Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Banyak Negara Tinggalkan Prokes, WHO: Konsep yang Sangat Prematur

Baca di App
Lihat Foto
UNSPLASH/DANIEL COX
Swiss melonggarkan aturan perjalanan bagi orang yang akan masuk ke negaranya dan mencabut aturan pemakaian masker di sejumlah tempat publik.
|
Editor: Sari Hardiyanto

 

KOMPAS.com - Sejumlah negara di dunia mulai meninggalkan protokol kesehatan yang selama ini dilakukan untuk mencegah terjadinya penularan Covid-19.

Padahal, kasus infeksi secara global saat ini tengah meningkat akibat persebaran varian Omicron yang kian meluas.

Misalnya Perancis, Italia, Swiss, Republik Dominika, debagian negara bagian di Amerika Serikat yang mulai tinggalkan kewajiban bermasker saat di luar rumah.

Baca juga: Berikut Gejala Omicron dan Pengobatannya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terkait fenomena itu, Organisasi Keseharan Dunia (WHO) menyebut keputusan yang diambil oleh sejumlah negara ini sebagai sesuatu yang terlalu prematur.

Pendapat ini disampaikan oleh Direktur Eksekutif Program Darurat Kesehatan WHO, Dr Mike Ryan dalam sesi Live Q&A on #COVID19 Variant of Concern, Selasa (16/2/2022).

"Gagasan untuk kita meninggalkan semua upaya protokol kesehatan ini, saya kira sebuah konsep yang sangat prematur di banyak negara untuk saat ini," kata Ryan.

Baca juga: Saat WHO dan UNICEF Desak Indonesia Segera Gelar Sekolah Tatap Muka...

Ancaman situasi yang lebih buruk

Ryan menyebut apa yang dilakukan banyak negara saat ini untuk menghapus kewajiban bermasker, membatasi kerumunan, dan pelonggaran yang lainnya, hanya akan berdampak pada makin panjangnya umur pandemi ini akan berlangsung.

"Kami pahami keinginan untuk kembali ke normal ini. Tapi keinginan untuk sepenuhnya kembali ke kehidupan normal, justru akan membuat pandemi itu bertahan lebih lama dari yang semestinya," ungkap dia.

Ia menyadari, ada banyak tekanan secara politik untuk segera membuka perbatasan, melonggarkan aturan, dan sebagainya.

Baca juga: Apakah Isolasi Mandiri Bisa Diakhiri Lebih Cepat dengan PCR?

Namun, ia mengingatkan bahwa saat ini semuanya belum ada di posisi yang sepenuhnya aman. Dan, jika negara-negara tetap nekat melakukan hal itu, maka masyarakat dunia bisa jadi berakhir dalam situasi yang lebih buruk.

"Saya akui situasinya memang tidak pasti, saya tidak bisa memastikan (risiko) itu akan terjadi. Saya tidak memprediksi itu akan terjadi, tapi saya sedikit ragu sekarang jika kita meninggalkan semua protokol kesehatan yang ada," ucap dia.

"Jika kita dihantam varian lainnya dan kita sudah meninggalkan semua upaya-upaya pencegahan itu, sungguh akan sangat berat untuk memulihkan situasi seperti sedia kala," lanjut Ryan.

Baca juga: Pasien Positif Covid-19 tapi Belum Dapat WhatsApp Layanan Telemedisin, Harus Bagaimana?

Ryan pun mengajak semua orang untuk kembali berpikir dan melakukan tindakan yang efeknya adalah kebaikan, meskipun hasil kebaikan itu tidak seberapa besar, namun jika dilakukan bersama-sama, maka dampaknya akan tetap dirasakan.

"Kurangi risiko untuk terpapar, kurangi peluang menginfeksi orang lain, jadilah pintar, lindungi dirimu, lindungi orang lain, vaksin. Jika kita semua melakukan itu, jika semua melakukannya meskipun sedikit saja, maka risiko terjadinya hal buruk akan berkurang," ungkap dia.

Baca juga: Pasien Positif Covid-19 dari Antigen Bisa Dapat Layanan Telemedisin dan Paket Obat Gratis, Ini Caranya!

Baca juga: Saat WHO Pantau Varian Virus Corona Baru Bernama Mu...

Hanya akan menimbulkan kebingungan

Menanggapi fenomena penghapusan prokes oleh sejumlah negara, Pemimpin Teknis Covid-19, Program Darurat Kesehatan WHO, Dr Maria Van Kerkhove menyayangkan keputusan yang diambil.

"Masalahnya adalah kita melihat terlalu banyak negara meninggalkan semua aturan, kemudian menerapkannya lagi, meninggalkannya, dan menerapkannya lagi, padahal negara lain benar-benar melakukan ini secara perlahan, menggunakan pendekatan cara-cara yang bijaksana," papar Maria dalam kesempatan yang sama.

Maria tak menutup mata, memang ada sejumlah negara yang melakukan kebijakan untuk melonggarkan aturan terkait Covid-19, karena kondisi mereka memang memungkinan.

Baca juga: Masih PJJ, Kapan KBM Tatap Muka di Sekolah Bisa Dilangsungkan?

Memungkinkan, artinya mereka memang memiliki level cakupan vaksin yang tinggi dan kekebalan masyarakat yang tinggi.

"Di beberapa negara, mereka ada di posisi yang lebih baik untuk bisa melakukannya, sehingga memiliki kapasitas untuk menyesuaikan itu. Tapi, banyak negara yang keliru, meninggalkan semua upaya itu dalam satu waktu," kata Maria.

Maria pun berharap negara-negara tidak melakukan hal ini, karena hanya akan menimbulkan kebingungan. Terutama ketika aturan itu terlalu banyak diterapkan dan dicabut berulang kali.

"Yang saya harapkan adalah kita saling memberdayakan, Anda punya kontrol atas semua ini," ujar Maria.

Baca juga: Benarkah Jarak Vaksin Kedua dengan Booster Dipersingkat Jadi 3 Bulan? Ini Kata Kemenkes

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo INgfografik: 10 Gejala Varian Virus Corona Omicron

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi