Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan
Bergabung sejak: 24 Mar 2020

Penulis adalah pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan.

Kemahiran Mengukur Kebahagiaan

Baca di App
Lihat Foto
PEXELS/ANDRE FURTADO
Jika mencari cara menguatkan mental, cobalah untuk menguatkan pandangan kita akan diri sendiri karena pandangan orang lain tidak terlalu penting.
Editor: Sandro Gatra

KETIKA berupaya menyusun isi buku “Pedoman Menuju Tidak Bahagia” terpaksa saya mempelajari apa yang disebut sebagai kebahagiaan.

Sejak awal sebelum mulai menyusun isi buku tersebut, saya sudah nekad menarik sebuah kesimpulan bahwa apa yang disebut sebagai kebahagiaan merupakan suatu bentuk perasaan, maka secara kualitatif kontekstual nisbi melekat pada persepsi yang sedang, telah atau akan merasakan perasaan tersebut.

Kebahagiaan mirip perasaan lain-lainnya seperti kepercayaan, keyakinan, keimanan, kasih-sayang, kebencian, keraguan, keacuhan, kepedulian, kecurigaan, ketakutan dan lain sebagainya.

Segenap jenis dan bentuk perasaaan pada hakikatnya subyektif, maka mustahil obyektif disamasebangunkan satu dengan lain apalagi lain-lainnya.

Meski demikian, selalu ada yang mencoba mengukur apa yang disebut sebagai kebahagiaan.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Agar terkesan lebih keren kebahagiaan diganti dengan istilah yang tidak semua orang mengenal artinya, yaitu eudaimonisme atau agar makin terkesan ilmiah: eudaimonologi.

Bhutan

Negara yang memelopori gerakan mengukur kebahagiaan di planet bumi ini adalah Bhutan.

Sebagai negara yang penduduknya mayoritas umat Buddha, maka ukuran yang digunakan untuk mengukur kebahagiaan warga Bhutan adalah kaidah bahagia menurut Buddhisme yang berupaya menghindari kemelekatan sebagai sumber samsara.

Subyektifitas ukuran kebahagiaan berkaidah Buddhisme jelas beda dengan ukuran kebahagiaan berkaidah sekularisme, apalagi yang carnivora dan hedonis seperti saya.

Meski demikian, kepeloporan Bhutan mengukur kebahagiaan dianggap sedemikian membahagiakan sehingga ditiru negara-negara lain. Termasuk Indonesia.

Maluku Utara

Kompas.com 2 Maret 2022 memberitakan bahwa Badan Pusat Statistika (BPS) telah merilis laporan Indeks Kebahagiaan 2021.

Secara umum, Indeks Kebahagiaan di Indonesia pada 2021 mengalami peningkatan 0,8 poin menjadi 21,79 dibandingkan 70,69 pada 2017.

Maluku Utara masih menjadi provinsi paling bahagia dengan skor 76,34, disusul oleh Kalimantan Utara dan Maluku.

Sementara itu, Banten menjadi provinsi dengan skor Indeks Kebahagiaan terendah, yaitu 68,08.

Sedangkan DKI Jakarta menempati peringkat 8 terbawah dengan skor 70,58.

Ucapan selamat berbahagia layak disampaikan kepada warga Maluku Utara yang menurut Indeks Kebahagiaan 2021 merupakan para warga yang paling berbahagia hidup di persada Indonesia masa kini.

Sementara rasa prihatin layak diberikan kepada sesama warga Indonesia yang kebetulan bermukim di Banten sebagai provinsi dengan skor Indeks Kebahagiaan paling rendah di Indonesia.

Semoga di masa mendatang apalagi jika Omicron sudah berlalu prestasi warga Banten dalam hal merasa bahagia akan mengalami peningkatan yang sangat signifikan.

Jakarta

Saya pribadi merasa bahagia bermukim di kota Jakarta, maka saya perlu kembali meninjau rasa bahagia saya sebab menurut Index Kebahagiaan 2021 terbukti DKI Jakarta menempati peringkat 8 terbawah dengan skor 70.58.

Jangan-jangan rasa bahagia yang saya rasakan sebagai warga Jakarta adalah semu belaka.

Padahal saya sama sekali tidak berhak merasa bahagia hidup di Jakarta abadi terancam kemacetan lalu lintas dan banjir seperti New York atau New Orleans.

Terus terang akibat Index Kebahagiaan 2021 versi BPS di lubuk sanubari menyelinap rasa kecemburuan sosial bahwa sebagai sesama warga Indonesia ternyata warga Maluku Utara merasa jauh lebih bahagia ketimbang warga Jakarta dengan kesenjangan skor 76,34-70,58=5,76.

Meski tidak jelas seberapa besar kecemburuan kebahagiaan saya terhadap warga Maluku Utara sebab sejauh ini BPS belum menggarap Index Kecemburuan Nasional.

Cara

Saya tahu cara mengukur lingkar perut saya dalam ukuran sentimeter. Saya juga bisa mengukur berat badan saya dalam ukuran kilogram.

Saya mengukur kadar gula darah saya dengan menggunakan alat pengukur gula darah. Ada pula lie detector sebagai alat pengukur kejujuran manusia meski akurasinya masih diragukan.

Saya pernah berhasil meningkatkan hasil tes IQ saya dari 144 menjadi 148 bukan akibat saya cerdas, namun sekadar tahu cara menjawab pertanyaan-pertanyaan tes sebagai percobaan mengukur kecerdasan saya.

Kecerdasan pada hakikatnya abstrak seperti perasaan manusia maka kurang layak untuk diukur-ukur.

Sampai sekarang saya masih belum tahu bagaimana cara mengukur perasaan kasih-sayang seorang ibu terhadap anaknya atau sebaliknya.

Juga setahu saya belum ada metode mengukur kasih-sayang seorang suami terhadap istrinya dan/atau sebaliknya.

Rasa jengkel seorang warga Jakarta di siang hari ketika terjebak kemacetan lalu-lintas di jalan protokol Jakarta beda dengan rasa bahagia warga Jakarta yang sama di malam hari ketika berkumpul kembali dengan keluarganya di rumah merupakan bukti bahwa perasaan manusia tidak statis, namun dinamis perpetuum mobile sehingga muskil, bahkan mustahil diukur. Kecuali dipaksakan.

Maka saya sungguh merasa kagum (tanpa skor sebab belum ada Index Kekaguman Nasional) terhadap kemahiran sakti-mandraguna para ilmuwan Badan Pusat Statistika mengukur perasaan bahagia sehingga berjaya menyusun Index Kebahagiaan Nasional masing-masing daerah di persada Indonesia. MERDEKA!

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi