Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Habis Pandemi, Terbitlah Kenaikan Harga Barang...

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.com/Deti Mega Purnamasari
Suasana Pasar Kebon Bawang, Tanjung Priok, Jakarta Utara, Jumat (25/3/2022). Pedagang mengeluhkan harga-harga seluruh kebutuhan pokok yang naik jelang puasa 2022.
|
Editor: Rendika Ferri Kurniawan

 

KOMPAS.com - Denyut nadi perekonomian Indonesia berangsur normal seiring terkendalinya situasi pandemi Covid-19 di Indonesia.

Senyum para pedagang kembali merekah setelah dagangannya ramai dikunjungi pembeli.

Apalagi, momen Ramadhan 2022 memberi berkah tersendiri bagi para pedagang yang tak bisa berjualan akibat pembatasan Covid-19 pada tahun-tahun sebelumnya.

Namun, euforia situasi pandemi di Indonesia yang semakim membaik ini berada dalam bayang-bayang masalah baru.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baca juga: Sri Mulyani: Dulu Tantangan Masyarakat adalah Pandemi, Sekarang Kenaikan Harga Pangan

Dari pandemi menuju naiknya harga kebutuhan pokok

Kenaikan harga kebutuhan pokok dan komoditas lainnya kini lebih sering memenuhi pemberitaan media massa sejak memasuki 2022.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pun mengakui, kenaikan harga komoditas disarakan oleh seluruh dunia setelah pandemi Covod-19.

Kondisi ini diperparah dengan adanya konflik Rusia-Ukraina yang mengakibatkan terbatasnya akses pangan dunia.

"Kalau dulu tantangan dan ancaman bagi masyarakat adalah pandemi, sekarang tantangan dan ancaman bagi masyarakat adalah kenaikan dari barang-barang tersebut (harga pangan)," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (5/4/2022).

Mulai dari minyak goreng, meski sempat disubsidi pemerintah, publik kini dibuat kebingungan karena harganya yang tinggi dan stok yang terbatas.

Tak heran, antrean panjang kerap ditemui di sejumlah toko demi mendapat minyak goreng.

Terbaru, pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) Pertamax menjadi Rp 12.500-Rp 13.000 per liter.

Bahkan, telah memberi sinyal adanya kenaikan BBM jenis Pertalite dan elpiji 3 kilogram.

"Over all, yang akan terjadi itu Pertamax, Pertalite, Premium belum, gas yang 3 kilo itu (ada kenaikan) bertahap. Jadi 1 April, nanti Juli, nanti September itu bertahap (naiknya) dilakukan oleh pemerintah," kata Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves), Jumat (1/4/2022).

Baca juga: Pertalite dan Elpiji 3 Kg Bakal Naik, Airlangga: Kami Kaji dan Akan Kami Umumkan...

Potensi inflasi tertinggi sejak 2014

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai, inflasi Indonesia diperkirakan akan tembus 5 persen pada 2022 apabila pemerintah tetap menaikkan harga Pertalite dan elpiji 3 kilogram.

Jika benar-benar terjadi, inflasi ini tercatat sebagai yang paling tinggi sejak 2014.

"Mau tidak mau masyarakat akan tetap pakai Pertalite dan elpiji subsidi karena kebutuhan utama," kata Bhima kepada Kompas.com, Rabu (6/4/2022).

Imbasnya pun akan lebih luas.

Keterpaksaan akibat kenaikan BBM ini akan berujung pada pengurangan konsumsi barang lain, misalnya penundaan membeli barang elektronik, otomotif, pakaian jadi, dan lain-lain.

Bahkan, imbasnya berpotensi menyebabkan perusahaan melakukan efisiensi massal dengan PHK karyawan.

"Biaya produksi industri kan sudah naik sejak tahun lalu sementara omset terganggu kenaikan pertalite, maka perusahaan tidak punya opsi selain efisiensi," jelas dia.

"Worst scenario-nya adalah gelombang penutupan ritel dan pabrik kembali terjadi," tambahnya.

Kendati demikian, kondisi ini bukan berarti tak bisa teratasi.

Baca juga: PKS Kritik Pemerintah Tak Mampu Rem Kenaikan Harga Barang Kebutuhan Pokok

Skenario subsidi silang

Menurutnya, pemerintah bisa menahan selisih harga keekonomian Pertalite dan elpiji 3 kilogram melalui subsidi silang.

Subsidi silang ini diberikan sebagai hasil windfall penerimaan negara dari ekspor minerba dan perkebunan.

Pasalnya, pemerintah diproyeksi sedang mengalami lonjakan pendapatan pajak dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sekitar Rp 100 triliun.

Ia menjelaskan, hal ini terjadi akibat naiknya harga komoditas ekspor.

Selain subsidi silang, Bhima menyebut efisiensi dan penundaan mega proyek, seperti Ibu Kota Negara (IKN) juga wajib dilakukan.

"Tidak ada jalan lain, karena urgensi saat ini adalah stabilitas harga pangan dan energi, bukan pemindahan gedung pemerintahan," tutupnya.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi