Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Diskon Hukuman Jadi 5 Tahun Penjara, Ini Sederet Kontroversi Edhy Prabowo Selama Jabat Menteri KP

Baca di App
Lihat Foto
ANTARA FOTO/RENO ESNIR
Terpidana mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo (tengah) berjalan keluar usai menjalani sidang vonis di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (15/7/2021) . Majelis Hakim memvonis Edhy Prabowo dengan hukuman lima tahun penjara serta denda Rp400 juta subsider enam bulan kurungan. ANTARA FOTO/ Reno Esnir/foc.
|
Editor: Inten Esti Pratiwi

KOMPAS.com - Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan (Menteri KP) Edhy Prabowo mendapat potongan hukuman di tingkat kasasi.

Hukuman penjara yang semula 9 tahun, oleh Mahkamah Agung (MA) dipotong menjadi 5 tahun penjara saja.

Selain pemangkasan hukuman penjara, hukuman tambahan pencabutan hak politik Edhy juga dipotong dari yang semula 3 tahun menjadi 2 tahun.

Diberitakan oleh Kompas.com (9/3/2022), alasan pemangkasan hukuman tersebut lantaran majelis hakim MA menilai bahwa Edhy bekerja dengan baik selama menjabat sebagai Menteri KP.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Putusan vonis Edhy Prabowo pun diketok oleh ketua majelis hakim Sofyan Sitompul dengan hakim anggota Gazalba Saleh dan Sinintha Yuliansih Sibarani.

Namun, benarkah Edhy Prabowo bekerja dengan baik saat menjabat Menteri KP?

Berikut sederet kontroversi dan rekam jejak Edhy Prabowo selama menjabat sebagai Menteri KP:

Baca juga: Pimpinan Komisi III Anggap Aneh Alasan MA soal Potongan Hukuman Edhy Prabowo

Kebijakan ekspor benih lobster

Menteri KP sebelum Edhy Prabowo, Susi Pudjiastuti, melarang keras penangkapan lobster baik untuk budidaya, penelitian, maupun riset.

Namun saat Edhy menjabat, pelarangan penangkapan lobster kemudian diganti dengan Peraturan Menteri (Permen) KP Nomor 12 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Lobster, Kepiting, dan Rajungan di Wilayah Negara Republik Indonesia.

Aturan tersebut tidak hanya membolehkan penangkapan benih lobster saja, melainkan juga perizinan dalam mengekspornya.

Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan Abdul Halim mengatakan, bahwa kebijakan era Edhy tersebut sangat tidak tepat.

Pasalnya, terdapat banyak dampak yang akan dirasakan oleh pembudidaya lobster dalam negeri.

Pembudidaya lobster lokal nantinya akan kesulitan mendapat benih kualitas baik lantaran sebagian besar akan diekspor ke luar negeri.

“Itu yang kemudian mendorong pembudidaya lobster mendapatkan kerugian yang berikutnya yakni harga jual lobster menjadi tidak bisa bersaing dengan produk serupa yang dihasilkan dari luar negeri,” ujar Halim, dikutip dari Kompas.com (9/5/2022).

Baca juga: Edhy Prabowo dan Mengapa Masih Ada Pejabat yang Doyan Korupsi?

Legalisasi cantrang

Edhy Prabowo sempat mengusulkan pelegalan penggunaan cantrang sebagai alat tangkap.

Usulan tersebut berdasarkan hasil kajian tindak lanjut Permen KP Nomor B.717/MEN-KP/11/2019 tentang Kajian terhadap Peraturan Bidang Kelautan dan Perikanan.

Delapan jenis alat tangkap baru yang dibolehkan oleh Edhy antara lain pukat cincin pelagis kecil dengan dua kapal, pukat cincin pelagis besar dengan dua kapal, payang, cantrang, pukat hela dasar udang, pancing berjoran, pancing cumi mekanis, dan huhate mekanis.

Menurutnya, anggapan cantrang yang merusak lingkungan sedikit keliru dan justru memiliki nilai ekonomis.

Sebab, penangkapan menggunakan cantrang hanya digunakan di laut berdasar pasir maupun berlumpur, bukan di laut berterumbu karang.

“Kata siapa cantrang tidak benar? Mana mungkin, Pak, saya punya alat tangkap (cantrang) mau taruh di terumbu karang. Ya robek, lah. Cantrang nangkap untuk dasar laut yang berlumpur saja,” ucap Edhy, dilansir dari Kompas.com (29/10/2019).

Baca juga: Putusan MA Pangkas Hukuman Edhy Prabowo Dinilai Tak Masuk Akal

Berhenti tenggelamkan kapal

Era Susi dikenal dengan kebijakan penenggelaman kapal ikan asing. Kebijakan ini banyak mendapat apresiasi. Bahkan mata dunia pun menyorot Indonesia kala itu.

Kebijakan era Susi tersebut kemudian tidak dilanjutkan oleh Edhy. Penyebabnya, kapal maling ikan dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pendidikan daripada hanya berakhir menjadi rumpon ikan di dasar laut.

Edhy lebih memilih untuk menyerahkan kapal-kapal ke Kejaksaan, kampus-kampus yang memiliki jurusan perikanan, dan koperasi nelayan.

“Kapal ini akan diserahkan ke Kejaksaan. Karena banyak sekali kampus-kampus ini punya jurusan perikanan, kenapa tidak saya serahkan ke sana. Atau misalnya nanti kita serahkan ke koperasi nelayan. Kan bisa,” ujar Edhy, sebagaimana diberitakan Kompas.com (20/11/2020).

(Sumber: Kompas.com/Achmad Nasrudin Yahya; Fika Nurul Ulya; Dandy Bayu Bramasta | Editor: Krisiandi; Erlangga Djumena; Nadia Kemala Movanita; Sari Hardiyanto)

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi