Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Profil Pratiwi Sudarmono, Astronot Pertama Indonesia

Baca di App
Lihat Foto
Pratiwi Sudarmono, salah satu ilmuwan Indonesia yang pernah terlibat proyek dengan NASA.
|
Editor: Rizal Setyo Nugroho

KOMPAS.com - Dokter Pratiwi Soedarmono adalah pakar mikrobiologi yang pernah dipersiapkan menjadi astronot pertama Indonesia pada tahun 1986.

Sayang, meledaknya pesawat ulang-alik Challenger beberapa bulan sebelum keberangkatan menyebabkan dia gagal mengangkasa. 

Baca juga: Mengenal Pratiwi Sudarmono, Astronot Perempuan Pertama Indonesia

Pratiwi Sudarmono dijadwalkan terbang tahun 1986

Ya, Indonesia pernah punya calon astronot yang dijadwalkan terbang bersama Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA). 

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dia adalah Pratiwi Pujilestari Sudarmono atau dikenal dengan Pratiwi Sudarmono. Dikutip Harian Kompas, 27 Januari 1991, pada 1985 dia terpilih menjadi calon antariksawati pertama Indonesia.

Namun dia batal terbang, karena sebulan sebelum keberangkatan, tepatnya 28 Januari 1986, pesawat ulang alik Challenger yang membawa misi lain, yaitu STS-51-L meledak di udara.

Semula dia dijadwalkan terbang pada Juni 1986 bersama astronot Inggris untuk mengawal peluncuran satelit Palapa dan mengerjakan eksperimen ilmiah.

Baca juga: Profil Pratiwi Sudarmono, Astronot Perempuan Pertama Indonesia

Pesawat ulang-alik Challenger meledak

Pesawat ulang-alik Challenger meledak ketika meluncur ke angkasa. Musibah itu menyurutkan program ulang-alik Amerika selama hampir tiga tahun.

Selain itu membuat program antariksawan asing yang dijadwalkan ikut penerbangan ulang-alik telantar, termasuk program yang diikuti Pratiwi.

Berbeda dengan program astronot Inggris yang segera dibubarkan segera setelah terjadi bencana Challenger, program antariksawan Indonesia terus berjalan hingga beberapa tahun setelah kecelakaan itu. Namun statusnya menggantung.

Hingga 5 tahun lebih Pratiwi masih kerap ditanyai wartawan tentang kapan dia akan terbang.

Selanjutnya, 5 tahun setelah kecelakaan itu daftar nama calon astronot Indonesia sudah tak ada lagi dalam list NASA.

Meja yang dulu pernah disediakan untuk calon astronot Indonesia di Houston, juga sudah tak ada lagi.

Setelah kecelakaan pesawat, Pratiwi juga masih harus menjaga kebugarannya untuk memenuhi tingkatan tertentu karena secara resmi program itu belum dinyatakan bubar.

Baca juga: AS-Rusia Capai Kesepakatan di Angkasa, Astronot NASA Bisa Pulang ke Bumi Menumpang Roscosmos

 

Profil Pratiwi Sudarmono

Sebelum menjadi calon astronot atau calon antariksawati Indonesia, Pratiwi adalah seorang doktor mikrobiologi.

Dilansir Kompas.com, 9 Desember 2021, Pratiwi lahir di Bandung, 31 Juli 1952. Dia merupakan anak sulung dari 6 bersaudara yang telah memiliki minat mengenai tata surya dan antariksa sedari kecil.

Pratiwi kecil menyelesaikan pendidikan di SD St. Joseph pada tahun 1964, SMP St. Angela (1967) dan melanjutkan SMA di SMA Putri Tarakanita Jakarta (1970).

Setelah lulus SMA, Pratiwi Sudarmono melanjutkan pendidikan kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dan lulus pada 1976.

Pratiwi Sudarmono pun melanjutkan studi dan penelitiannya di Research Institutefor Microbial Diseases di Osaka University, Jepang.

Pada tahun yang sama dia mendapat brevet keahlian dalam bidang mikrobiologi klinik.

Tak hanya itu, Pratiwi Sudarmono juga menjadi wanita Indonesia pertama yang mendapatkan gelar doktor (Ph.D.) di bidang kedokteran dari Jepang.

Baca juga: Viral Foto Astronot Mengambang Tanpa Penambat, Fakta atau Hasil Editan?

Kerjasama Indonesia-NASA

Pada 1985 saat pemerintah Indonesia bekerja sama dengan NASA (National Aeronautics and Space Administration), Pratiwi Sudarmono menjadi ilmuwan wakil Indonesia yang terpilih oleh NASA melalui berbagai seleksi yang ketat.

Misi Wahana Antariksa atau Space Shuttle berencana menuju luar angkasa menggunakan pesawat ulang-alik Columbia pada 24 Juni 1986. Misi tersebut bertujuan untuk membawa tiga satelit komersial, yaitu Skynet 4A, Palapa B3, dan Westar 6S.

Pratiwi menjadi satu-satunya calon astronot perempuan Indonesia dengan ditemani salah satu kandidat astronot Indonesia lain, yaitu Taufik Akbar, seorang insinyur telekomunikasi dari Institut Teknologi Bandung (ITB).

Taufik menjadi awak cadangan untuk misi peluncuran STS-61-H di Amerika Serikat.

Meski tidak jadi terbang pada 24 Juni 1986, Pratiwi berkesempatan menjalani penelitian yang dijalankan di komplek NASA. Dia juga menjalani pelatihan astronot dan mempelajari struktur luar kendaraan luar angkasa.

Melalui berbagai prestasinya, Pratiwi Sudarmono menerima berbagai penghargaan, salah satunya pada tahun 2019 yaitu penghargaan GE Indonesia Recognition for Inspiring in STEM award.

Dilansir Kompas.com, 22 Februari 2020, di tahun 1990-an, Pratiwi menghabiskan waktunya di laboratorium yang dikembangkan dengan dana Bantuan Presiden yang sering ia sebut "laboratorium indah".

Banyak riset yang dilakukannya di laboratorium itu, seperti pengembangan kit diagnostik untuk demam berdarah.

Pratiwi juga aktif dalam kegiatan manajemen birokrasi. Kini Pratiwi Sudarmono lebih mengabdikan diri menjadi guru besar atau profesor kehormatan ilmu mikrobiologi di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

(Sumber: Kompas.com/Soffya Ranti, Ahmad Naufal Dzulfaroh | Editor: Reska K. Nistanto)

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi