Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tarif PPN Diwacanakan Naik 1 April 2022, Ini Dampaknya bagi Masyarakat

Baca di App
Lihat Foto
PIXABAY
PPN adalah pajak yang dikenakan atas setiap pertambahan nilai dari barang atau jasa dalam peredarannya dari produsen ke konsumen.
|
Editor: Sari Hardiyanto

KOMPAS.com - Tarif pajak pertambahan nilai (PPN) diwacanakan akan naik pada 1 April 2022. Adapun besaran kenaikannya, dari yang semula 10 persen menjadi 11 persen.

Naiknya tarif PPN menyusul disahkannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

“Berdasarkan amanat UU, tarif PPN 11 persen akan berlaku mulai 1 April 2022,” ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Neilmaldrin Noor, dilansir dari pemberitaan Kontan (11/3/2022).

Sementara UU HPP sendiri, mengatur kenaikan PPN menjadi 11 persen per 1 April 2022, kemudian akan disusul kenaikan menjadi 12 persen paling lambat 1 Januari 2025.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baca juga: Harga Minyak Dunia Meroket akibat Invasi Rusia, Mungkinkah Ada Kelangkaan Jilid 2?

Tujuan kenaikan tarif PPN ini sebagai upaya meningkatkan penerimaan pajak dan menciptakan kesetaraan dalam pembayaran pajak.

Namun, kenaikan tarif PPN 11 persen rupanya ditolak oleh sebagian besar masyarakat.

Hal tersebut dapat dilihat dari survei nasional oleh Centre for Indonesia Strategic Actions (CISA), yang menghasilkan sekitar 77,37 persen responden menolak.

Dari angka tersebut, 28,75 responden menganggap kenaikan PPN akan menghambat pemulihan ekonomi, dilansir Kompas.com (13/10/2021).

Baca juga: Besaran PPN, PPh, dan Cukai Rokok yang Naik Mulai 2022

Lantas, apa dampak kenaikan PPN bagi masyarakat?

Kenaikan PPN berdampak inflasi

Ekonom sekaligus direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, penyesuaian PPN menjadi 11 persen diperkirakan akan mendorong inflasi pada April 2022 berada di atas 1,4 persen secara bulanan.

Selain itu, kenaikan PPN juga akan berpengaruh pada kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), tarif dasar listrik untuk nonsubsidi, serta penyesuaian harga liquefied petroleum gas (LPG) nonsubsidi untuk kesekian kalinya.

“Karena melihat pergerakan harga minyak mentah dunia sudah di atas 118 dollar AS per barrel. Jadi ini salah kekhawatiran berlanjutnya tren harga energi global yang meningkat di tengah tren invasi Ukraina,” terang Bhima saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (12/3/2022).

Baca juga: Perang Rusia-Ukraina, Kenaikan Harga Pangan Global, dan Ancaman Kelaparan Dunia

Inflasi nantinya juga bisa membuat bank sentral melakukan penyesuaian suku bunga lebih cepat.

Suku bunga acuan yang lebih cepat dinaikkan, menurut Bhima akan berdampak juga pada kenaikan biaya produksi di level produsen dan dapat diteruskan hingga ke level konsumen.

Sementara itu, ada pula risiko dari sisi kenaikan harga pokok makanan saat Ramadhan yang jatuh pada April 2022.

“Jadi Ramadhan dan lebaran di mana permintaan (bahan pokok) biasanya mengalami kenaikan. Dan ini ada tambahan dari kenaikan PPN,” tambah Bhima.

Hal tersebut akan sangat berdampak pada masyarakat, terutama kalangan menengah ke bawah

“Harus memperhatikan juga kesiapan dari daya beli masyarakat terhadap kenaikan harga kebutuhan pokok. Karena yang terkena dampak adalah masyarakat menengah bawah,” katanya.

Baca juga: Perang Rusia Ukraina Bisa Pengaruhi APBN dan Picu Inflasi, Benarkah?

Kenaikan tarif PPN sebaiknya ditunda

Melihat dampak dan situasi yang mungkin terjadi, menurut Bhima, pemerintah sebaiknya menunda kenaikan tarif PPN 11 persen.

Kebijakan tunda tarif PPN akan sangat mendukung pemulihan ekonomi, terlebih akibat dampak dari situasi geopolitik yang membuat inflasi jauh lebih tinggi.

Bhima menambahkan, kenaikan tarif PPN menjadi 11 persen sebenarnya bukan masalah jika diterapkan saat konsumsi rumah tangga mulai solid.

Namun, berbeda cerita jika diterapkan pada saat ini.

Baca juga: Daftar Harga BBM Nonsubsidi Mulai 12 Februari dan Alasan di Balik Kenaikannya...

Terkait dengan penerimaan negara, Bhima menyebut masih ada tambahan windfall atau pajak dari naiknya harga komoditas global.

Oleh karena itu, penambahan tarif PPN bukan sesuatu yang mendesak untuk dilakukan.

“Bahkan dengan hitung-hitungan harga minyak di atas 127 dollar AS per barrel terdapat tambahan penerimaan pajak dan PNBP (penerimaan negara bukan pajak) sebesar Rp 192 triliun dari selisih harga ICP (Indonesia Crude Price) di asumsi makro 63 dollar AS per barrel,” jelas Bhima.

Baca juga: Dampak Boikot Minyak Rusia bagi Dunia Internasional dan Indonesia

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi