Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kelindan arsip, data, analisis, dan peristiwa
Bergabung sejak: 6 Jun 2021

Arsip Kompas berkelindan dengan olah data, analisis, dan atau peristiwa kenyataan hari ini membangun sebuah cerita. Masa lalu dan masa kini tak pernah benar-benar terputus. Ikhtiar Kompas.com menyongsong masa depan berbekal catatan hingga hari ini, termasuk dari kekayaan Arsip Kompas.

Kisah Herawati Diah yang Jadi Google Doodle 3 April 2022: Tentang Hidup yang Penuh

Baca di App
Lihat Foto
DOK GOOGLE
Tangkap layar Google Doodle 3 April 2022, yang menyematkan caption Ulang Tahun Ke-105 Ibu Siti Latifah Herawati Diah
Editor: Palupi Annisa Auliani

MENJELANG pecahnya Perang Pasifik yang oleh Jepang disebut Perang Asia Raya, mingguan berbahasa Jawa Penyebar Semangat disebut memasang foto seorang gadis.

Dalam keterangan foto dikatakan bahwa gadis ini sedang dalam perjalanan pulang dari Amerika, mampir di Filipina, dan diterima Presiden Manuel Quezon di Istana Malacanang.

Gadis itu, Herawati Diah. Di kemudian hari, Herawati adalah orang pertama Indonesia yang pada 1995 mendapatkan Bintang Mahaputra dari Pemerintah Indonesia dalam kapasitasnya sebagai wartawan. 

Herawati memang bukan orang berprofesi wartawan yang pertama menerima penghargaan kenegaraan. Namun, penerima sebelumnya mendapatkan penghargaan itu dalam kapasitas bukan sebagai wartawan. 

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fakta itu diungkap oleh mendiang wartawan senior Rosihan Anwar, saat memberi kata sambutan dalam syukuran penghargaan untuk Herawati itu. Rosihan juga adalah penerima BIntang Mahaputra pada 1973, bersama BM Diah, dan Jakob Oetama.

"Saya memperolehnya sebagai anggota MPR, Jakob karena anggota DPR, dan Diah karena bekas duta besar... Herawati memperoleh Mahaputra sebagai wartawan. Jadi saya merasa bangga, profesi kita sudah diwakili ..." ungkap Rosihan, sebagaimana diunggah harian Kompas di edisi 27 Agustus 1995. 

Lulusan jurnalistik pertama dari Amerika

Sebagaimana ditulis Soebagijo IN, sejarawan pers, di harian Kompas edisi 28 Juni 2000, Herawati adalah perempuan pertama Indonesia yang meraih gelar akademik dari Amerika Serikat. Di situ dituliskan bahwa Herawati menggenggam gelar Bachelor of Arts dari Columbia University. 

Lahir di Tanjungpandang, Bangka Belitong, pada 3 April 1917, Siti Latifah Herawati berangkat ke Amerika Serikat pada 1937. Anak dari dokter Latip dan Alimah ini menjalani pendidikannya di Barnard College, Columbia University, sebagai satu-satunya orang asing.

Dalam tulisan Soebagijo, Herawati mengungkap alasannya memilih jurnalistik sebagai jalan hidup. 

"Sejak semula saya memang sudah tertarik kepada masyarakat. Saya suka manusia. Sebagai wartawan, kita bisa bergaul leluasa dengan segala lapisan masyarakat, mulai yang terbawah sampai yang teratas. Dari klerk kecil sampai kepala negara," ungkap dia.

Selain bersuamikan BM Diah yang juga dikenal sebagai wartawan, Herawati berbesan dengan Mohammad Said dan Ani Idrus, yang adalah keluarga tokoh wartawan dari harian Waspada, Medan. 

Pulang ke Indonesia setelah selesai kuliah di Amerika, dia menjadi penyiar radio Jepang di zaman sebelum kemerdekaan. Herawati menyebut pekerjaan itu dia lakoni semata karena terkait dengan urusan kemanusiaan.

Saat itu, tugasnya adalah membacakan surat dari para tawanan perang. Syarat pekerjaan itu adalah kefasihan berbahasa Inggris. Namun, pekerjaan itu juga yang mempertemukannya dengan BM Diah yang sama-sama bekerja di situ.

Menikah dengan BM Diah pada 18 Agustus 1942, Herawati memulai juga kiprahnya menulis dalam bahasa Indonesia. Dia mengakui, BM Diah-lah yang membuatnya melakoni itu. 

"Untuk apa kepandaianmu yang kau peroleh dari Amerika apabila tidak kau pergunakan?," ujar Herawati menirukan pesan Diah kepadanya.

Kritik pers Herawati

Masih dari tulisan Soebagijo, Herawati menyebut kebebasan pers sungguhlah bagus tetapi dia melihat praktiknya kebablasan dan melampaui batas etika.

Penyuguhan berita dan tulisan menurut dia terasa kurang profesional. Opini sering dijadikan berita dan wartawannya kurang membaca.

"Harus diakui bahwa kaum wartawannya memang cukup kreatif, penuh inisiatif sekaligus dinamis; tetapi sayang sekali sering kurang tepat penyajian beritanya. Padahal tiap informasi harus jujur dan benar," kutip Soebagijo dari Herawati.

Dicontohkan, dari pertemuan Komisi Nasional anti-Kekerasan terhadap Perempuan yang saat itu baru digelar. Menurut Herawati, yang ditanyakan wartawan justru tentang Soeharto, bukan soal yang sedang dibahas dalam pertemuan itu.

"Agaknya yang diutamakan hanyalah mencari berita-berita yang sekiranya bisa menaikkan oplah saja. Berita-berita yang sifatnya sensasional," ujar dia.

Lalu, lanjut Herawati seperti dikutip Soebagijo, tidak jarang pula wartawan yang mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang sifatnya sangat pribadi, yang tidak perlu diketahui orang lain.

"Padahal, bukankah hak pribadi harus dihormati? The right to privacy?" tanya dia.

Dalam tulisan harian Kompas edisi 22 April 2014, Herawati dalam perayaan ulang tahun ke-97 pada tahun itu menyebut pula perusahaan media di Indonesia juga sudah berubah. 

”Dulu media memperjuangkan cita-cita dan ideologi, tetapi sekarang telah menjadi industri,” kata Herawati, Kamis (17/4/2014). 

Menurut dia, media pada masanya didirikan dengan modal minim tetapi cita-cita tinggi, yaitu mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan kemerdekaan bangsa. 

Dosa, kalau tidak berbuat apa-apa

Herawati harus diakui berasal dari kalangan cukup berada dan mapan. Sekolahnya saja sudah memperlihatkan itu. Dia juga masih terhitung keponakan dari Mr Ahmad Soebardjo, Menteri Luar Negeri pertama Indonesia.

Kondisi ini bukan tak disadari Herawati.

"Oleh Tuhan saya dikurniai kesehatan mantap dan harta yang cukup. Saya akan merasa berdosa apabila saja dengan itu tidak berbuat sesuatu yang bermanfaat bagi masyarakat," kata dia.

Meski demikian, Herawati mengaku upayanya juga diselaraskan dengan kondisi badan dan situasi. Yang terpenting, kata dia, tetap berusaha melakukan yang bermanfaat bagi masyarakat dan agama.

Bersama BM Diah, jalan Herawati di dunia jurnalistik berlanjut hingga mengelola perusahaan penerbitan media. Harian Merdeka dan mingguan Merdeka, menjadi media mereka. Harian Merdeka yang terbit pertama pada 1945 bertahan sampai 1999. 

Namun, Herawati juga mengelola majalah bulanan Keluarga. Bagi ibunda Herawati, Ny Latip, majalah ini adalah kelanjutan dari majalah Dunia Kita yang pernah dia kelola semasa penjajahan Belanda. 

Pergaulan Herawati terus meluas. Terlebih lagi setelah BM Diah menjadi duta besar. Pada 1955, dia mendirikan PT Indonesia Observer, yang menerbitkan Indonesia Observer sebagai surat kabar berbahasa Inggris pertama di Indonesia.

Surat kabar ini jadi bacaan delegasi Konferensi Asia Afrika di Bandung. Selepas momentum tersebut, Indonesian Observer tetap terbit hingga 2001.

Herawati juga mendirikan Yayasan Mitra Budaya untuk pelestarian kebudayaan. Salah satu kiprahnya, penggalangan dana untuk perbaikan Candi Borobudur dan sumbangan bagi sejumlah museum.

Masih terkait budaya, dia pernah berkiprah pula di The International Fund for the Promotion of Culture, yang berkerja di bawah naungan UNESCO. Dia menjadi satu-satunya perempuan di antara 15 anggota dewan administratif tersebut.

Herawati juga diketahui aktif hingga ke ranah politik, sekalipun bukan politik praktis. Dia, misalnya, berkiprah di balik Gerakan Swara Perempuan, Gerakan Perempuan Sadar Pemilu, dan Gerakan Masyarakat Madani.

Salah satu yang disuarakan adalah mendorong publik memunculkan calon-calon unggulannya. Dia juga berkehendak para perempuan bisa memilih di pemilu tanpa ada bayang-bayang ketakutan imbas pilihannya ke pekerjaan suami.

Herawati menggagas pula kursus dan pelatihan supaya perempuan berani tampil di panggung politik. Salah satu pertanyaan besarnya, yang mungkin masih relevan sampai sekarang adalah mengapa belum ada juga perempuan menjadi menteri pendidikan? Menurut dia, pendidikan adalah ranah perempuan.

Di luar kiprah terkait pers dan kebudayaan, Herawati adalah pengusaha perhotelan juga. Hotel Hyatt Aryaduta Jakarta adalah salah satu hotel yang pernah dia miliki di bawah payung PT Hotel Prapatan.

Setidaknya, ini merujuk pemberitaan harian Kompas edisi 7 Januari 1990, ketika hotel tersebut pada 30 Desember 1989 dinyatakan sebagai hotel berbintang lima. Dari PT Hotel Prapatan juga berderet nama hotel lain di dalamnya. 

Hidup yang penuh dan bahagia

”Senin dan Rabu adalah jadwal saya main bridge,” ujar Herawati, menjadi awal tulisan Maria Hartiningsih dan Indira Permanasari di harian Kompas edisi 12 Mei 2013. Bagi Herawati, permainan bridge penting untuk menahan kepikunan. 

”Dengan bermain bridge, kita merawat ingatan dan melatih otak. Kita harus ingat lawan kita punya kartu apa selain menjadi ajang silaturahim dan berteman.”

Berteman adalah kata kunci bagi Herawati. Dia bisa dibilang adalah people person. Bridge hanya salah satu caranya. 

Meski terus disibukkan kegiatan di luar rumah, Herawati punya kebiasaan rutin yang tak pernah ditinggalkan. ”Saya suka berkebun,” ujarnya. Ia bangun pagi dan rajin jalan pagi di dalam lingkungan apartemennya.

Meski otot kakinya melemah, pendengarannya masih tajam. Kesehatannya relatif baik. ”Menjadi tua adalah proses alamiah,” ujarnya, ”yang penting, sehat, otak tetap bekerja, dan tidak boleh bosan merawat diri. Hidup harus dijalani dengan bersyukur.”

Tak ada diet khusus dilakukannya. ”Hanya porsi makan lebih kecil, tetapi sering. Kadang saya makan empat kali sehari. Saya hanya makan ikan dan ayam, tak suka daging merah. Rajin makan sayuran seperti salad,” tuturnya.

Ia ingin menjadi inspirasi bagi banyak teman seusianya yang cenderung sudah apatis. ”Kita harus terus mengikuti perkembangan, tampil rapi untuk memelihara semangat karena kita masih harus hidup,” tuturnya.

Kuku-kuku jarinya tampak terawat. Ketika ditanya apakah ia masih suka ke salon, Herawati menjawab cepat, ”Masih dong. Kalau tidak rapi, cucu saya tidak mau jalan sama saya, ha-ha-ha.”

Harian Kompas edisi 14 Desember 1972 juga pernah mengangkat prinsip Herawati soal kesibukan yang tak boleh menjadi alasan untuk tidak berdandan. Pada tahun itu dia dinobatkan menjadi satu dari 10 perempuan Indonesia berbusana paling serasi. 

Dalam wawancara dengan Maria Hartiningsih dan Indira Permanasari, Herawati mengaku menjalani hari tua dengan ringan, sekalipun tetap sibuk seperti cerita di atas. Kerumitan hidup ditinggalkan, sekalipun berjejak tapi tak disentuh lagi. 

Ia mengaku selalu bisa memaafkan dan tak menyesali yang sudah terjadi. ”Saya bahagia,” ujarnya dengan mata berbinar. ”Tidak terlalu dibebani dengan hidup saya. Saya tidak punya musuh dan tidak mau punya musuh. Saya percaya pada kebaikan.”

Dunia Herawati terasa sempurna justru karena ketidaksempurnaannya. Dia juga tak merasa perlu ada bagian hidup yang harus dihapus. ”Tidak. Hidup ada turun-naiknya. Never a dull moment. Itulah yang membuat saya hidup.”

Julius Pour, dalam tulisan lain di harian Kompas edisi 29 Juni 1993 mengutip definisi kebahagiaan dari Herawati. Menurut Herawati, kebahagiaan pada akhirnya adalah ketenangan pikiran.

"Itu artinya kita boleh saja punya musuh, tetapi kita berani mengampuni. Kita boleh saja punya masalah, namun kita harus ingat bahwa semua masalah dapat ditanggulangi. Kita bisa saja mempunyai kesulitan, tetapi kita harus sadar bahwa semua kesulitan akan berlalu," tutur Herawati. 

Herawati berpulang ke rahmatullah pada dini hari, Jumat, 30 September 2016. Orang baik berpulang pada hari baik. Kembara hidup selama 99 tahun berjejak dalam. Terbukti, 105 tahun usianya pun diabadikan menjadi Google Doodle edisi 3 April 2022.

 

Naskah: KOMPAS.com/PALUPI ANNISA AULIANI

Catatan: Seluruh foto, kutipan, dan artikel harian Kompas yang digunakan dalam tulisan ini dapat diakses publik melalui layanan Kompas Data

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi