Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pakar Hukum UGM: Pelaku Klitih di Bawah Umur Bisa Dipidana

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS/HANDINING
Ilustrasi
|
Editor: Rendika Ferri Kurniawan

KOMPAS.com - Belakangan, isu klitih di Yogyakarta kembali ramai diperbincangkan di media sosial.

Ini berkaitan dengan insiden yang menewaskan Daffa Adziin Albasith (18), seorang anak anggota DPRD Kebuman Madkhan Anis.

Diketahui, Daffa bersama saat itu bersama teman-temannya mencari makan sahur pada Minggu (3/4/2022) pukul 02.00 WIB.

Sempat diduga akibat klitih, polisi kemudian mengklarifikasinya sebagai korban tawuran, karena ada proses ketersinggungan dua kelompok.

Terlepas dari itu, persoalan klitih di Yogyakarta telah ada dalam beberapa tahun terakhir dan memakan sejumlah korban.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Publik menilai, penanganan klitih terhambat karena pelaku masih di bawah umur, sehingga tak bisa dipidana.

Lantas, bisakah para pelaku klitih yang masih di bawah umur ini dipidana?

Baca juga: Diduga Klitih di Yogyakarta Aniaya Anak DPRD Kebumen hingga Tewas, Mengapa Klitih Masih Saja Terjadi?

Penjelasan pakar hukum

Pakar hukum pidana Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof. Dr. Marcus Priyo Gunarto, SH., M.Hum., mengatakan, para pelaku klitih yang masih di bawah umur sangat mungkin untuk dipinda.

Menurutnya, hukuman untuk anak-anak di bawah 18 tahun dalam Undang-Undang Peradilan Anak memang dapat dilakukan diversi.

"Artinya, kalau dapat dilakukan diversi, itu bisa juga tidak dilakukan diversi, tergantung pada sifat berbahayanya perbuatan atau kepentingan hukum yang ingin dilindungi," kata Marcus, saat dihubungi Kompas.com, Rabu (6/4/2022).

Sebagai informasi, diversi merupakan pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana.

Karena itu, Marcus selalu menegaskan bahwa tidak semua kejahatan yang dilakukan oleh anak harus diversi.

Baca juga: Klitih di Yogya Tewaskan Anak Anggota DPRD Kebumen, Apa Itu Klitih?

Ia juga setuju dengan Gubernur DIY Sri Sultan Hamengkubuwono X yang meminta aparat hukum untuk mengusut dan menindak pelaku kejahatan jalanan yang melibatkan anak-anak.

Marcus menjelaskan, keputusan diversi ini bergantung pada aparat penegak hukum.

Proses diversi bisa dilakukan apabila pelanggaran yang dilakukan hanya sekadar kenakalan.

Akan tetapi, jika kepentingan hukum yang harus dilindungi atau sifat pelanggarannya berat, maka penegak hukum harus membawanya ke pengadilan.

"Misalnya, ada rombongan anak-anak muda melakukan perkosaan terhadap seorang perempuan, yang melakukan lebih dari 2 orang pelakunya. Apakah perkara yang semacam itu bisa dilakukan diversi?" jelas dia.

"Menurut saya tidak. Perbuatan yang dilakukan oleh anak-anak ini sudah melampaui usianya dan berbahaya. Akan sangat berbahaya kalau hanya dilakukan diversi dan tidak dibawa ke pengadilan," lanjutnya.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi