Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengulik Transisi Pandemi ke Endemi, dari Serangan Malaria hingga Corona

Baca di App
Lihat Foto
Unsplash/Yoav Azis
Kehidupan pandemi di New York Ameria Serikat
|
Editor: Inten Esti Pratiwi

KOMPAS.com – Sejumlah negara tengah mempersiapkan skenario untuk mengakhir masa pandemi Covid-19 dan beralih ke periode endemi.

Bahkan beberapa negara di Eropa, Amerika Serikat, dan sebagian di Asia mulai melonggarkan aturan protokol kesehatan dan mendeklarasikan telah mengakhiri pandemi.

Indonesia, melalui keterangan yang disampaikan oleh Menteri Koordinator Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyebut, pemerintah juga tengah menyiapkan skenario transisi pandemi ke endemi.

Pernyataan tersebut disampaikannya pada konferensi pers evaluasi PPKM secara daring pada Senin (21/2/2022).

Lantas, jika pandemi Covid-19 beralih menjadi endemi, apakah pola perilaku masyarakat saat ini akan berubah?

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baca juga: Benarkah Covid-19 Akan Menjadi Endemi? Ini Penjelasan Epidemiolog

Penjelasan epidemiolog

Epidemiolog Griffith University Australia Dicky Budiman mengatakan, transisi dari masa pandemi ke endemi tidak bisa dihindarkan.

Fakta ilmiah menyebutkan bahwa pandemi Covid-19 akan menjadi endemi, di mana virus Corona akan terus ada dan hidup berdampingan dengan manusia.

Hal serupa juga disampaikan oleh Rochelle Walensky, Direktur Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat.

Ia mengungkapkan bahwa Covid-19 berpotensi menjadi penyakit endemi seperti influenza yang lebih dulu menyerang masyarakat Bumi.

"Kami memiliki banyak penyakit yang endemi, influenza menjadi salah satunya, yang menyebabkan tantangan kecil dari tahun ke tahun yang bisa kami tangani dan atasi. Dan itu mungkin yang terjadi dengan Covid-19," ujar Walensky, dikutip dari The Washington Post, (20/2/2022).

Kendati demikian, para ahli mengatakan, ketika Covid-19 telah menjadi endemi, pola perilaku masyarakat tidak akan dapat kembali ke kehidupan layaknya sebelum pandemi Covid-19 terjadi.

Pasalnya, ketika beralih ke fase endemi, bukan lantas virus Corona sudah dan akan menghilang pergi.

"Akhir pandemi tidak berarti bahwa virus itu hilang," kata William Schaffner, Direktur medis National Foundation for Infectious Diseases.

Selain itu, keberhasilan masa transisi pandemi Covid-19 menjadi endemi ini bukan hal yang remeh. Pola perilaku masyakat terutama kesehatan manusia, hewan, alam, hingga lingkungan di sekitar sangat berpengaruh.

Baca juga: Apa yang Berubah dalam Hidup Kita jika Covid-19 Jadi Endemi?

Perubahan pola perilaku masyarakat

Pola perilaku masyarakat mengalami perubahan yang sangat besar dari sebelum masa pandemi ke masa pandemi. Misalnya saja soal personal hygene yang meningkat tinggi. Nah nantinya di masa endemi pun, personal hygene ini masih harus terus diterapkan.

“Sebenarnya tidak ada yang berubah, semuanya itu mau epidemi, endemi, pandemi, ya perilaku masyarakat 5M itu harus dilakukan,” kata Dicky, saat dihubungi Kompas.com, Kamis (24/2/2022).

Kendati demikian, Dicky mengimbuhkan bahwa ada kemungkinan dilakukan pelonggaran terhadap aturan protokol kesehatan yang saat ini sudah berlaku di sejumlah negara.

“Ketika endemi juga udah ada pelonggaran. Jauh lebih longgar dalam 5M-nya tapi ya tetap ada,” imbuhnya.

Sebagai contoh, penyakit demam berdarah merupakah salah satu penyakit yang bertransisi menjadi endemi, kendati telah menjadi endemi namun kebiasaan masyarakat dalam melakukan 3M (Menguras, Menutup, Mengubur) tidak lantas ditinggalkan begitu saja.

Kebiasaan 3M masih sangat diperlukan terutama di musim hujan untuk mencegah naiknya kasus demam berdarah meskipun penyakit tersebut telah berstatus endemi.

“Adanya perilaku atau pola masyarakat yang tidak mematuhi, tidak disiplin dalam personal hygene, ventilasi, dan perbaikan kualitas udara, itu bisa menyebabkan yang tadinya endemi jadi pandemi. Meledak lagi,” tegas Dicky.

Baca juga: Pemerintah Bersiap Ubah Status Pandemi ke Endemi Covid-19, Apa Artinya?

Sederet penyakit di dunia yang sudah menjadi endemi

Sebelum Covid-19 terjadi, dunia telah beberapa kali mengalami pandemi yang disebabkan oleh beberapa penyakit. Kendati demikian, penularan penyakit tersebut dapat ditangani dan akhirnya dikategorikan ke dalam penyakit endemi.

Berikut beberapa penyakit yang kini sudah berstatus endemi di dunia:

1. Malaria

Dikuti dari CDC (24/2/2022), malaria terjadi di di Amerika Serikat sejak 1914. Saat itu, berbagai penyelidikan dan penelitian dilakukan oleh CDC untuk memerangi penyebaran malaria di Amerika Serikat.

Hingga kini, CDC melaporkan penurunan kasus malaria di Amerika Serikat dan mengalihkan fokus dari upaya eliminasi kasus ke pencegahan, pengawasan, dan dukungan teknis baik di Amerika Serikat dan global.

Diberitakan oleh Kompas.com (2/3/2021), sebanyak 10,7 juta penduduk di Indonesia tinggal di daerah endemis menengah dan tinggi malaria. Daerah tersebut di antaranya Papua, Papua Barat, dan Nusa Tenggara Timur.

Baca juga: Update Corona 17 Februari 2022: Indonesia Catat 64.718 Kasus Baru, Rekor Tertinggi Selama Pandemi

2. Influenza

Sebanyak tiga wabah influenza pernah menjadi pandemi yang terjadi di dunia, yaitu pada tahun 1918, 1957, dan 1968.

Ketiga wabah influenza tersebut diidentifikasi sebagai influenza Spanyol, Asia, dan Hong Kong.

Dilansir dari NCBI, virus influenza A menginfeksi sejumlah besar wilayah dunia, termasuk burung liar, burung domestik, babi, kuda, dan manusia. 

Pandemi influenza telah dilaporkan setidaknya terjadi selama 500 tahun, dengan interval antar pandemi rata-rata sekitar 40 tahun.

3. Demam Berdarah (DBD)

Kasus demam berdarah banyak ditemukan di daerah sub tropis dan tropis.

Diberitakan oleh Kompas.com (2/3/2021), Asia sempat menduduki peringkat pertama dalam jumlah terbanyak penderita DBD.

Sejak tahun 1968 hingga 2009, WHO mencatat negara Indonesia sebagai negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara.

Jumlah penderita kasus DBD di Indonesia semakin bertambah diiringi dengan penyebaran yang semakin luas. Hal tersebut dikarenakan meningkatnya mobilitas dan kepadatan penduduk.

Kasus DBD pertama kali ditemukan di Surabaya pada tahun 1968 dengan angka kematian mencapai 41,3 persen.

Baca juga: Manfaat Memelihara Kucing di Masa Pandemi, Ini Kata CDC

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi