidak ada komorbid, silakan jalan-jalan."

Keterusterangan ini mengingatkan saya pada "Rencana Denmark" yang dinyatakan lebih awal pada 1 Feberuari 2022.

Denmark menjadi negara pertama di Uni Eropa yang mencabut semua pembatasan karena Covid-19.

Kepercayaan diri Denmark didasarkan pada tingginya tingkat vaksinasi bahkan untuk vaksin dosis ketiga.

Saat rata-rata negara Uni Eropa baru mencapai 45 persen untuk dosis ketiga vaksin, Denmark sudah mencapai 60 persen.

Kebijakan pencabutan semua pembatasan itu didasarkan pada ringannya dampak varian omicron untuk mereka yang sudah divaksin.

Warga tidak diwajibkan pakai masker wajah, tidak ada pembatasan jam malam, dan pembatasan kerumunan. Kehidupan di Denmark berjalan seperti sebelum pandemi.

Tanggung jawab dikembalikan ke masing-masing pribadi, termasuk tes mandiri jika memiliki gejala.

Jika dalam tes mandiri mendapati diri positif, warga diminta isolasi mandiri selama empat hari. Mereka yang memiliki kontak erat tidak diharuskan karantina.

Saat "Rencana Denmark" ini diterapkan, kasus harian di Denmark mencapai 40.000-50.000 dengan penduduk 5,8 juta. 

Tingginya kasus harian di Denmark yaitu sekitar satu persen dari jumlah penduduk dan kebijakan pencabutan semua pembatasan merupakan bagian dari strategi.

Penyebaran luas varian Omicron dimaksudkan untuk pembentukan "kekebalan yang lebih kuat dan tahan lama" guna menangkis gelombang baru di masa depan.

Di tengah ragunya banyak pemimpin terkait pandemi, keterusterangan Luhut menyampaikan sejatinya kebijakan pemerintah memberi kepastian bagaimana hidup harian harus dihadapi dan dijalani.

Berbasis data, sejumlah pelonggaran memang tidak bisa dihindari. Ada risiko melebarnya celah penyebaran virus karena pelonggaran ini.

Namun, risiko itu tampaknya justru dilihat sebagai peluang untuk menyegarakan puncak omicron yang menurut data ada di angka 3-4 kali puncak delta. 

Berdasar data itu, puncak omicron di Indonesia diperkirakan mencapai angka 150.000-200.000 kasus per hari di akhir Februari atau awal Maret.

Meskipun secara angka sangat besar, kekhawatiran berlebih tidak muncul karena keparahan karena omicron kira-kira dua kali dari flu.

Sebagai pembanging, Luhut menyebut, keparahan karena delta yang kita hadapi medio 2021 lalu kira-kira 13 kali dari flu.

Secara empirik, kita mudah mengenali perbedaan keparahan ini.

Coba bandingkan suara ambulans di jalan, sulitnya cari rumah sakit, tingkat kesembuhan, dan tingkat kematian saat ini dengan Juli 2021.

Rencana Denmark telah dinyatakan oleh pejabat yang bisa diandalkan di segala cuaca secara terus terang.

Disiplin prokes jangan kendor karena sejumlah pelonggaran.

Vaksin lengkap dan booster perlu disegerakan.

Salam terus terang,

Wisnu Nugroho

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi