Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hari Ini dalam Sejarah: Penerbitan Supersemar dan Kontroversinya

Baca di App
Lihat Foto
Wikimedia Commons
Salinan 2 versi Supersemar atau Surat Perintah 11 Maret 1966.
|
Editor: Rendika Ferri Kurniawan

KOMPAS.com - Hari ini 56 tahun lalu, tepatnya 11 Maret 1966, Supersemar atau Surat Perintah 11 Maret diterbitkan.

Supersemar berisi mandat Presiden Soekarno kepada Letjen Soeharto untuk mengambil tindakan yang dianggap perlu dalam mengawal jalannya pemerintahan pasca-peristiwa G30S.

Namun, Supersemar masih menjadi kontroversi hingga kini, karena ketiga versi naskah yang tersimpan di Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) dinyatakan tidak autentik.

Baca juga: Keppres Serangan Umum 1 Maret Tak Cantumkan Nama Soeharto, Ini Kata Sejarawan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Latar belakang Supersemar

Dikutip Kompas.com, 5 Maret 2020, Penyerahan mandat kekuasaan dari Soekarno ke Soeharto dilatarbelakangi gejolak di dalam negeri setelah peristiwa G30S/PKI pada 1 Oktober 1965.

MC Ricklefs dalam Sejarah Indonesia Modern 1200-2004 (2007) menulis, demokrasi terpimpin Soekarno mulai runtuh pada Oktober 1965.

Tentara menuding Partai Komunis Indonesia (PKI) sebagai dalang di balik pembunuhan tujuh jenderal. Sikap ini memicu amarah dari para pemuda antikomunis.

Pada akhir Oktober 1965, para mahasiswa membentuk Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) dengan dukungan dan perlindungan tentara.

Ada juga KAPPI (Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia), dan kesatuan-kesatuan aksi lainnya (KABI, KASI, KAWI, KAGI). Semuanya tergabung dalam Front Pancasila.

Selain memprotes Soekarno yang tak bersikap apa-apa terhadap peristiwa G30S, rakyat juga memprotes buruknya perekonomian di bawah Sukarno.

Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Soeharto Lengser, Akhir Kisah Orde Baru

Tritura

Memasuki 1966, inflasi mencapai 600 persen lebih. Soekarno hanya mengabaikan suara rakyat. Aksi unjuk rasa pun semakin kencang.

Pada 12 Januari 1966, Front Pancasila berunjuk rasa di halaman gedung DPR-GR, menuntut 3 hal yang disebut Tritura, yaitu:

  1. Pembubaran Partai Komunis Indonesia (PKI)
  2. Pembersihan Kabinet Dwikora dari unsur-unsur yang terlibat G30S
  3. Penurunan harga.

Puncaknya pada 11 Maret 1966. Demonstrasi mahasiswa secara besar-besaran kembali terjadi di depan Istana Negara. Demonstrasi ini didukung tentara.

Menteri/Panglima Angkatan Darat Letnan Jenderal Soeharto pun meminta agar Soekarno memberikan surat perintah untuk mengatasi konflik apabila diberi kepercayaan.

Dikutip dari Harian Kompas, permintaan itu dititipkan Soeharto kepada tiga jenderal AD yang datang menemui Soekarno di Istana Bogor, 11 Maret 1966 sore.

Ketiga jenderal itu adalah Brigjen Amir Machmud (Panglima Kodam Jaya), Brigjen M Yusuf (Menteri Perindustrian Dasar), dan Mayjen Basuki Rachmat (Menteri Veteran dan Demobilisasi).

Permintaan Soeharto dianggap biasa oleh Soekarno. Maka, pada 11 Maret 1996 sore di Istana Bogor, Soekarno menandatangani surat perintah untuk mengatasi keadaan.

Baca juga: Peristiwa G30S, Mengapa Soeharto Tidak Diculik dan Dibunuh PKI?

Kontroversi Supersemar

Banyak yang meragukan adanya pemberian mandat itu. Apalagi, hingga saat ini naskah asli Supersemar tidak pernah ditemukan.

Salah satunya Sejarawan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Asvi Warman Adam.

Dilansir dari Kompas.com, 11 Maret 2021, dia mengatakan Supersemar merupakan salah satu bagian dari rangkaian peristiwa panjang untuk melemahkan kekuasaan Soekarno.

Setelah menerima Supersemar, Soeharto bertindak cepat. Sehari setelahnya, Soeharto membubarkan Partai Komunis Indonesia (PKI).

Belasan menteri yang loyal terhadap Soekarno ditangkap beberapa hari kemudian. Perlahan, kekuasaan Soekarno surut.

Ada tiga kontroversi yang muncul jika membicarakan Supersemar. Pertama, menyangkut keberadaan naskah otentik Supersemar.

Kedua, proses mendapatkan surat itu. Ketiga, interpretasi yang dilakukan oleh Soeharto.

Kendati lembaga Arsip Nasional Republik Indonesia menyimpan tiga versi naskah Supersemar, ketiganya tidak otentik.

"Ada tiga arsip naskah Supersemar, dari Sekretariat Negara, Puspen TNI AD, dan dari seorang kiai di Jawa Timur," ujar Asvi.

Baca juga: 7 Pemimpin Negara yang Berkuasa Paling Lama, Soeharto Nomor Berapa?

Di bawah tekanan

Kontroversi berikutnya, Supersemar diberikan bukan atas kemauan Soekarno, melainkan di bawah tekanan.

Menurut Asvi, sebelum 11 Maret 1966, Soekarno didatangi oleh dua pengusaha utusan Mayjen Alamsjah Ratu Prawiranegara.

Kedua pengusaha itu, Hasjim Ning dan Dasaad, datang untuk membujuk Soekarno menyerahkan kekuasaan kepada Soeharto.

Akan tetapi, Soekarno menolak, bahkan sempat marah dan melempar asbak.

"Dari situ terlihat ada usaha untuk membujuk dan menekan Soekarno telah dilakukan, kemudian diikuti dengan pengiriman tiga jenderal ke Istana Bogor," ungkap Asvi.

Setelah Supersemar dibuat oleh Soekarno, Soeharto menggunakannya dengan serta-merta untuk melakukan aksi beruntun sepanjang Maret 1966.

Soeharto membubarkan PKI, menangkap 15 menteri pendukung Soekarno, memulangkan anggota Tjakrabirawa, dan mengontrol media massa di bawah Puspen AD.

Sementara bagi Soekarno, surat itu adalah perintah pengendalian keamanan, termasuk keamanan dirinya selaku presiden dan keluarganya.

Soekarno pun pernah menekankan, surat itu bukanlah transfer of authority.

Namun, Amir Machmud, jenderal yang membawa surat perintah dari Bogor ke Jakarta pada 11 Maret 1966, langsung berkesimpulan bahwa itu adalah pengalihan kekuasaan.

Baca juga: Mengenang Presiden Soekarno dan Warisan Pemikirannya...

Isi Supersemar

Terdapat 3 poin isi Supersemar, yaitu:

  1. Mengambil segala tindakan yang dianggap perlu untuk terjaminnya keamanan dan ketenangan serta kestabilan jalannya pemerintahan dan jalannya Revolusi, serta menjamin keselamatan pribadi dan kewibawaan Pimpinan Presiden/Panglima Tertinggi/Pemimpin Besar Revolusi/Mandataris MPRS, demi untuk keutuhan Bangsa dan Negara Republik Indonesia, dan melaksanakan dengan pasti segala ajaran Pemimpin Besar Revolusi.
  2. Mengadakan koordinasi pelaksanaan perintah dengan Panglima-Panglima Angkatan Lain dengan sebaik-baiknya.
  3. Supaya melaporkan segala sesuatu yang bersangkut paut dalam tugas dan tanggung jawabnya seperti tersebut di atas.

(Sumber: Kompas.com/Nibras Nada Nailufar | Editor: Nibras Nada Nailufar, Kristian Erdianto)

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi