Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Populer Sejak Zaman Majapahit, Jamu Diajukan Sebagai Warisan Budaya Tak Benda ke UNESCO

Baca di App
Lihat Foto
Shutterstock/Odua Images
Jamu kunyit asam.
|
Editor: Inten Esti Pratiwi

KOMPAS.com – Pemerintah menetapkan jamu sebagai Warisan Budaya Tak Benda yang akan diajukan ke UNESCO pada tahun ini.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) kerap mengatakan bahwa jamu merupakan warisan budaya tak benda yang dapat membantu meningkatkan daya tahan tubuh selama wabah pandemi Covid-19 terjadi.

Pengajuan jamu sebagai Warisan Budaya Tak Benda Dunia ke UNESCO ini akan membuat budaya minum jamu semakin dikenal di kancah internasional.

Guna mempersiapkan hal tersebut, Tim Riset Jamupedia yang berada di bawah bimbingan konsultan ahli Gaura telah melakukan persiapan sesuai dengan standar dan kaidah yang telah ditetapkan oleh UNESCO.

Riset yang dilakukan sejak Juni 2021 itu melibatkan ratusan pelaku langsung Budaya Sehat Jamu yang meliputi perajin jamu, penjual jamu gendong, hingga konsumen jamu yang ada di 4 provinsi di Indonesia.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baca juga: Mengenang Jasa Slamet Mulyono Bapak Jamu Gendong

Sejarah jamu di Indonesia

Jamu terbukti secara historis sebagai pengetahuan asli bangsa Indonesia yang telah digunakan selama ribuan tahun dari generasi ke generasi.

Budaya minum jamu di Indonesia merupakan suatu upaya untuk menjaga kesehatan tubuh.

Dilansir dari Kompas.com, sejarah jamu di Indonesia sudah lahir sejak zaman kerajaaan.

Studi yang dilakukan Deby Lia Isnawati dan Sumarno dari Universitas Negeri Surabaya mencatat, pengetahuan mengenai ilmu kesehatan di Indonesia sudah mulai terlihat sejak masa klasik, tepatnya pada periode Kerajaan Hindu dan Buddha.

Hal tersebut dibuktikan dengan relief Kharmawibhangga di Candi Borobudur berangka 722 Masehi yang merupakan peninggalan Kerajaan Mataram pada masa Raja Syailendra.

Baca juga: Diajukan Jadi Warisan Budaya Tak Benda UNESCO, Bagaimana Sejarah Jamu?

Peninggalan sejarah lainnya yang mencatat sejarah jamu di Indonesia juga ditemukan di Prasasti Madhawapura. Prasasti tersebut menuliskan adanya sebuah profesi peracik jamu yang disebut “Acaraki”.

Kebiasaan minum jamu juga tertulis di relief Candi Surowo, Candi Rambi, dan kutipan dari Kitab Korawasrama di Jawa Timur yang menunjukkan bahwa kebiasaan minum jamu sering dilakukan dalam pengobaan tradisional.

Perkembangan jamu di Indonesia semakin pesat di masa Kerajaan Majapahit. Saat itu jamu semakin dikenal oleh masyarakat dan digunakan sebagai obat-obatan tradisional untuk menyembuhkan beragam penyakit.

Saat itu, terdapat 8 jenis jamu. Di antaranya kunyit asam, beras kencur, cabe puyang, kunci suruh, kudu laos, uyup-uyup, dan sinom.

Adapun pada masa penjajahan Indonesia, kebiasaan minum jamu juga kembali populer khususnya pada masa penjajahan Jepang, yakni sekitar 1940-an. Hal itu ditandai dengan dibentuknya Komite Jamu Indonesia.

Baca juga: Jamu Menjadi Tuan di Negeri Sendiri

Diajukan ke UNESCO

Tahun ini, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menominasikan empat elemen budaya Indonesia terdaftar sebagai Warisan Budaya Tak Benda  UNESCO, yakni tenun Indonesia, Reog, jamu, dan tempe.

Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Jenderal (Dirjen) Kebudayaan Kemendikbudristek Hilmar Farid sebagaimana dilansir dari keterangan resminya, Senin (11/4/2022).

Pengajuan nominasi ini telah melewati kajian dan tahapan yang panjang sampai akhirnya diajukan secara resmi pada 25 Maret 2022.

Kendati demikian, berdasarkan pertimbangan kondisi dan situasi pandemi yang tengah dialami dunia saat ini, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia memutuskan untuk mengajukan jamu sebagai Warisan Budaya tak Benda ke UNESCO pada 2022.

Baca juga: Jamu Pereda Haid Berefek pada Kehamilan? Ini Penjelasannya...

Selain melihat situasi dan kondisi, keputusan tersebut juga dilatarbelakangi oleh kebijakan yang mengatur tentang jumlah nominasi ke UNESCO.

Hilmar menjelaskan, setiap negara hanya bisa mengusulkan satu nominasi per dua tahun untuk menginskripsikan elemen budayanya sebagai WBTb UNESCO.

“Sejak tahun 2016, Komite WBTb UNESCO mengatur batasan jumlah elemen budaya yang dapat diinskripsi sebagai WBTb UNESCO, yaitu 50 elemen budaya saja per tahun dari 193 Negara Anggota UNESCO,” ungkapnya.

Hingga saat ini terdapat 12 WBTb Indonesia yang telah berhasil mendapatkan status Warisan Budaya Tak Benda Dunia dari UNESCO.

Kedua belas warisan busaya tak benda milik Indonesia yang sudah diakui UNESCO, di antaranya:

  1. Wayang (2008)
  2. Keris (2008)
  3. Batik (2009)
  4. Pendidikan dan pelatihan batik (2009)
  5. Angklung (2010)
  6. Saman (2011)
  7. Noken (2012)
  8. Tiga genre tari Bali (2015)
  9. Seni Pembuatan Kapal Pinisi (2017)
  10. Tradisi Pencak Silat (2019)
  11. Pantun (2019)
  12. Gamelan (2021).
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi