Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Pemimpin Redaksi Kompas.com
Bergabung sejak: 21 Mar 2016

Wartawan Kompas. Pernah bertugas di Surabaya, Yogyakarta dan Istana Kepresidenan Jakarta dengan kegembiraan tetap sama: bersepeda. Menulis sejumlah buku tidak penting.

Tidak semua upaya baik lekas mewujud. Panjang umur upaya-upaya baik ~ @beginu

Kemarahan Presiden, Tepuk Tangan Pejabat, dan Tas LV Ibu Menteri

Baca di App
Lihat Foto
Memberi pidato. Karya Gindring Waste, seniman asal Magelang, Jawa Tengah.
Editor: Amir Sodikin

HAI, apa kabarmu?

Semoga kabarmu baik karena anugerah kesehatan dan mulai berangsur-angsur normalnya kehidupan kita karena pandemi yang makin terkendali.

Kabar baik ini pasti. Konfirmasi makin berangsur-angsur normalnya kehidupan bisa kita dapati di jalan raya, fasilitas transportasi publik, dan tempat-tempat keramaian seperti pusat belanja.

Macet tidak hanya terjadi di jam berangkat dan pulang kerja sudah kembali. Akhir pekan, kemacetan itu pindah ke luar kota dan tempat-tempat wisata.

Transportasi publik seperti kereta api sudah padat dan kerap sesak oleh pengguna. Pusat belanja dan tempat makan minum tidak pakai pedoman jarak lagi.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bersamaan dengan berangsur-angsur normalnya kehidupan, pemerintah mengumumkan tarawih bisa dilakukan lagi selama bulan ramadhan. 

Mudik saat lebaran tidak dilarang. Dua tahun penantian untuk tradisi yang mengikuti Idul Fitri akhirnya diperbolehkan. 

Pelonggaran ini disambut gembira meskipun sejumlah syarat disertakan yaitu vaksin lengkap dan vaksin booster untuk melindungi kesehatan.

Namun, dalam suasana gembira ini, kita mendapati kemarahan dari Presiden Joko Widodo. Kemarahan yang beralasan jika melihat pertimbangannya.

Kemarahan itu disampaikan terbuka di depan para menteri, kepala lembaga, kepala daerah, dan pimpinan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Acaranya sebenarnya arahan tentang afirmasi bangga buatan Indonesia di Bali, Jumat (25/3/2022). Namun, acara arahan itu berubah jadi kemarahan.

Ungkapan kemarahanan Presiden Jokowi itu setidaknya tercermin dari kata bodoh yang diulang sampai dua kali yaitu "bodoh sekali" dan "bodoh banget".

Kemarahan tercermin juga dari ekspresi Presiden Jokowi saat memberi arahan di depan para pejabat sebagai ungkapan kejengkelan yang dikemukakan.

Saat kemarahannya justru ditepuktangani pejabat yang dimarahi, Presiden Jokowi bertambah marah. Ia malarang tepuk tangan diberikan.

Apa dasar kemarahan Presiden Jokowi? 

Kemarahan umumnya berakar pada kesedihan dan ini diakui Presiden Jokowi.

Karena itu, kita perlu melihat kesedihan apa yang memicu kemarahan Presiden Jokowi saat harusnya memberi arahan.

Pertama soal seremoni dalam acara afirmasi bangga buatan Indonesia. Seremoni atau hahahihi ini tidak sesuai dengan kenyataan.

Kekecewaan karena tidak satunya kata dan perbuatan itu memunculkan kesedihan. Kesedihan memunculkan kemarahan.

Predikat "bodoh sekali" dan "bodoh banget" dilekatkan Presiden Jokowi kepada para pejabat.

Di panggung-panggung seremoni para pejabat mengatakan bangga buatan Indonesia, tapi dalam realisasi penggunaan anggaran justru nyata-nyata mengkhianti.

Anggaran pengadaan barang dan jasa dari pemerintah pusat Rp 526 triliun, pemerintah daerah Rp 535 trilian, dan BUMN 420 triliun dipakai untuk membeli barang-barang impor.

Kenyataan pengkhianatan yang dirayakan dengan seremoni afirmasi bangga buatan Indonesia di Bali memunculkan kekecewaan, menjadi dasar kesedihan. 

Kekecewaan yang menjadi dasar kesedihan dan meluap dalam kemarahan, bukan arahan seperti diharapkan.

Presiden Jokowi mengecam "kemalasan" para menteri dan pejabat yang tidak detail dalam penggunaan anggaran dan terkesan lepas tangan ketika diminta pertanggungjawaban.

Menurut Presiden, jika 40 persen saja total anggaran pemerintah pusat, daerah, dan BUMN dibelanjakan untuk produk dalam negeri, ada kontribuasi pertumbuhan ekonomi sekitar 2 persen. Ya, 2 persen, angka yang bakalan sangat signifikan efeknya. 

Dua periode pemerintahan berjalan, hal ini tidak juga bisa dilakukan. Presiden Jokowi menyatakan hal ini tidak bisa diterus-teruskan. Harus dicukupkan. 

Barang-barang impor yang memunculkan kekecewaan, kesedihan, dan kemudian kemarahan antara lain CCTV, laptop, traktor, alat tulis, kursi, alat kesehatan, seragam, sepatu tentara dan polisi.

Empat pembantu di kabinet yang ada di bawah kendali Presiden Jokowi disebut-sebut langsung.

Mereka adalah Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Makarim, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, dan Menteri BUMN Erick Thohir.

Untuk kesedihan yang muncul dari kekecewaan dan menjadi kemarahan, tiga kali Presiden menggungkapkan kejengkelan dengan pesan utama yang kita sepakati: mari kita sudahi, jangan diperpanjang.

Tepuk tangan tidak diperlukan. Kesedihan dan kekecewaan yang memunculkan kemarahan untuk topik ini tidak layak dirayakan. 

Untuk tepuk tangan, saya tidak habis pikir kenapa muncul sebagai reaksi para pejabat padahal sedang dimarahi. Apa yang hendak ditepuktangani? Apa yang hendak dirayakan?

Di pemerintahan era sebelumnya, untuk arahan yang persis sama, yaitu mencintai produk-produk Indonesia, reaksi Ibu Menteri lebih tepat menurut saya.

Saat itu, bukan tepuk tangan yang diberikan meskipun tidak ada larangan.

Saat arahan mencintai produk-produk Indonesia disampaikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di depan seluruh pejabat dan para menteri, syal di leher Ibu Menteri diturunkan untuk menutup tas bertuliskan LV di kursi. 

Saat ini, setelah lebih dari dua periode, ujaran yang sama persis dikemukakan.

Tidak ada perubahan perilaku meskipun berkali-kali hal yang sama sudah diberi arahan bahkan dengan kemarahan.

Untuk hal ini, sepakat dengan Presiden Jokowi. Jangan diteruskan. Sudah cukupkan. Mari disudahi!

Lelah rakyat melihat tidak satunya kata dan perbuatan para pejabat.

Lagunya begini, nadanya begitu. Maknanya tak ada mirip seperti pejabat!

Begitu kata Jason Ranti.

Salam woyo,

Wisnu Nugroho

 

 

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi