Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menyelisik Arti “Berbukalah dengan yang Manis” dari Sisi Agama dan Kesehatan

Baca di App
Lihat Foto
SHUTTERSTOCK/AROONA
FOOD - Ilustrasi kurma, buka puasa dengan kurma, sahur dengan kurma
|
Editor: Sari Hardiyanto

KOMPAS.com - Istilah “berbukalah dengan yang manis” kembali populer saat memasuki Ramadhan. Bahkan, banyak yang menjadikan istilah ini sebagai anjuran saat berbuka puasa.

Akibatnya, tak sedikit yang mengawali menu buka puasanya dengan menyantap minuman dan makanan manis selama Ramadhan.

Disinyalir, kalimat “berbukalah dengan yang manis” merupakan sunah Nabi Muhammad SAW.

Baca juga: Hukum Ngupil dan Mengorek Telinga Saat Bulan Ramadhan, Batalkan Puasa atau Tidak?

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Benarkah demikian?

Bukan hadis Nabi SAW

Guru Besar Bidang Ilmu Sejarah Peradaban Islam UIN Raden Mas Said Surakarta Syamsul Bakri memaparkan, istilah “berbukalah dengan yang manis” bukan hadis maupun sunah Nabi Muhammad.

“Itu tidak ada hadisnya, bukan hadis,” ujarnya saat dihubungi Kompas.com, Kamis (7/4/2022).

Ia menjelaskan, tidak ada hadis yang menyebut konsumsi makanan dan minuman manis saat berbuka puasa. Melainkan, hadis yang menganjurkan untuk berbuka dengan kurma basah.

“Adanya dalam hadis, yakni hadis Nabi, 'Berbukalah dengan kurma basah. Jika tidak ada, maka dengan kurma kering. Jika tidak ada, dengan seteguk air'," kata Wakil Rektor UIN Raden Mas Said itu.

Baca juga: Penjelasan dari Sisi Agama dan Kesehatan soal Puasa Ramadhan bagi Ibu Menyusui

Anjuran berbuka puasa sesuai hadis

Adapun kurma yang dimaksud dalam hadis, menurut Syamsul dapat diartikan sebagai buah-buahan apa saja yang tumbuh di daerah masing-masing.

“Kurma ini artinya buah. Jadi sebaik-baiknya berbuka adalah dengan buah, bukan dengan sesuatu hasil olahan,” terang Syamsul.

Jadi, anjuran saat berbuka puasa lebih dikhususkan untuk mengonsumsi buah-buahan manis, dan bukan makanan olahan manis seperti sirup dan sebagainya.

Baca juga: Cara Membayar Fidiah dan Waktu yang Tepat untuk Menyalurkannya

Berbuka dengan yang manis dari sisi kesehatan

Menilik dari sisi kesehatan, berbuka puasa dengan sesuatu yang manis memang diperlukan tubuh.

Hal tersebut dibenarkan oleh dokter spesialis gizi klinik dari Mochtar Riady Comprehensive Cancer Center (MRCCC) Siloam Hospital Jakarta Selatan, Inge Permadhi.

“Perlu, perlu banget. Karena pada saat itu kadar gula darah sudah sangat rendah,” terang Inge kepada Kompas.com, Kamis (7/4/2022).

Inge menjelaskan, kadar gula darah akan rendah setelah 13-14 jam berpuasa.

Baca juga: Batas Waktu Makan Sahur, Imsak atau Azan Subuh?

Oleh karena itu, perlu sesuatu yang manis untuk mendongkrak kadar gula darah agar normal kembali.

Namun ia mengingatkan, pilihan makanan atau minuman manis tentu harus dipilih dengan baik.

Konsumsi yang manis memang diperlukan untuk menaikkan kadar gula darah, tapi menurut Inge, harus dari sesuatu yang sehat.

“Sesuatu yang memang perlu dapat segera meningkatkan kadar gula darah tetapi dari sesuatu yang sehat. Karena mengonsumsi gula-gulaan itu memang ada batasnya,” katanya lagi.

Baca juga: 7 Manfaat Bengkuang bagi Kesehatan Tubuh

Dirinya menambahkan, batas konsumsi gula agar tubuh tetap sehat adalah maksimal 5 persen dari kebutuhan kalori dalam sehari.

“Jadi, misalnya kurma, oke. Tapi jangan juga kebanyakan karena kurma kan juga manis sekali, dia dengan cepat akan menaikkan kadar gula darah,” paparnya.

Jus buah yang benar-benar dari buah dan tidak ditambah gula juga dapat menjadi pilihan sehat untuk menaikkan kadar gula darah tanpa khawatir akan membawa pengaruh buruk bagi kesehatan.

“Jus buah itu sesuatu yang baik ya, yang berasal dari buah-buahan, yang sehat, tidak ditambah lagi gula. Itu sesuatu yang alamiah dan baik untuk kesehatan,” tambah Inge menyarankan.

Baca juga: 10 Manfaat Blewah bagi Kesehatan

Imbangi konsumsi makanan bergizi seimbang

Usai berbuka puasa dengan yang manis, kadar gula darah yang semula rendah akan kembali normal.

Jika dalam satu malam terus-terusan mengonsumsi makanan manis dan tidak banyak beraktivitas, tentu akan menumpuk dalam bentuk lemak di tubuh dan menyebabkan gemuk.

Oleh karena itu, Inge mengatakan, perlu juga imbangi dengan makanan yang sehat dan bergizi seimbang.

“Jadi yang sebenarnya perlu adalah makannya itu yang harus baik, supaya kesehatan dan imunitas kita tidak terganggu. (Makan) makanan yang disebut bergizi seimbang,” papar Inge.

Baca juga: Shalat Tarawih, Pilih 11 atau 23 Rakaat? Simak Penjelasannya

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: Durasi Puasa Terlama dan Tersingkat di Dunia

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi