Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dampak Boikot Minyak Rusia bagi Dunia Internasional dan Indonesia

Baca di App
Lihat Foto
Shutterstock
Ilustrasi minyak mentah dunia.
|
Editor: Sari Hardiyanto

KOMPAS.com - Negara-negara Barat berencana melakukan boikot terhadap impor minyak mentah yang berasal dari Rusia.

Apabila keadaan tersebut terealisasi, dapat dipastikan harga minyak mentah dunia semakin meroket.

Saat ini, harga minyak dunia menembus 120 dollar Amerika Serikat (AS) per barrel.

Baca juga: Sejarah Konflik Rusia Vs Ukraina

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hal ini menjadikan harga minyak dunia menyentuh level tertingginya sejak 2008.

Wakil Perdana Menteri Rusia Alexander Novak mengatakan, larangan impor minyak mentah Rusia akan semakin memperkeruh kondisi pasar global saat ini.

“Lonjakan harga itu akan sulit ditebak. Harga minyak bisa mencapai lebih dari 300 dollar AS per barrel,” tambahnya.

Baca juga: Harga Minyak Dunia Meroket akibat Invasi Rusia, Mungkinkah Ada Kelangkaan Jilid 2?

Lalu bagaimana jika rencana boikot terhadap minyak mentah Rusia terealisasi?

Kenaikan harga minyak

Ekonom Universitas Gadjah Mada Eddy Junarsin mengatakan, jika terjadi pemboikotan terhadap minyak mentah dari Rusia, bisa dipastikan harga minyak akan mengalami peningkatan.

"Saya kira sudah jelas dampaknya pada peningkatan harga minyak yang enggak karuan," katanya saat dihubungi Kompas.com, Rabu (9/2/2022).

Menurutnya, Rusia memiliki peran penting di industri minyak mentah dunia. Terlebih, 10 persen produksi minyak mentah di dunia berasal dari Rusia.

"Saat ini, Rusia telah dikenakan embargo perbankan, barang dan jasa, transportasi, dan jika minyak juga terkena embargo maka berarti Rusia akan terkena embargo total," katanya lagi.

Keuntungan produsen minyak mentah di saat harga naik

Eddy menambahkan, sebenarnya ada jalan alternatif lain untuk menggantikan jumlah produksi minyak yang dihasilkan oleh Rusia, yakni dengan meningkatkan jumlah produksi di negara penghasil minyak lainnya.

Namun, menurut Eddy kemungkinan hal tersebut sulit untuk terwujud karena negara-negara eksporir minyak mentah sedang menikmati harga minyak yang sedang naik.

"Jadi kalau mereka diminta untuk naikin produksi untuk menutupi hilangnya yang diproduksi Rusia kemungkinan besar mereka juga enggan ya, karena lagi menikmati harga yang bagus," ujarnya.

Jika negara eksportir menambah jumlah produksinya, pastinya harga minyak mentah akan mendekati harga nomal.

Baca juga: Cara Membuat Minyak Goreng dari Kelapa dan Sejumlah Manfaatnya

Dampaknya untuk Indonesia

Eddy menyebut bahwa Indonesia harus berhati-hati apabila minyak mentah Rusia diboikot oleh negara-negara Barat.

Pasalnya, peristiwa tersebut membuat harga minyak mentah dapat melambung tinggi dan dapat memengaruhi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Indonesia.

Terlebih Indonesia masih melakukan subsidi minyak tanah, BBM, dan LPG kepada masyarakatnya.

"Jika minyak mentah dunia mengalami peningkatan, anggaran pemerintah untuk melakukan subsidi juga akan membengkak," jelas dia.

"Asumsi kita minyak per barrel sekitar 63 sampai 65 (dollar AS). Jadi kalau harga per barrel sekarang 120, dan kalau embargo total nanti mungkin naik lagi ke 140 kayak gitu, berarti asumsi kita sudah meleset separuhnya lho," ungkap Eddy.

Baca juga: Daftar Lengkap Harga LPG Nonsubsidi yang Naik Mulai Hari Ini

Namun, pemerintah tidak serta merta dapat menghilangkan subsidi begitu saja, karena dapat menimbulkan keributan di dalam negeri.

Hal yang mungkin dilakukan Indonesia dalam menyikapi peristiwa tersebut adalah melakukan efisiensi penggunaan minyak fosil.

Eddy menyarankan pemerintah untuk mengatur kembali budget untuk melakukan subsidi kepada masyarakat.

Baca juga: Daftar Harga BBM Nonsubsidi Mulai 12 Februari dan Alasan di Balik Kenaikannya...

Dampak ekonomi di Amerika Serikat (AS)

Lebih lanjut, Eddy menambahkan Amerika Serikat juga akan terkena dampak jika minyak mentah Rusia mengalami pemboikotan.

Untuk harga minyak di AS saat ini di kota-kota besar per galonnya sekitar 7 dollar AS atau sekitar Rp 100.219, sedangkan untuk di kota kecil per galon 4 dollar AS atau sekitar Rp 57.268.

"Harga BBM di kota besar sudah 7 lebih itu, 7 dollar per galon itu sudah tinggi banget," jelasnya.

Baca juga: Minyak Goreng Dijual Mulai Rp 11.500 Per 1 Februari, Apakah Ada Subsidi?

Di AS, imbuhnya tidak terdapat subsidi terhadap minyak mentah, sehingga harga yang diberikan murni menggunakan harga pasaran minyak mentah dunia.

Perlu diketahui, untuk takaran di AS menggunakan galon, yang satu galonnya sekitar 3,79 liter.

Dengan naiknya minyak di AS maka akan dapat menyebabkan efek berantai yang dapat menyebabkan inflasi dan permasalahan sosial.

Baca juga: Minyak Goreng Murah tapi Masih Langka? Ini Kata Pengamat Ekonomi

Berikut adalah efek berantai di AS jika harga minyak mentah mengalami kenaikan menurut Eddy:

  • Harga barang dan jasa secara umum mengalami kenaikan
  • Tingkat infllasi akan naik
  • Suku bunga mengalami kenaikan
  • Jika suku bunga naik maka dunia usaha akan sulit melakukan ekspansi dan sulit meminjam uang karena bunganya tinggi
  • Jika dunia usaha terkendala, maka angka pengagguran naik
  • Kemudian pertumbuhan ekonomi stuck atau bahkan turun
  • Setelah itu terjadi masalah sosial dan keributan sosial.

Baca juga: Minyak Goreng Rp 14.000, Bisa Didapat di Mana Saja?

Dampak di Eropa Barat

Jika terjadi embargo minyak mentah Rusia, Eropa Barat dimungkinkan akan merasakan efek lebih parah dari Amerika Serikat.

Eddy menjelaskan bahwa perbedaan kultur ekonomi membuat embargo minyak tersebut menjadi lebih sulit untuk Eropa Barat.

Pemerintah di negara-negara Eropa Barat masih memberikan subsidi kepada warganya, sedangkan di AS sendiri jarang melakukan subsidi terhadap warganya.

Baca juga: Mengintip Harta Para Raja Terkaya di Dunia, Siapa Saja Mereka?

Walaupun negara-negara Eropa Barat bersistem kapitalis/liberal, namun sosial demokratnya lebih kuat dari AS yang murni kapitaslis.

"Jadi ini beban pemerintah di Eropa barat akan lebih parah dari Amerika, karena subsidi yang dilakukan permerintahnya terkait fasilitas sosial dan lain sebagainya," kata dia.

"Eropa Barat itu kan negara yang bertipe sosial demokrat. Jadi walaupun mereka negara kapitalis/liberal gitu tapi masih sosial demokratnya lebih kuat, kalau di amerika kan bener-bener murni kapitalisme.," katanya.

Baca juga: Jadi Orang Terkaya di Dunia, Berapa Harta Kekayaan Elon Musk?

Berikut adalah efek berantai di Eropa Barat jika harga minyak mentah mengalami kenaikan menurut Eddy:

  • Harga barang dan jasa secara umum mengalami kenaikan
  • Tingkat infllasi akan naik
  • Suku bunga mengalami kenaikan
  • Jika suku bunga naik maka dunia usaha akan sulit melakukan ekspansi dan sulit meminjam uang karena bunganya tinggi
  • Mata uang negara-negara Eropa Barat akan terdepresiasi
  • Jika dunia usaha terkendala, maka angka pengagguran naik
  • Kemudian pertumbuhan ekonomi stuck atau bahkan turun
  • Setelah itu terjadi maslah sosial dan keributan sosial
  • Akhirnya mungkin pemerintahan akan bertumbangan

Eddy juga menyebut jika mata uang negara-negara Eropa Barat akan ambruk atau terdepresiasi, jika suku bunga pada negara tersebut tinggi.

Sebaliknya, mata uang dollar AS akan mengalami penguatan karena orang-orang ketika keadaan dunia kritis lebih meilih menyimpan harta dalam bentuk emas atau pun dolar AS.

"Jadi efeknya cukup serius saya kira itu buat dunia bahkan di negara maju," ucap Eddy.

Baca juga: Saat Karyawan di Thailand Bakar Gudang Minyak karena Kesal dengan Bosnya...

Solusi damai

Solusi terbaik menurut Eddy untuk menghentikan dampak dari harga minyak mentah yang melambung tinggi adalah mendamaikan Rusia dan Ukrainna.

"Solusinya mendamaikan dua (negara) itu, itu solusi terbaik itu, kalau udah damai kan balik lagi normal," ungkapnya.

Selain opsi damai tersebut, Eddy mengungkapkan bahwa pemerintah Indonesia hanya dapat mengurangi dampak tersebut dengan cara menunda masalah yang akan datang.

Perang membuat rugi berbagai pihak, negara maju dan negara berkembang sama-sama akan megnalami kerugian, bahkan Rusia dapat hancur total karena terkena embargo.

"Jadi memang berusaha memberikan himbauan untuk perdamaian itu masuk akal sekali, karena memang solusinya itu," jelas Eddy.

Baca juga: Kenapa Rusia dan Ukraina Perang?

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: Perbandingan Kekuatan Militer Ukraina vs Rusia

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi