KOMPAS.com – Berdasarkan UU Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, pemerintah melalui Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) di bawah Menteri Agama memiliki kewenangan untuk menerbitkan sertifikasi halal.
Hal tersebut juga disampaikan oleh Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas melalui laman instagramnya.
“Sertifikasi halal, sebagaimana ketentuan Undang-undang, diselenggarakan oleh Pemerintah, bukan lagi Ormas,” tulis Yaqut.
Baca juga: Kemenag Wajibkan Calon Pengantin Cek Kesehatan Sebelum Menikah, Apa Alasannya?
Kendati demikian, Ketua Bidang Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Asrorun Niam Soleh mengatakan aturan tersebut tidak serta merta menjadikan pemerintah sebagai satu-satunya pihak yang berwenang menetapkan fatwa halal atau haram.
Penetapan fatwa halal menjadi wewenang MUI
Pembentukan BPJPH di bawah Menteri Agama membuat kewenangan penerbitan sertifikasi halal yang semula diemban oleh MUI berpindah tugas ke BPJPH.
Namun, MUI masih memiliki kewenangan untuk menetapkan kehalalan suatu produk.
“Sesuai UU, penetapan kehalalan produk itu dilaksanakan oleh MUI melalui Sidang Fatwa,” kata Asrorun Niam melalui pesan singkat kepada Kompas.com, Selasa (15/3/2022).
“Hal ini mengingat bahwa term halal adalah term keagamaan. Sehingga yang punya otoritas penetapan kehalalan adalah lembaga keulamaan,” imbuhnya.
Penetapan kehalalan produk yang dilakukan oleh MUI ini nantinya digunakan sebagai dasar dalam penerbitan sertifikat halal yang diterbitkan oleh BPJPH.
“Fatwa halal oleh MUI berada dalam ranah keagamaan. Lantas diadministrasikan oleh negara melalui BPJPH dalam bentuk sertifikat halal,” katanya lagi.
Baca juga: Isi Lengkap Fatwa MUI soal Sertifikasi Halal Vaksin Covid-19 Sinovac
Proses penerbitan sertifikasi halal oleh BPJPH
Dikutip dari laman BPJPH, alur proses penerbitan sertifikasi halal melibatkan Lembaga Pemeriksa Halal (LPH), MUI dan BPJPH.
Selaras dengan informasi tersebut, Wakil Ketua Umum MUI Anwar Abbas menuturkan, proses penerbitan sertifikat halal melibatkan LPH, MUI, dan BPJPH.
LPH bertugas untuk memeriksa komposisi suatu produk secara saintifik, yakni melalui pemeriksana laboratorium.
“Setelah dia (LPH) kaji secara saintifik, ini adalah halal misalnya. Jadi LPH secara saintifik menjustifikasi bahwa produk ini adalah halal,” ujarnya terpisah, Selasa (15/3/2022).
Baca juga: Penjelasan KFC dan MUI soal Isu Burger Mengandung Unsur Babi
Kemudian, hasil kajian tersebut akan diberikan kepada Komisi Fatwa MUI dalam bentuk laporan. Tujuannya adalah untuk dikaji ulang oleh MUI.
“Kalau seandainya ada ingridients atau unsur-unsur di produk itu yang belum ada sertifikatnya, maka akan dikembalikan,” imbuhnya.
Sebaliknya, apabila produk tersebut sudah dianggap lolos oleh Komisi Fatwa MUI, maka MUI akan menetapkan fatwa kehalalan produk.
Baca juga: Penjelasan MUI soal Saf Shalat yang Kembali Dirapatkan
Penetapan kehalalan produk tersebut menjadi landasan dasar penerbitkan sertifikat halal yang diberikan oleh BPJPH.
“Jadi bersiklus ya, diajukan ke BPJPH ke LPH. Dari LPH kepada MUI. Dan dari MUI ke BPJPH lagi,” jelasnya.
Singkatnya, pendaftaran sertifikat halal suatu produk bisa dilakukan melalui BPJPH yang kemudian akan diaudit oleh LPH.
Setelah audit oleh LPH selesai, MUI akan menetapkan kehalalan produk melalui Sidang Fatwa dan menyerahkannya ke BPJPH untuk diterbitkan sertifikat halal.
Baca juga: Logo Halal MUI Segera Tak Berlaku, Bagaimana Nasib Produk Logo Lama?
Cara mengajukan sertifikasi halal
Sebagai gambaran pelaku usaha, berikut cara mengajukan sertifikasi halal sebagaimana dikutip dari laman BPJPH:
1. Pelaku usaha melakukan permohonan sertifikasi halal dengan membawa dokumen kelengkapan sebagai berikut:
- Data pelaku usaha
- Nama dan jenis produk
- Daftar produk dan bahan yang digunakan
- Pengolahan produk
- Dokumen sistem jaminan produk halal
Baca juga: Apakah Mengupil Bisa Membatalkan Puasa? Ini Penjelasan MUI
2. BPJPH akan memeriksa kelengkapan dokumen dan menetapkan LPH untuk melakukan audit terhadap perusahaan terkait.
3. LPH selama kurang lebih 15 hari akan melakukan peneriksaan dan menguji kehalalan produk secara saintifik.
4. Hasil laporan LPH akan diajukan ke MUI untuk ditetapkan kehalalan produk melalui Sidang Fatwa. Proses ini membutuhkan waktu sekitar 3 hari.
5. Apabila MUI telah menetapkan kehalalan produk, maka BPJPH akan menerbitkan sertifikat halal.
Baca juga: Apakah Sikat Gigi Membatalkan Puasa? Ini Penjelasan dari MUI
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.