Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejarah Kutang di Indonesia Berawal dari Proyek Jalan Anyer-Panarukan

Baca di App
Lihat Foto
DE OOST
Denise Azam berperan sebagai perempuan Jawa bernama Gita dalam film De Oost. Dalam adegan ini, Denise mengenakan busana kutang dan kain, pemandangan umum tentang sosok perempuan Jawa pada awal abad ke-20. Kelak kutang semacam ini populer pada 1960-an dengan jenama 'Suroso'.

KOMPAS.com - Tanggal 13 Oktober diperingati sebagai Hari Tanpa Bra atau No Bra Day. Peringatan ini bukan gerakan vulgar, tetapi bertujuan untuk meningkatkan kesadaran akan bahaya kanker payudara yang dapat menyerang laki-laki dan perempuan.

Bra atau BH di Indonesia dikenal juga dengan sebutan kutang. 

Kutang adalah pakaian dalam perempuan untuk menutupi payudara.

Kutang terdiri atas kain berbentuk mangkuk, tali bahu, ban berkerut untuk menyangga dada.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penyebutan kata "kutang" mungkin sudah jarang dijumpai dalam pergaulan, sebab kini, orang-orang lebih lazim menyebutnya dengan bra atau BH. 

Baca juga: Sejarah NATO, Tujuan, Struktur Kerja, dan Daftar Anggotanya


Sejarah kutang di Indonesia

Sejarah kutang di Indonesia bisa ditarik hingga ke awal abad ke-19 dan zaman penjajahan Belanda. 

Sulistiyoningrum, dalam tugas akhirnya di Jurusan Teknik Boga dan Busana Universitas Negeri Yogyakarta menyebut, perempuan di Jawa masih jarang menggunakan penutup payudara. Termasuk juga disebutkan di Pulau Bali. 

"Hingga awal abad ke-19 di daerah Jawa masih banyak penduduk wanita yang bertelanjang dada. Mereka hanya memakai penutup di bagian bawah," tulis Sulistiyoningrum dalam tugas akhir berjudul Kostum Tari Indhel dengan Sumber Ide Kutang Suroso, pada tahun 2011.

Jalan Anyer-Panarukan

Sementara itu Remy Silado, sastrawan Indonesia, berkisah dalam novelnya Pangeran Diponegoro: Menggagas Ratu Adil, menyebut soal asal muasal kata kutang. 

Hal itu terjadi saat pembangunan proyek jalan yang menghubungkan kota-kota di Jawa atas prakarsa Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels.

Proyek pembangunan jalan dari Anyer sampai Panarukan itu melibatkan seorang pembantu setia Daendels berkebangsaan Prancis-Spanyol, bernama Don Lopez comte de Paris—tokoh fiksi juga.

Remy berkisah, seringkali ada kejadian yang tak menyenangkan selama proyek. Kebanyakan petugas lapangan berbuat nakal tatkala melihat para pekerja wanita bumiputera tak mengenakan pelindung payudara.

"Coutant! (penutup payudara)," ujar Don Lopez berbicara dengan bahasa Perancis kepada para pekerja proyek wanita untuk menutupi bagian berharganya.

Don Lopez menyebut Coutant dalam bahasa Perancis yang terdengar seperti kata 'kutang'. 

 

Pekerja yang mendengar itu mulai menyobek kain-kain putih untuk menutup bagian payudara yang kemudian dikenal sebagai 'kutang' sampai saat ini. Demikian Remy berkisah.

Namun, kita menjumpai kata "coutant" dalam kamus bahasa Prancis yang bermakna "kontan" alih-alih "kutang".

Lalu, sejak kapan kita menggunakan kata kutang?

Sejarah kutang di Indonesia

Kapan kata kutang dipakai di Indonesia, sejauh ini belum ada catatan yang menunjukkan waktu persisnya.

Namun, kata "kutang" diyakini merupakan serpan dari bahasa Portugis "cotao" yang sejatinya merujuk kain halus yang dibuat dengan kapas atau linen.

Rujukan ini bersumber dari Paramita R. Abdurachman dalam bukunya Bunga Angin Portugis di Nusantara, yang terbit atas dukungan Asosiasi Persahabatan dan Kerjasama Indonesia-Portugal. Buku ini diterbitkan LIPI PRESS dan Buku Obor pada 2008.

Artinya kata ini sudah memperkaya bahasa Melayu sejak 500 tahun silam.

Kita barangkali tidak menyangka, begitu banyak pengaruh Portugis dalam budaya Nusantara. Kita dan Portugis lebih dekat dari yang kita kira. Sampai-sampai urusan pakaian dalam pun kita menyerap bahasa mereka.

Sejarah kutang modern

Dilansir dalam jurnal Advances in Human Factors and Ergonomics 2012, Felipe bersama dengan tim menyebut bahwa kutang menjadi mode pakaian baru bagi wanita sekaligus sebagai simbol kebebasan.

Ia menulis dalam jurnal berjudul Breast Design: The role of ergonomic underwear during lifetime yang terbit pada tahun 2012.

Mary Phelps Jacob atau populer dengan Caresse Crosby adalah orang pertama yang memegang hak paten tentang kutang di tahun 1913. Meskipun bukan yang pertama, namun namanya sohor sebagai pencipta kutang karena patennya tersebut.

Kutang hadir menggantikan korset yang membatasi ruang gerak pemakainya, sedang kutang semakin digemari karena memberi kebebasan dalam bergerak.

"Hal itu juga mempengaruhi wanita dalam kebebasan berpikir dan bersikap," tulisnya.

Baca juga: Apa Itu Cap Go Meh? Ini Arti, Sejarah, dan Perayaannya

Kutang Suroso

Kutang lalu menjadi budaya kaum wanita pribumi, perkembangan kutang berlanjut sampai Indonesia merdeka.

Setelah beberapa tahun merdeka, kemudian mulai populer kutang jenis baru yang dikenal dengan Kutang Suroso.

"Kutang Suroso merupakan bentuk pengembangan pertama dari kutang di Indonesia," kata Sulistiyoningrum dikutip dari NationalGeographic.

Asal nama Kutang Suroso diperkirakan berasal dari nama Suroso yang populer pada 1960 setelah berhasil memproduksi kutang yang digandrungi banyak wanita di pelosok Yogayakarta dan Jawa Tengah.

Sekarang, lokasi sentral pembuatan Kutang Suroso berada di Juwiring, Klaten, Jawa Tengah.

Penyebaran Kutang Suroso terjadi pada zaman revolusi, berbarengan dengan tumbuhnya industri Kutang Suroso di Pulau Jawa.

"Bentuk dasar kutang merupakan bentuk pakaian yang tertua, bahkan sebelum orang mengenal adanya kain lembaran yang berupa tenun, orang sudah mengenal bentuk pakaian ini," ungkap Sulistiyoningrum.

Menjelang tahun 1980, Kutang suroso lebih banyak dipakai oleh wanita-wanita lanjut usia.

"Penggunaan bagi mbah-mbah (nenek-nenek dalam bahasa Jawa) dalam memakai kutang suroso dengan alasan nyaman dipakai," tulis Sulistiyoningrum.

Baca juga: Sejarah Honda Lahir 24 September 1948

 

Bentuk Kutang Suroso

Kutang Suroso berbentuk menyerupai silinder atau pipa tabung yang berbahan dasar kulit kayu.

Kutang Suroso juga dapat menutupi tubuh dari bawah ketiak sampai panjang yang diinginkan.

Kekhasan dari Kutang Suroso terdapat di bagian kancing yang terletak di bagian muka, berbeda dengan kutang atau BH kotemporer dan modern.

Keberadaan kancing atau pengait kutang di bagian depan dapat mempermudah penggunanya untuk menggapainya.

Hal tersebutlah yang sering dikeluhkan oleh wanita lanjut usia karena kerap terkilir ketika menggapai pengait yang biasanya berada di bagian punggung.

Sensasi kutang suroso

Fitri Astuti, seorang yang berminat pada kajian sejarah dan budaya, khususnya perempuan, menjelaskan alasannya mengkoleksi Kutang Surosa di masa kini.

Menurut Fitri, Kutang Suroso merupakan medium pengantar agar dapat mengetahui dan merasakan bagaimana menjadi perempuan masa silam.

"Dengan mengenakan Kutang Soroso saya ingin mengalami masa lalu dari sensor kulit dan penampakan visualnya di tubuh saya," ujarnya. 

Fitri mengatakan bahwa Kutang Suroso memiliki bentuk yang khas, memadukan antara kombinasi terbuka dan tertutup.

Berikut kekhasan Kutang Suroso menurut Fitri:

  • Bagian penutup payudara memperlihatkan belahan dada yang rendah
  • Bagian bawah dada lebih panjang dari bra modern, sehingga sebagian perut tertutup

Umumnya, payudara merupakan salah satu daya tarik seksual bagi pria dan bagian titik sensual bagi perempuan itu sendiri.

"Kutang Suroso bisa mengakomodasi kedua hal itu, menutup payudara sebagai organ tubuh yang perlu dilindungi dan memberi daya tarik sensual," ujar fitri.

Selain itu, menurut pengalaman Fitri, Kutang Suroso dapat menutup payudara secara baik, namun tidak dapat menopangnya secara sungguh-sungguh.

Baca juga: Sejarah dan Isi Perjanjian Giyanti 13 Februari 1755, Siasat Licik VOC Memecah Mataram

Masih diminati

Pemilik Reina Store yang menjual Kutang Suroso, Evy Sofia mengungkapkan, awalnya saat menjual busana sejak 2020 ia menganggap Kutang Suroso tidak ada keistimewaannya.

"Sebagai orang yang pernah tinggal di desa, pemandangan old lady alias simbah-simbah memakai Kutang Suroso dipadukan dengan jarik sungguh lazim terlihat," ungkap perempuan berkerudung ini di akun media sosialnya.

Namun, Evy heran sampai saat ini masih banyak orang yang berminat pada Kutang Suroso. Bahkan para pembelinya adalah perempuan modis yang fashionable.

Menurutnya, perempuan modern yang berminat memakai kutang awal abad ke-20 tersebut karena kearifan lokal yang dipadukan dengan teknik pemasaran.

"Kearifan lokal yang dipadukan dengan kemampuan memasarkan insyaallah akan menghasilkan ledakan dahsyat. Mengubah mindset Kutang Suroso dari kekunoan menjadi kekinian itu tantangan besar," ungkap Evy.

Evy dalam memasarkan dagangannya di media sosial, menyisipkan kata-kata yang menggelitik, "Aku tanpamu bagai payudara tanpa Kutang Suroso. Terombang-ambing."

Nah, itulah sejarah kutang atau bra (BH) di Indonesia yang disebut-sebut mulai ada sejak zaman abad ke-19 di Pulau Jawa atau berawal dari Proyek Jalan Anyer-Panarukan. 

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Editor: Rizal Setyo Nugroho
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi