Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kata Epidemiolog soal Puncak Gelombang Omicron

Baca di App
Lihat Foto
Maichel KOMPAS.com
Petugas Rumah Sakit Rujukan Covid-19 Evakuasi Pasien
|
Editor: Sari Hardiyanto

KOMPAS.com - Epidemiolog asal Griffith University Australia Dicky Budiman memprediksi, puncak gelombang Omicron akan jatuh sekitar akhir Februari hingga awal Maret 2022.

Dicky menyebut, puncak gelombang identik dengan jumlah kasus infeksi yang mulai melandai.

Penyebaran infeksi virus corona varian Omicron dikatakan berada di puncak saat sudah berada di titik jenuh.

“Bukan tidak menyebar lagi, tapi sudah di jumlah yang paling banyak. Kalau analoginya, sudah setengah dari penduduk itu yang sudah kena,” katanya saat dihubungi Kompas.com (16/2/2022).

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saat mencapai titik tertinggi, imbuh Dicky, karena sudah menyentuh sekitar setengah dari jumlah penduduk, lama-kelamaan grafik akan turun atau melandai dengan sendirinya.

“(Kasus infeksi) berkurang dari yang sebelumnya naik, ini turun,” ujar Dicky.

Baca juga: Berikut Gejala Omicron dan Pengobatannya

DKI belum melewati masa puncak Omicron

Merespons pernyataan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan terkait DKI Jakarta yang telah melewati puncak Omicron (konferensi pers evaluasi PPKM, Senin, 14/2/2022), Dicky menyangkalnya.

Menurutnya, meski beberapa hari terakhir penambahan kasus Covid-19 harian sedikit menurun, namun hingga kini DKI belum melewati masa puncak Omicron.

“Kalau saya melihatnya belum (melewati puncak Omicron). Untuk mendapatkan satu kasus positif tidak banyak yang dites, bisa kurang dari 10. Dan test positivity rate-nya masih jauh di atas 5 persen,” kata Dicky.

Baca juga: Kenali Perbedaan Gejala Omicron dengan Flu Biasa, Apa Saja?

Dicky melanjutkan, tidak mudah untuk menyatakan sebuah daerah telah melewati puncak kasus Omicron. Hal tersebut harus didasarkan pada data yang komprehensif.

Apalagi menurutnya, belajar dari pengalaman beberapa negara, kasus Omicron cenderung fluktuatif. Meski grafik terlihat turun, ada kemungkinan angkanya akan naik lagi.

Namun, perlu diingat bahwa saat sudah selesai mencapai puncak pun, belum berarti Omicron langsung selesai.

“Tren di beberapa negara, bisa naik lagi dan agak lama turunnya. Masing-masing daerah akan memiliki puncak berbeda. Lain halnya dengan Delta yang bersamaan,” imbuhnya.

Baca juga: Ketahui, Ini Ciri dan Gejala Penularan Omicron

Variabel untuk menghitung datangnya puncak Omicron

Untuk memprediksi masa puncak, kata Dicky, ada banyak sekali variabel yang perlu dihitung dan bukan hanya dilihat dari kasus infeksi harian saja.

Seperti di antaranya, seberapa banyak penduduk yang rawan infeksi di suatu wilayah, serta bagaimana perilaku berobat dari masyarakat.

Selain itu, juga seberapa banyak penduduk yang sudah melakukan vaksinasi dan booster, serta bagaimana perilaku kepatuhan penduduk terhadap 5M (mencuci tangan, menggunakan masker, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, mengurangi mobilitas).

Tak hanya itu, Dicky juga menyebut bahwa respons dan strategi pemerintah ikut sebagai variabel dan akan memengaruhi kapan datangnya masa puncak Omicron.

“Itu banyak sekali faktor yang masuk dalam pertimbangan. Dan nanti kita akan melihat artinya dari testing-nya pemerintah. Karena di situ kita bisa melihat dari kasus infeksinya,” papar Dicky.

Baca juga: Apakah Varian Omicron Meningkatkan Kasus Kematian di Indonesia?

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: Cara Pantau Penyebaran Varian Omicron di Dunia

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi