Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saat PM Belanda Minta Maaf Atas Kekejaman Masa Penjajahan di Indonesia...

Baca di App
Lihat Foto
AFP PHOTO/BERND VON JUTRCZENKA
PM Belanda Mark Rutte saat berbicara di konferensi pers bersama Kanselir Jerman, di Chanchellery, Berlin, 9 Juli 2020.
|
Editor: Rendika Ferri Kurniawan

KOMPAS.com - Pemerintah Belanda meminta maaf atas kekerasan sistematis yang dilakukan tentara Belanda di era perang kemerdekaan, tahun 1945-1949.

Hal itu disampaikan pada Kamis (17/2/2022) oleh Perdana Menteri Belanda Mark Rutte.

Pernyataan itu muncul menyikapi hasil penelitian yang menemukan bahwa tentara Belanda menggunakan kekerasan berlebihan dan tidak etis di era perang kemerdekaan.

”Kami harus menerima fakta yang memalukan. Atas nama Pemerintah Belanda, saya meminta maaf yang sebesar-besarnya kepada rakyat Indonesia,” kata Rutte, dilansir dari Kompas.id, Sabtu (19/2/2022).

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dia menyatakan, menyesal atas sikap Pemerintah Belanda sebelumnya yang menutup mata atas sejarah kelam itu.

Rutte menambahkan, permintaan maaf juga ditujukan kepada semua orang di Belanda yang menanggung konsekuensi akibat perang kolonial di Indonesia.

”Termasuk para veteran perang yang berperilaku baik,” ujar Rutte.

Baca juga: Permintaan Maaf PM Belanda atas Kekejaman Masa Penjajahan di Indonesia

Tanggapan keluarga korban

Dikutip dari Kompas.com, Sabtu (19/2/2022), salah satu anak saksi mata dari aksi brutal Tentara Belanda di Rengat, Riau, pada 5 Januari 1949 berharap ada kompensasi morel dan materiel dari pemerintah Belanda.

"Saya kira tidak cukup dengan minta maaf, pemerintah Belanda harus melakukan hal kongkret, seperti apa yang dia lakukan terhadap korban Westerling (di Sulawesi Selatan) dan korban di Rawa Gede," kata Panca Setyo Prihatin pada BBC News Indonesia.

Tanggapan sejarawan

Sejarawan Universitas Indonesia Bondan Kanumoyoso mengatakan, permintaan maaf Belanda harus direspons secara baik oleh pemerintah Indonesia.

Hal ini dilakukan dengan mengutamakan kepentingan korban.

"Pemerintah harus memfasilitasi kalau ada sesuatu yang diinginkan oleh korban. Belum tentu mereka minta (kompensasi) uang, mungkin mereka sudah menerima ini sebagai suratan takdir dan ingin membangun sesuatu yang baik, kita harus mendengarkan mereka," kata Bondan.

Adapun menurut sejarawan Restu Gunawan, keputusan Pemerintah Belanda menyampaikan permohonan maaf adalah bentuk sikap berbesar hati.

"Kita menyambut positif permintaan maaf itu. Tentu ini menunjukkan kebesaran hati pemerintah Belanda juga atas pengakuan kekerasan Belanda terhadap masyarakat dan Pemerintah Indonesia," kata Restu, dikutip dari Kompas.com, Jumat (18/2/2022).

Baca juga: Indonesia Harus Minta Maaf karena Dijajah Belanda

Tanggapan Kemenlu

Dikutip dari Kompas.id, Sabtu (19/2/2022), Kementerian Luar Negeri Indonesia belum memberikan tanggapan resmi atas permohonan maaf Pemerintah Belanda.

Pemerintah masih mempelajari untuk mengetahui secara utuh kajian para ahli sejarah yang dirilis pada Kamis lalu di Belanda.

”Perlu waktu untuk mengetahui cakupan isinya untuk dapat memaknai hal-hal yang baru saja disampaikan Perdana Menteri Belanda,” kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri RI Teuku Faizasyah.

Baca juga: Sejarawan Soal Permintaan Maaf PM Belanda: Menunjukkan Kebesaran Hati

Permintaan maaf sebelumnya

Dikutip Kompas.id, 11 Maret 2020, Raja Belanda Willem-Alexander menyampaikan penyesalan sekaligus permintaan maaf atas kekerasan yang terjadi tak lama setelah Proklamasi Kemerdekaan RI.

Dia juga menegaskan kembali pengakuan eksplisit Pemerintah Belanda secara politik dan moral terhadap Proklamasi Kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945.

Pemerintah Belanda secara politis dan moral mengakui Proklamasi Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945 pada tahun 2005 melalui menteri luar negerinya saat itu, Bernard Bot.

Bot juga tercatat sebagai pejabat tinggi Belanda pertama yang hadir dalam perayaan Proklamasi Kemerdekaan RI di Istana Merdeka, Jakarta.

Sebelumnya, Belanda mengakui penyerahan kedaulatan Indonesia pada 27 Desember 1949.

Permintaan maaf itu disampaikan Raja Willem-Alexander dalam pernyataan pers bersama Presiden Joko Widodo di Istana Bogor, 10 Maret 2020. Saat itu Raja Willem-Alexander dan Ratu Maxima berada di Indonesia dalam rangka kunjungan kenegaraan.

Akan tetapi beberapa sejarawan Indonesia menanggapi permintaan maaf terkait pembantaian di agresi militer I tahun 1947 sudah disampaikan Belanda berkali-kali.

”Secara formal, raja dan ratu boleh mengucapkan permohonan maafnya. Namun, luka sejarah sulit dihapuskan,” kata Asep.

Sumber: Kompas.com (Penulis: Aryo Putranto Saptohutomo, Danur Lambang Pristiandaru | Editor: Aryo Putranto Saptohutomo, Danur Lambang Pristiandaru)

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi