KOMPAS.com - Vaksinasi booster mulai bulan Februari bisa dilakukan serentak di seluruh Indonesia.
Akan tetapi, terkadang masih ada keraguan untuk mengambil vaksin booster, seperti boleh tidaknya divaksin booster setelah positif Covid-19.
Jika diperbolehkan, berapa lama bisa divaksin booster setelah positif Covid-19?
Baca juga: Berapa Lama Masa Isolasi Mandiri untuk Pasien Omicron?
Penjelasan Kemenkes
Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan dr Siti Nadia Tarmizi mengatakan, bagi penyintas Covid-19 yang tidak dirawat di rumah sakit, bisa mendapatkan vaksin booster 1 bulan setelah sembuh.
Sedangkan bagi penyintas Covid-19 yang pernah dirawat di rumah sakit, maka harus menunggu 3 bulan.
"(Bagi yang) tidak dirawat di RS 1 bulan dan yang sudah dirawat di RS 3 bulan," kata Nadia pada Kompas.com, Selasa (15/2/2022).
Dihubungi terpisah, Ketua Komnas Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) Prof. Dr. dr. Hinky Hindra Irawan Satari, Sp.A (K), M.TropPaed menjelaskan, bagi penyintas Covid-19 bergejala ringan, boleh vaksinasi booster 1 bulan setelah sembuh.
Sementara itu, jika penyintas Covid-19 bergejala berat harus menunggu 3 bulan.
"Untuk ringan 1 bulan sesudah sembuh, 3 bulan sesudah sakit berat," ujar Hinky pada Kompas.com, Selasa (15/2/2022).
Baca juga: Berapa Lama Vaksin Booster Bisa Melindungi Tubuh dari Omicron?
Dikutip dari laman PAPDI, jika mengalami Covid-19 sebelum vaksin booster, yang bersangkutan masih bisa mendapatkan vaksin booster.
Ketentuannya pada kondisi Covid-19 asimtomatik, ringan, dan sedang, bisa divaksin minimal satu bulan setelah terkonfirmasi positif.
Sedangkan pada kondisi Covid-19 dengan gejala berat, vaksin booster dapat diberikan minimal tiga bulan setelah terkonfirmasi positif.
Namun juga dengan syarat yang bersangkutan sudah divaksin lengkap (dua dosis) minimal 6 bulan sebelumnya.
Baca juga: Membandingkan Efektivitas Vaksin Booster: Pfizer, AstraZeneca, dan Moderna
Perbedaan gejala ringan, sedang, hingga berat
Dilansir dari laman Kemenkes, 4 Februari 2022, gejala terinfeksi varian Omicron menurut Kementerian Kesehatan dibedakan menjadi 5, yaitu:
1. Tanpa gejala/asimtomatikAsimtomatik adalah tidak ditemukan gejala klinis.
Adapun yang dimaksud gejala ringan, yaitu pasien dengan gejala tanpa ada bukti pneumonia virus atau tanpa hipoksia, frekuensi napas 12-20 kali per menit dan saturasi oksigen lebih dari 95 persen.
Gejala umum yang muncul seperti:
- demam
- batuk
- kelelahan
- kehilangan nafsu makan
- napas pendek
- mialgia
- nyeri tulang.
Gejala tidak spesifik lainnya seperti:
- sakit tenggorokan
- kongesti hidung
- sakit kepala
- diare
- mual dan muntah
- hilang penciuman (anosmia) atau hilang pengecapan (ageusia).
Baca juga: Catat, Jenis dan Dosis Vaksin Booster yang Bisa Didapatkan Masyarakat
3. Gejala sedangAdapun yang dimaksud gejala sedang yakni dengan tanda klinis pneumonia seperti demam, batuk, sesak, napas cepat tanpa tanda pneumonia berat, dengan saturasi oksigen 93 persen.
4. Gejala beratGejala berat ditandai dengan tanda klinis pneumonia seperti demam, batuk, sesak, napas cepat, dan ditambah satu dari gejala berikut:
- frekuensi napas lebih dari 30 kali per menit
- distres pernapasan berat
- saturasi oksigen kurang dari 93 persen.
Adapun yang dimaksud kritis yaitu pasien dengan gejala gagal nafas, komplikasi infeksi, atau kegagalan multiorgan.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.