Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan
Bergabung sejak: 24 Mar 2020

Penulis adalah pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan.

Reruntuhan My Son sebagai Monumen Anti-perang

Baca di App
Lihat Foto
Wikimedia Commons/Bernard Gagnon
Candi My Son di Vietnam
Editor: Sandro Gatra

Hanya yang belum pernah mengalaminya yang senang perang. (Desiderius Erasmus)

PADA bulan Mei 2020 tersiar berita yang sebenarnya cukup penting bagi para pemerhati warisan kebudayaan dunia, namun sayang ditenggelamkan oleh gelombang berita kemaharajalelaan pagebluk Corona.

Berita tersebut adalah tentang para arkeolog India dan Vietnam berhasil menemukan sebuah prasasti monolitik terbuat dari batu pasir yang diduga berusia sekitar 1100 tahun, berarti dibuat pada sekitar abad X di kawasan kelompok candi My Son di tengah rimba belantara dekat kota Hoi An, Vietnam masa kini.

Kondisi candi-candi My Son ketika saya berkunjung ke sana pada awal abad XXI sungguh sangat memprihatinkan.

Mayoritas para candi My Son dalam kondisi hancur lebur berantakan sebagai sekadar cerai-berai reruntuhan puing-puing akibat dibombardir bom napalm oleh pesawat tempur Amerika Serikat yang ingin menaklukkan kaum Vietcong bergerilya di hutan belantara kawasan My Son.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Candi-candi My Son yang diduga mulai dibangun secara bertahap dengan susah-payah sejak sekitar abad IV sebenarnya memiliki makna sejarah kebudayaan setara candi-candi Dieng, Gedung Songo dan Prambanan di pulau Jawa.

Namun akibat perang Vietnam dan Amerika Serikat selama dua daswarsa sejak 1955 sampai dengan 1975, maka kondisi para candi Hindu di Vietnam mengalami kerusakan jauh lebih parah ketimbang candi-candi Hindu di Indonesia.

Candi-candi legendaris di kawasan My Son didirikan oleh suku Champa yang beragama Hindu, sama halnya para pendiri candi Dieng, Gedung Songo dan Prambanan.

Akibat hancur dibumihanguskan bom Amerika Serikat, maka untuk sementara ini popularitas mau pun mutu estetikal sebagai destinasi wisata-budaya yang sudah diakui UNESCO sebagai warisan kebudayaan dunia, My Son jauh tertinggal dibanding dengan Angkor Wat dan Borobudur.

My Son merupakan fakta sejarah yang membuktikan agama Hindu merupakan penghubung peradaban antara negara-negara Asia Selatan dengan negara-negara Asia Tenggara sejak dahulu kala.

Reruntuhan My Son merupakan fakta tak terbantahkan bahwa angkara murka perang di samping ganas membinasakan manusia juga merusak alam sambil memusnahkan situs-situs warisan peradaban yang seharusnya bisa dihindarkan.

Apabila mereka yang dianggap sebagai para pemumpin bangsa tidak memaksa sesama manusia saling membunuh sesama manusia termasuk anak-anak yang sama sekali tidak berdosa kecuali dilahirkan di bumi yang dilanda malapetaka perang atas kehendak para pemimpin bangsa.

Reruntuhan candi-candi My Son merupakan monumen peradaban demi mengingatkan umat manusia jangan sampai mengulang angkara murka kebiadaban masa lalu di masa depan.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi