Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Invasi Rusia, Didasari Ukraina yang Enggan Urungkan Niat Bergabung dengan NATO

Baca di App
Lihat Foto
AP PHOTO/VADIM GHIRDA
Andrey Goncharuk, 68, seorang anggota pertahanan teritorial menyeka wajahnya di halaman belakang sebuah rumah yang dirusak oleh serangan udara Rusia, menurut penduduk setempat, di Gorenka, di luar ibu kota Kyiv, Ukraina, Rabu, 2 Maret 2022.
|
Editor: Inten Esti Pratiwi

KOMPAS.com - Invasi Rusia ke Ukraina masih menjadi perbincangan hangat dalam sepekan terakhir.

Selama tujuh hari ratusan warga sipil berjatuhan menjadi korban, sementara ribuan lainnya mengalami luka-luka.

Salah satu alasan utama invasi Rusia adalah keinginan Ukraina untuk bergabung dengan NATO. Negosiasi sebenarnya sudah berkali-kali dilakukan, tetapi selalu menemui jalan buntu.

Pada akhirnya, Rusia pun melakukan operasi militer ke Ukraina pada Kamis (24/2/2022).

Lantas, mengapa Ukraina lebih memilih melawan Rusia dibandingkan batal bergabung dengan NATO untuk terhindar dari perang? Apa yang mereka pertaruhkan?

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pakar studi Eropa Universitas Gadjah Mada (UGM) Muhadi Sugiono mengatakan, keinginan Ukraina bergabung ke dalam NATO adalah untuk mengejar keanggotaan Uni Eropa.

Sebab, keanggotaan NATO akan memberikan akses yang lebih besar ke Uni Eropa.

Baca juga: Rusia Invasi ke Ukraina, Apa Saja yang Dilakukan Amerika Serikat?

"Dengan harapan itu, maka Ukraina bersikukuh untuk tetap melampiaskan keinginannya (bergabung NATO)," kata Muhadi kepada Kompas.com, Kamis (3/3/2022).

"Karena sebenarnya sekarang ini NATO dan Uni Eropa meskipun area of interest-nya berbeda, tapi basis keanggotaannya sama," sambungnya.

Kendati demikian, Muhadi menyebut status Ukraina di mata negara-negara Eropa pun tidak cukup terpandang.

Ukraina juga masih jauh dari kualifikasi menjadai bagian dari Uni Eropa, misalnya memiliki karakter demokratis dan liberal.

Di sisi lain, Amerika Serikat dan Eropa tidak bisa menutup ruang bagi siapa pun yang ingin bergabung dengan NATO.

Atas dasar itulah, Ukraina sempat mengira negara-negara barat akan membantunya ketika Rusia menyerang tiba-tiba, sehingga tetap berdiri pada posisinya untuk menjadi bagian dari NATO.

Baca juga: Operasi Militer Rusia ke Ukraina, Siapa Saja Sekutu Keduanya?

Eksistensi NATO bagi Rusia

Bagi Rusia, keberadaan NATO mencerminkan mentalitas perang dingin. Setelah Uni Soviet runtuh, Vladimir Putin bahkan berkali-kali-kali mempertanyakan urgensi pembentukan NATO.

Apalagi, ada informasi bahwa ketika tembok berlin runtuh, Mikhail Gorbachev (mantan presiden Uni Soviet) menerima jaminan dari para pemimpin negara anggota NATO untuk melakukan ekspansi ke timur.

"Ini yang mengecewakan Rusia. Mereka menyalahkan Gorbachev mengapa saat itu tidak dilakukan secara tertulis. Mungkin waktu itu euforia, sehingga tidak terjadi negosiasi tertulis," jelas dia.

Kenyataannya, NATO saat ini telah melakukan ekspansi ke wilayah timur, dengan anggota yang terus bertambah banyak.

Padahal, Rusia memiliki pengalaman buruk dengan negara-negara Eropa lain. Salah satunya, karena mereka pernah menjadi sasaran invasi Napoleon dan Hitler.

Semua serangan itu dilakukan melalui jalan darat dari Polandia dan negara-negara Eropa timur.

Baca juga: Melihat Kecanggihan Bayraktar TB2, Drone Turki yang Ampuh Lawan Rusia di Ukraina

Karena itu, Rusia setelah Perang Dunia II, mengutarakan niatnya untuk mengambil Eropa timur menjadi wilayah kekuasaannya.

"Oleh karena itu, setelah Perang Dunia II, Eropa timur berada di bawah kendali Soviet untuk menetralisir serangan dari Eropa barat. Jadi antara Rusia dengan negara-negara Eropa barat, ada pembatas sehingga tidak langsung berhadapan," ujarnya.

Artinya, dengan adanya ekspansi NATO yang semakin ke timur khususnya di Ukraina, Rusia akan benar-benar berhadapan langsung dengan NATO.

Hal ini akan mengembalikan garis konfrontasi lama, tetapi dengan konstelasi yang berbeda.

"Kalau Ukraina masuk menjadi anggota NATO, berarti yang memisahkan ya perbatasan Rusia bagian barat. Dengan cara itu, AS bisa menempatkan rudalnya, persenjataannya di perbatasan. Ini kan menjadikan Rusia di bawah ancaman," ujarnya.

Karena itu, Muhadi melihat tuntutan Rusia bukanlah suatu hal yang berlebihan.

Baca juga: Sosok Ramzan Kadyrov, Pemimpin Chechnya yang Bantu Rusia Serang Ukraina

Fatamorgana konflik masa lalu

Ia menjelaskan, apa yang terjadi antara Rusia dan Ukraina saat ini sama persis dengan Invasi Teluk Babi 1961, ketika Uni Soviet akan menempatkan rudal-rudalnya di Kuba.

Padahal, Kuba merupakan "halaman belakang" Amerika, sehingga Amerika menolak keras langkah Uni Soviet tersebut.

"Sebagai negara yang memiliki pengalaman yang sama pada waktu itu, mestinya AS bisa memberikan empati pada Rusia. Tapi, media sudah terlalu berorientasi pada anti-Putin, sehingga persoalan menjadi kacau balau, informasi tentang apa yang sebenarnya terjadi tidak pernah muncul," kata dia.

Muhadi mengatakan, ruang negosiasi sebenarnya terbuka ketika Putin meminta jaminan kepada AS agar Ukraina tidak dimasukkan menjadi anggota NATO.

Sayangnya, Amerika Serikat menolak permintaan itu.

Dalam hubungan internasional, jelas dia, tidak adanya jaminan merupakan sumber ketidakpastian yang berujung pada sumber konflik.

"Karena tanpa ketidakpastian, setiap negara akan berusaha dengan cara mereka sendiri untuk mengantisipasi segala kemungkinan itu," tuturnya.

"Ini yang sebenarnya terjadi, terlepas dari adanya kecaman dari dunia internasional. Kalau kita lihat persoalannya keamanan, maka Rusia tidak akan peduli dengan semua itu," tutupnya.

Baca juga: Rekam Jejak Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi