Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Dosen Universitas Widya Mataram Yogyakarta
Bergabung sejak: 25 Nov 2021

Dr. Mukhijab, MA, dosen pada Program Studi Ilmu Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Politik Universitas Widya Mataram Yogyakarta.

Bahar dan Serangan Pasukan Siber Penguasa

Baca di App
Lihat Foto
shutterstock
ilustrasi hacker
Editor: Sandro Gatra

PROPAGANDA merupakan terminologi memanipulasi informasi publik. Dalam periode sebelum era teknologi informasi dan digitalisasi media, medium propaganda yang digunakan adalah media konvensional, dalam hal ini media cetak, televisi, dan radio.

Istilah itu merujuk pada sejumlah kajian, yang paling popular adalah riset yang dibubukan oleh Eward Herman dan Noam Chomsky.

Beberapa karya tulis mereka yang membahas propaganda menjadi bacaan utama dalam studi komunikasi dan sosiologi media.

Beberapa karya Chomsky yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris seperti Menguak Tabir Terorisme Internasional. Bandung: Mizan, 1991, Media Control The Spectaculer Achieveent of Propaganda. Operan Media, 1997, Pirates and Emperors Old and New International Terrorism in the Real World. 2nd ed. London: Cambridge, MA?: South End Press, 2002, Politik Kuasa Media (The Media Control: The Spectaculer Achievements of Propaganda). ed. AN Mansyur. PINUS Book Publisher, 2006, Neo Imperalisme Amerika Serikat. ed. Dian Yanuardy. Yogyakarta: Resist Book,2008. Kemudian karya monumental Edward S Herman, Noam Chomsky, Manufacturing Consent the Political Economy of the Mass Media. New York: Pantheon Books, 2002.

Substansi kerja propaganda dalam terminologi Herman dan Chomsky maupun laporan Samantha Bradshaw, dkk bertajuk Industrialized Disinformation 2020 Global Inventory of Organized Social Media Manipulation dan The Global Disinformation Order 2019 Global Inventory of Organised Social Media Manipulation, adalah memanipulasi informasi atau opini publik.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baca artikel sebelumnya: Bahar dan Ruang Publik Acakadut!

Penekanan Herman dan Chomsky, strategi manipulasi informasi publik menggunakan media konvensional, umumnya dilakukan oleh pemerintah.

Metode kerja memanipulasi informasi atau opini publik dikenal dengan sebutan newspeak, yaitu strategi media atau yang mengendalikan media dalam bekerja untuk melayani elite dominan yang mengontrol media (pemodal, pengiklan, sumber berita, pemilik media).

Pemerintah dan partai politik bisa masuk tiga pihak, yaitu pemodal, pengiklan/pemberi subsidi media, dan sumber berita.

Dalam pola propaganda tradisional itu, strategi media melayani dengan melakukan konstruksi fakta sosial dalam kerangka berpikir biner sekaligus kontradiktif, yaitu informasi yang layak atau korban yang layak dan informasi atau korban yang tidak layak (worthy-unworthy victim) untuk mendapat atau tidak mendapat tempat di media.

Kategorisasi tersebut bukan didasarkan standar objektif tentang layak atau tidak layak informasi yang diproduksi, melainkan ukuran kepentingan bagi elite politik dan agen kekuasaan (Edward S Herman 2002, 37).

Baca artikel sebelumnya: Bahar dan Pasukan Siber

Aktor dalam komputasi kegiatan propaganda di media sosial lebih spesifik disebut pasukan siber atau agensi pemerintah atau agensi partai politik.

Namun seperti propaganda konvensional, pemerintah negara tertentu atau partai politik tertentu masih mengendalikan media konvensional.

Para era informasi digital saat ini, mereka juga memanfaatkan media berbasis internet (daring/online media/media sosial) untuk propaganda mereka.

Samantha Bradshaw, dkk menandai dalam laporannya menyatakan, sebanyak 60 negara dari 91 negara yang diteliti pada 2020, dalam hal ini lembaga pemerintahnya menggunakan propaganda komputasi untuk membentuk sikap publik.

Representasi lembaganya yang bersifat permanen adalah Kementerian Komunikasi atau Kementerian Digital Informasi, lembaga militer, atau lembaga kepolisian.

Sejumlah negara lainnya menggunakan organisasi media (komersial) yang didanai negara untuk propaganda komputasi di dalam dan luar negeri mereka.

Negara tertentu menggunakan media sosial, contoh Polisi Filipina memanfaatkan Facebook untuk penggalangan opini publik soal militer melawan terorisme, atau menggunakan media sosial untuk menggambarkan perang saudara di Libya, yang melibatkan Government of National Accord dan Tentara Nasional Libya.

Disebut dalam laporan pemerintah Belarusia mengendalikan lebih dari 600 media berita (online media) untuk propaganda.

Dalam propaganda era kontemporer ini, para aktor yang terlibat komputasi propaganda pada 46 negara adalah kolaborasi antara aktor negara dan perusahaan swasta komunikasi strategis.

Sebagai contoh, perusahaan swasta Archimedes Group di Israel menjadi operator kampanye komputasi propaganda dengan sasaran wilayah Afrika, Amerika Latin, dan Asia Tenggara.

Kemudian perusahaan Eliminaliadi Spanyol menggalang informasi untuk pemilihan lokal di Kolombia, Ekuador, dan Republik Dominika.

Negara dan partai politik melibatkan aktor-aktor yang berpengaruh, sukarelawan dan masyarakat sipil tertentu dalam propaganda kontemporer.

Dalam laporan itu Samantha Bradshaw, dkk menggunakan kalimat, “kami mencari bukti adanya koordinasi formal atau kegiatan yang secara resmi disetujui oleh negara atau oleh partai politik, daripada kampanye yang mungkin secara implisit dikenai sanksi karena faktor-faktor seperti ideologi atau tujuan yang tumpang tindih.”

Terdapat 23 negara yang menggunakan atau bekerja sama dengan kelompok masyarakat sipil dan 51 negara menggunakan influenser untuk propaganda komputasi.

Dalam kurun waktu riset ini (2019-2020), Indonesia disebut menggunakan “kelompok buzzer” untuk kampanye politik selama Pemilu 2019.

Dalam konteks ini terdapat penekanan, buzzer untuk kampanye pemilu itu bekerja sukarela.

Dalam konteks yang lebih umum, para agen buzzer kerja sama dengan politisi, partai, perusahaan swasta, masyarakat sipil, netizen dan influenser.

Karena itu, aspek sukarela dibaca dalam konteks selektif dan hati-hati.

Bahar bertanya, bagaimana para aktor bekerja dalam memanipulasi informasi?

Mendasarkan riset Computational Propaganda Research Project, pasukan siber menggunakan akun-akun tertentu dari perusahaan platform media informasi digital tertentu yang dioperasikan manusia maupun diotomatisasi atau disebut akun bot (robot).

Fungsi bot untuk mengintensifkan distribusi maupun respons dan mendistoris akun atau informasi dari lawan-lawan yang disasar.

Temuan riset itu, terdapat 57 negara yang lebih memilih akun otomatis atau bot dalam propaganda, 79 negara menggunakan akun yang dikurator oleh orang, dan 14 negara mengunakan akun yang diretas, akun curian, atau peniruan identitas.

Dalam kasus Indonesia, akun yang digunakan jenis robot dan manusia. Riset ini menorehkan catatan khusus, kasus akun yang diretas, dicuri, lalu digunakan untuk propanga jumlahnya relatif terbatas.

Adapun jenis pesan yang dipropagandakan mencakup empat kategori, yaitu:

1. Propaganda pro-pemerintah atau pro-partai

2. Distribusi informasi untuk menyerang oposisi atau kampanye kotor

3. Sharing informasi dalam bentuk trolling atau pelecehan atau informasi sangat personal terhadap oposisi atau kritikus pemerintah, termasuk terhadap pers.

Kasus Guatemala, misalnya, pasukan siber menggunakan akun palsu untuk melabeli individu sebagai teroris, penjajah asing, musuh negara.

4. Propaganda provokasi yang mendorong perpecahan dan polarisasi warga

Hasil riset itu pola propaganda negara dirinci sebagai berikut, terdapat 90 persen negara yang diriset melakukan propaganda pro-pemerintah dan pro-partai, 94 persen negara yang distudi menekan partisipasi politik melalui trolling atau pelecehan, 73 persen negara yang diriset melakukan disinformasi dan menyerang oposisi, termasuk kampanye kotor (black champagne), dan 48 persen negara mendorong perpecahan dan mempolarisasi warga.

Para pasukan siber dan negara serta partai (pro kekuasaan) di Indonesia, dikategorikan menerapkan strategi memperkuat informasi pro pemerintah, menyerang oposisi, dan menekan lawan politik pemerintah dan partai pro kekuasaan.

Bersambung, baca artikel selanjutnya: Bahar dan Pembunuhan Demokrasi oleh Pasukan Sipil

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi