Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Pemerhati Sosial
Bergabung sejak: 15 Mar 2022

Pemerhati masalah sosial. Bekerja sebagai pegawai negeri sipil sejak 1986 hingga 2016.

Kota 15 Menit untuk Masyarakat Sehat Jasmani dan Rohani

Baca di App
Lihat Foto
Dok. VITO France
Supermarket Paris Store di Perancis.
Editor: Sandro Gatra

KONSEP “Kota 15 Menit” baru populer pada beberapa tahun terakhir ini. Pandemi Covid-19 sejak tahun 2020 mempercepat penyebarluasannya.

Konsep ini diperkenalkan oleh Guru Besar Universitas Sorbonne, Carlos Moreno pada tahun 2016.

Intinya, konsep kota 15 menit mengacu pada pergerakan orang untuk bekerja, bersosialisasi, berbelanja, menjaga kesehatan, bersekolah, dan berekreasi; yang semuanya dapat ditempuh dengan berjalan kaki, bersepeda atau menggunakan kendaraan umum dalam waktu tidak lebih dari 15 menit.

Penduduk kota perlu membebaskan diri dari pergerakan yang jauh dan lama hanya untuk bekerja, seperti yang saat ini dilakukan di kota-kota besar dunia saat ini.

Imbalannya adalah waktu yang lebih longgar untuk berkumpul bersama keluarga, berolahraga, beribadah, menekuni hobi, berpiknik, menikmati teh sore hari, dan sebagainya.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

15 menit tidak berarti meniadakan peran fasilitas berskala kota, baik untuk pekerjaan, pendidikan, perdagangan, rekreasi, dan sebagainya.

Hanya saja cara untuk menuju ke fasilitas-fasilitas itu diatur sehingga lebih mudah, aman dan cepat bagi warga seluruh kota yang membutuhkan.

Penerapan

Pada April 2020 ratusan akademisi dan arsitek di Barcelona menandatangani sebuah manifesto yang berisikan seruan tentang perubahan radikal dalam penataan kota untuk mengatasi Covid-19.

Saran yang diajukan antara lain menyangkut pengaturan ulang mobilitas, re-naturalisasi kota, de-komodifikasi perumahan, dan de-pertumbuhan.

Ada banyak tuntutan yang disampaikan kepada para wali kota, di antaranya agar jalan-jalan di dalam kota lebih didedikasikan untuk orang, bukan untuk kendaraan semata, dan jalur pesepeda perlu dibangun dan dipisahkan dengan jalur pejalan kaki.

Selang tak berapa lama kemudian perkumpulan wali kota dari 97 negara (termasuk Indonesia) yang tergabung dalam Grup Kepemimpinan Iklim Kota C40 pada Juli 2020 menerbitkan panduan Membangun Kembali secara Lebih Baik (build back better) yang antara lain menggunakan konsep kota 15 menit.

Dokumen itu menyertakan contoh yang dilakukan di beberapa kota seperti Milan, Madrid, Edinburg, dan Seattle dalam menyediakan fasilitas agar warga kota lebih banyak bergerak untuk memperkuat imunitas tubuh melawan Covid-19.

Konsep kota 15 menit semakin tersebar luas tatkala Wali Kota Paris, Anne Hidalgo, setelah berkonsultasi pada Profesor Moreno menetapkan konsep kota 15 menit sebagai program kerja utamanya.

Baginya, kota 15 menit adalah solusi untuk mengurangi polusi dan stres, untuk mewujudkan lingkungan permukiman yang berbaur secara sosial dan ekonomi, dan untuk meningkatkan kualitas hidup secara menyeluruh bagi penduduk dan turis.

Kota Paris, yang sudah hijau, bersih dan indah itu saat ini sedang berbenah untuk mewujudkan gagasan Hidalgo.

Targetnya, tahun 2024, Paris sudah terbagi dalam kawasan-kawasan permukiman, di mana berbagai kegiatan penduduk di kawasan itu dapat dilakukan dalam waktu kurang dari seperempat jam. Menarik bukan?

Kota-kota di negara-negara lain sudah terlebih dulu menerapkan konsep kota 15 menit, dengan nama dan kekhususan masing-masing.

Singapura memasukkan konsep tersebut dalam Master Plan 2040.

Shanghai dan beberapa kota lain di Tiongkok sejak 2016 sudah mengambil langkah kongkret mengimplementasikan konsep itu.

Portland di AS pada 2012 menata ulang kota untuk membentuk lingkungan-lingkungan yang komplet, agar penduduk cukup berjalan kaki atau bersepeda untuk melakukan berbagai kegiatan.

Tujuannya antara lain untuk mencegah obesitas dan agar warga dapat membeli makanan sehat sambil bergerak.

Rencana Tata Ruang Kota Melbourne 2017-2050 mengakomodasi konsep kota 20 menit, antara lain membangun baru jalur khusus sepeda.

Bagaimana di sini?

Sepengetahuan penulis, konsep kota 15 menit tidak nyaring bergaung di Indonesia. Wacana publik tentang kota lebih mengutamakan diskusi tentang ibu kota negara.

Upaya pemerintah kota di era Covid-19 cenderung terbatas pada pembangunan jalur khusus sepeda, itupun tidak terjadi dengan mudah.

Konsep kota 15 menit seakan tidak sampai di negeri ini, kendati negara-negara tetangga sudah dalam tahap pembangunan dan pemanfaatannya.

Di kalangan akademisi pun konsep kota 15 menit seperti tidak dianggap penting.

Bencana Covid-19 memang sudah reda, kita sudah siap-siap mengubah status Covid-19 dari pandemik menjadi endemik, yang terbatas pada wilayah tertentu dan tidak menular secara masif.

Hal ini dapat menjadikan orang melupakan manfaat konsep kota 15 menit. Tetapi mestinya tidak demikian.

Ada atau tidak ada pandemi, kota yang pergerakan warganya untuk berbagai keperluan didasarkan pada proximity (kedekatan) akan lebih menguntungkan secara ekonomi, sosial dan lingkungan, bahkan secara psikologis, daripada kota yang mengutamakan kendaraan pribadi sebagai sarana mobilitas warga.

Yang pertama kali perlu menyadari manfaat konsep kota 15 menit adalah wali kota dan birokrasinya.

Setelah itu, wali kota menetapkan kebijakan dan birokrasi menyusun rencana implementasi.

Warga memberikan masukan terhadap rencana yang dibuat, kemudian wali kota menyampaikan program yang sudah menampung pendapat warga tersebut kepada DPRD berikut usulan pendanaannya.

Para anggota DPRD tentu sudah mendapat penjelasan mengenai konsep kota 15 menit dari wali kota sehingga dapat dengan segera memberikan persetujuan.

Intinya adalah kebijakan kepala daerah khususnya wali kota sangat menentukan terwujudnya kota 15 menit.

Konsep ini membutuhkan konsistensi dalam pelaksanaannya, karena sulit diwujudkan dalam waktu satu atau dua periode pemerintahan.

Untuk itu perlu ada landasan hukum berupa peraturan daerah, dinas yang menangani, anggaran yang bertahun jamak (multi years), dan yang lebih penting adalah pemahaman publik mengenai manfaat model kota 15 menit.

Siapapun yang menjadi wali kota, program kota 15 menit (dengan nama apapun) tidak akan dihentikan.

Ini karena mayoritas warga tidak akan memilih calon wali kota yang tidak paham manfaat konsep 15 menit saat Pilkada.

Konsep kota 15 menit perlu diterapkan di berbagai ukuran kota. Semakin besar kota, semakin banyak perubahan yang harus dilakukan.

Oleh karena itu, kota-kota kecil perlu menyiapkan terwujudnya kota 15 menit dalam rencana pembangunan kotanya.

Kota-kota menengah perlu menetapkan kawasan-kawasan yang lengkap dalam radius pencapaian 15 menit dalam rencana tata ruang kota yang baru.

Kota-kota besar menghadapi masalah yang lebih pelik, namun mempunyai dana yang lebih besar untuk melakukan penataan kota.

Setiap pemerintah kota perlu berupaya memberi kemudahan bagi warganya untuk melakukan berbagai kegiatan pokok dalam waktu singkat tanpa menggunakan kendaraan bermotor.

Dengan demikian warga akan mempunyai waktu yang lebih banyak untuk menikmati kehidupannya.

Dari sinilah kebahagiaan itu tumbuh pada diri warga, secara individual maupun secara komunal.

 

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi