Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Siniar KG Media
Bergabung sejak: 15 Okt 2021

Saat ini, aktivitas mendengarkan siniar (podcast) menjadi aktivitas ke-4 terfavorit dengan dominasi pendengar usia 18-35 tahun. Topik spesifik serta kontrol waktu dan tempat di tangan pendengar, memungkinkan pendengar untuk melakukan beberapa aktivitas sekaligus, menjadi nilai tambah dibanding medium lain.

Medio yang merupakan jaringan KG Media, hadir memberikan nilai tambah bagi ranah edukasi melalui konten audio yang berkualitas, yang dapat didengarkan kapan pun dan di mana pun. Kami akan membahas lebih mendalam setiap episode dari channel siniar yang belum terbahas pada episode tersebut.

Info dan kolaborasi: podcast@kgmedia.id

Mural, Gambar Dinding yang Lantang Menyuarakan Pergerakan

Baca di App
Lihat Foto
Freepik
Ilustrasi
Editor: Sandro Gatra

Oleh: Fauzi Ramadhan & Brigitta Valencia Bellion

MANUSIA tidak pernah bisa lepas dari seni, sebab merupakan kebudayaan yang diciptakan oleh manusia. Seni sangat linear dengan peradaban manusia itu sendiri.

Hal ini dibuktikan dengan banyaknya peninggalan-peninggalan manusia terdahulu seperti lukisan, ukiran, patung, dan lain sebagainya.

Pada masa sekarang, karya-karya tersebut diteliti untuk mengetahui situasi peradaban saat itu.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), seni mempunyai beberapa definisi. Salah satu definisinya menyebutkan bahwa seni merupakan keahlian membuat karya yang bermutu (dilihat dari segi kehalusannya, keindahannya, dan sebagainya).

Seni memiliki banyak jenis, salah satunya adalah seni lukis. Seni yang tergabung dalam jenis seni rupa ini didefinisikan Britannica sebagai ekspresi ide dan emosi yang penciptaannya dilakukan melalui kualitas estetika tertentu lewat visual dua dimensi.

Contoh dari seni lukis adalah seni mural yang umumnya ditemukan di dinding pinggir jalan.

Kehadiran seni mural beriringan dengan perkembangan peradaban manusia, contohnya adalah mural yang berasal dari gua di Lascaux, Perancis.

Bradshaw Foundation menjelaskan bahwa mural Lascaux tersebut berasal dari masa paleolitikum yang diperkirakan berusia hingga 20.000 tahun lamanya.

Perkembangan mural di Indonesia

Jika menilik sejarah seni mural di Indonesia, maka kita akan dibawa kembali pada zaman perjuangan revolusi kemerdekaan.

Artikel bertajuk “Street Art Sebagai Komunikasi Politik: Seni, Protes, dan Memori Politik” yang diterbitkan dalam Jurnal Ilmiah Widya Sosiopolitika, mengungkapkan bahwa jejak mural pada masa revolusi kemerdekaan dapat ditemukan di gerbong-gerbong kereta.

Mayoritas mural tersebut bertuliskan “Merdeka Ataoe Mati”.

Frasa itu merupakan propaganda yang dilancarkan untuk melawan Netherlands Indies Civil Administration. Kala itu, mereka datang untuk mengancam kemerdekaan Indonesia.

Selain itu, mural tersebut juga mengajak seluruh elemen pendukung revolusi untuk berjuang melawan penindasan musuh revolusi.

Di masa modern, muncul berbagai mural hasil individu atau kelompok sebagai respons era keterbukaan setelah Orde Baru.

Tidak jarang, seniman-seniman mural secara kolektif mengadakan suatu pameran karya, seperti "Sakit Berlanjut" yang diselenggarakan oleh dua kolektif seni asal Yogyakarta, yaitu Taring Padi dan Apotik Komik, pada 1999.

Salah satu seniman mural era modern ini adalah Digie Sigit. Dalam liputan yang dipublikasi oleh Visual Jalanan, pria kelahiran 1977 ini adalah seniman yang banyak membuat karya-karya stensil bertema sosial.

Selain itu, ia juga berkarya dalam seni pertunjukkan, zine, dan komik dengan tema yang sama.

Dalam siniar (podcast) Beginu bertajuk “Digie Sigit, Menghindari Anonimitas Mural untuk Menghormati Publik”, Wisnu Nugroho, Pemimpin Redaksi Kompas.com, berkesempatan mengulas pergumulan hidup dan pandangan seni sang seniman, Digie Sigit.

Anonimitas dan kritik sosial

Sigit bercerita pengalamannya ketika turun melukis mural untuk mengkritik situasi saat era Orde Baru bersama rekan-rekannya.

Pada saat itu, kondisi perpolitikan sangatlah represif sehingga ia menganonimkan mural yang dilukisnya.

Saat itu, mural yang dilukiskan Sigit tidak bersifat fatalis atau secara terbuka mengkritik pemerintahan. Hal itu dilakukan agar tetap bisa konsisten dan aman melukis mural.

“Bisa hilang kalau dulu, Mas. Hilang beneran,” ujarnya.

Kemudian, di penghujung Orde Baru, bermunculan isu rasisme terhadap kaum Tionghoa Indonesia yang dilancarkan rezim.

Sigit dan rekan berusaha memukul balik isu tersebut secara mandiri. Meskipun begitu, diskusi kolektif antarseniman tetap dilakukan untuk menguatkan pesan tersirat yang ada di mural.

Contoh karya mural yang dituliskan Sigit dan rekan untuk memukul balik isu rasisme tersebut, yaitu “Semua Bersaudara”.

Kemudian, setelah runtuhnya Orde Baru, Sigit mulai menggunakan metode gambar dalam ekspresi muralnya.

“Di era Gus Dur, (saya) menggunakan stensil satu warna karena situasi politik masih memanas,” ucapnya.

Setelah Gus Dur turun, ekspresi mural sudah bisa bernapas lega karena atmosfer politik yang lebih rileks dan terbuka.

Pada tahun 2012, Sigit memutuskan untuk menghilangkan anonimitas mural karena ia menganggap zaman sudah mulai berbeda. Masifnya penggunaan internet berhasil mengubah pandangannya.

“Ditambah lagi, ada anggapan kalau karya yang tidak diberi identitas itu dianggap main-main dan semaunya. Aku tidak mau terdistorsi karena karya yang aku buat adalah sesuatu yang aku pilih dan prioritaskan. Selain itu, kemungkinan karya mural yang diberi identitas juga membuka ruang diskusi,” ujar Sigit.

Alasan terakhir penghilangan anonimitas ini adalah untuk mengapresiasi publik dan ruangnya.

“Aku menempatkan karyaku di ruang mereka, ruang kita. Penghormatanku kepada publik adalah aku menyertakan identitasku,” ungkapnya.

Bagi kamu yang masih penasaran dengan sepak terjang seni dan kreativitas Digie Sigit, dengarkan siniar Beginu bertajuk “Digie Sigit, Menghindari Anonimitas Mural untuk Menghormati Publik”.

Selain tentang mural sebagai ekspresi keadilan, ia juga bercerita soal karya-karyanya seperti sosok Mbok Siyem dan amplifikasi pesan kemanusiaan dalam mural.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi