Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sederet Dampak Perang Rusia Ukraina bagi Ekonomi Indonesia

Baca di App
Lihat Foto
AFP/DIMITAR DILKOFF
Seorang pria berjalan di depan sebuah bangunan yang hancur setelah serangan rudal Rusia di kota Vasylkiv, dekat Kyiv, Minggu (27/2/2022). Menteri luar negeri Ukraina mengatakan pada 27 Februari bahwa Kyiv tidak akan menyerah pada pembicaraan dengan Rusia mengenai invasinya, menuduh Presiden Vladimir Putin berusaha meningkatkan tekanan dengan memerintahkan pasukan nuklirnya dalam siaga tinggi.
|
Editor: Rendika Ferri Kurniawan

KOMPAS.com - Perang antara Rusia dan Ukraina masih berlangsung hingga hari ini.

Konflik kedua negara kian memanas dan menyita perhatian masyarakat global.

Secara global, perang di Ukraina adalah "bencana" bagi dunia yang akan menyebabkan berkurangnya pertumbuhan ekonomi global.

"Perang di Ukraina terjadi pada saat yang buruk bagi dunia karena inflasi sudah naik," kata presiden Bank Dunia, David Malpass, dikutip dari BBC, Jumat (4/3/2022).

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baca juga: Daftar Sanksi yang Dijatuhkan kepada Rusia atas Invasi Ukraina, Apa Saja?

Namun, bagaimana dampak ekonomi perang Rusia-Ukraina bagi Indonesia?

1. Harga gandum melambung

Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, salah satu dampak perang Rusia-Ukraina adalah kenaikan harga gandum.

Menurutnya, kenaikan harga gandum cepat atau lambat akan berdampak pada konsumen di Indonesia, mengingat gandum merupakan bahan baku dari produk pangan seperti mi instan dan terigu.

"Kelangkaan gandum atau kenaikan harga karena konflik di Ukraina bisa meningkatkan harga produk turunan termasuk mi instan, tapi ini semua bergantung," ujar Bhima, saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (5/3/2022) siang.

"Karena mi instan ini merupakan segmen masyarakat menengah ke bawah, yang artinya dalam situasi saat ini banyak yang belum siap menerima kenaikan harga," imbuhnya.

Solusinya, kata dia, margin keuntungan dari produsen mi instan yang akan dipangkas atau ukuran dari mi instan diperkecil, atau mengeluarkan produk mi instan dengan kualitas lebih rendah.

Bhima menerangkan, dari sisi pemerintah bisa membantu memfasilitasi pengusaha mi instan untuk mendapatkan suplai bahan baku gandum selain dari Ukraina.

Baca juga: Invasi Rusia, Didasari Ukraina yang Enggan Urungkan Niat Bergabung dengan NATO

2. Harga minyak mentah melonjak

Invasi Rusia ke Ukraina membuat harga minyak mentah melonjak hingga melewati level 100 dollar per barel.

Kondisi tersebut membuat beberapa Badan Usaha Milik Negara (BUMN) energi merasakan dampaknya secara langsung.

Bhima mengatakan, lonjakan harga minyak dunia membuat perusahaan pelat merah membebankan berbagai kenaikan harga ini kepada masyarakat.

"Termasuk LPG nonsubsidi yang telah disesuaikan dua kali harganya, sudah naik dua kali, kemudian juga untuk BBM jenis non subsidi juga dilakukan penyesuaian," ujarnya.

Menurutnya, kenaikan tersebut langsung menguras cashflow dan membuat BUMN berada di bawah tekanan utang atau debt distress.

Ada tekanan utang yang cukup dalam karena ada lonjakan harga minyak mentah secara global.

"Sementara dari sisi pemerintah dana kompensasinya mungkin kurang, sehingga kemudian dinaikan ke level konsumen, ini kan konsekuensi pertama," kata Bhima.

Baca juga: Perang Rusia-Ukraina Bikin Harga Minyak Naik, Ini Dampaknya bagi Harga BBM di Indonesia

3. Fluktuasi nilai tukar

Konsekunsi kedua ada bagi BUMN karya yang memiliki beban utang atau debt to equity rasio-nya juga besar harus waspada.

Pasalnya, krisis di Ukraina juga menciptakan dua hal faktor kunci yang salah satunya adalah fluktuasi nilai tukar yang membuat beban utang luar negeri naik.

Termasuk di dalamya adalah bunga pinjaman juga akan semakin mahal.

Kedua, trend kenaikan suku bunga akan lebih cepat jadi bunga pinjaman juga akan naik.

"Jadi sudah rate bunga pinjamanya naik secara nominal karena fluktuasi nilai tukar terhadap dollar akhirnya juga membuat utang luar negerinya juga mengalami kenaikan, itu kondisi yang membuat BUMN yang debt equity rationya cukup tinggi atau beban utang terhadap modalnya cukup besar, ini akan kesulitan menghadapi krisis ukraina," kata Bhima.

Sementara itu, desakan dari masyarakat juga kuat untuk bagaimana BUMN bisa berkontribusi untuk menjaga stabilitas harga. Kini, yang harus diperhatikan adalah risiko utang BUMN.

Baca juga: Simbol Huruf Z di Tank dan Kendaraan Militer Rusia, Apa Artinya?

4. Harga kebutuhan pokok meningkat

Bhima menambahkan, dampak ekonomi Indonesia dari ketegangan Rusia-Ukraina akan paling terasa di sektor keuangan.

Hal ini terlihat dari kondisi Rupiah yang sudah melemah dan bergerak di Rp 14.500, dan bisa terus bergerak mendekati level Rp 15.000.

"Dalam kondisi konflik, jika eskalasinya semakin meluas dan melibatkan banyak negara, ini bisa berdampak pada stabilitas di kawasan, dan tentunya ini akan merugikan prospek pemulihan, stabilitas moneter yang ada di Indonesia, karena bertepatan dengan tapering off dan kenaikan suku bunga yang terjadi di negara-negara maju," ucap dia.

Harga komoditas, juga menjadi efek ekonomi yang dihadapi Indonesia.

"Dengan minyak mentah yang sudah tembus USD 100 per barel, akan meningkatkan inflasi dan membuat biaya pengiriman (logistik) menjadi jauh lebih mahal. Efeknya adalah harga kebutuhan pokok semakin meningkat, daya beli masyarakat semakin rendah, dan efek terhadap subsidi energi juga akan membengkak cukup singnifikan," imbuhnya.

Dengan demikian, Bhima menyarankan, pemerintah sebaiknya segera melakukan APBN perubahan untuk menyesuaikan kembali beberapa indikator khususnya nilai tukar rupiah, juga inflasi.

Baca juga: Ekonomi Masyarakat Diprediksi Meningkat pada 2022, Ini Alasannya

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi