Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan
Bergabung sejak: 24 Mar 2020

Penulis adalah pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan.

Jangan Rusak Persatuan Indonesia

Baca di App
Lihat Foto
Shutterstock.com
Ilustrasi persatuan Indonesia
Editor: Sandro Gatra

KEKERASAN ragawi yang dilakukan para oknum terhadap Ade Armando yang menenggelamkan berita polemik Dokter Terawan, kenaikan harga minyak goreng dan minyak bumi mau pun isu presiden tiga periode jelas tidak bisa dibenarkan dengan alasan apa pun juga.

Namun fakta bahwa di antara ribuan warga yang hadir pada unjuk rasa massal di depan selasar gedung DPR/MPR/DPD hanya Ade Armando yang menjadi korban penganiayaan pada hakikatnya menarik untuk disimak secara lebih cermat dan seksama.

Beberapa kesimpulan bisa ditarik dari peristiwa tragis tersebut antara lain bahwa para penganiaya yang menganiaya Ade Armando pasti memiliki alasan tersendiri.

Kecuali para penganiaya kebetulan menyandang gangguan kesehatan jiwa sehingga melakukan penganiayaan tanpa alasan.

Satu di antara sekian banyak alasan adalah perasaan dendam terhadap Ade Armando yang kerap melontarkan ucapan keras terhadap pihak tertentu.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tampaknya kesempatan jumpa dengan Ade Armando di tengah hiruk-pikuk demo 114 didayagunakan oleh pihak pendendam untuk melampiaskan dendam kesumat dengan melakukan kekerasan ragawi terhadap Ade Armando.

Jelas perlakuan kekerasan ragawi sebagai pelampiasan dendam terhadap Ade Armando tidak dapat dibenarkan sebab tidak adil melampiaskan dendam terhadap pelaku kekerasan verbal dengan kekerasan ragawi.

Di sisi lain peristiwa buruk tersebut dimanfaatkan oleh para simpatisan Ade Armando untuk mencurigai pihak lawan politik sebagai pelaku atau penanggung jawab sehingga para relawan pejabat tinggi tertentu dicurigai sebagai dalang penganiayaan 114.

Tampaknya dendam kesumat akibat kalah dalam pemilu masih meradang meski badai pemilu sudah lama berlalu sehingga skandal penganiayaan 114 dimanfaatkan sebagai kesempatan melampiaskan dendam yang sebenarnya sudah kedaluwarsa.

Ada pula yang memanfaatkan kebebasan mengungkap pendapat di alam demokrasi melalui medsos untuk kreatif bikin berita sendiri berdasar kehendak dan selera masing-masing.

Terbukti ada yang kreatif bikin meme analisa penganiayaan 114 dengan menggunakan logo sebuah kantor berita yang bonafid, maka bisa dipercaya demi mendiskreditkan pihak tertentu yang tidak disukai oleh sang pembuat meme atau yang membayar honor sang pembuat meme.

Dari peristiwa tragedi penganiayaan 114 dapat disimpulkan bahwa (sebagian) warga Indonesia sedang positif terpapar virus kebencian sehingga menjadi bukan bucin tetapi budam alias
budak dendam.

Akibat polarisasi masyarakat pada masa pemilu, maka masyarakat Indonesia terpecah-belah yang pada hakikatnya jelas tidak selaras dengan makna adiluhur yang terkandung di dalam sila poros Pancasila, yaitu Persatuan Indonesia.

Sungguh sangat disayangkan bahwa gejala polarisasi yang membuat (sebagian) masyarakat menjadi bipolar, bahkan multipolar ternyata masih berkelanjutan meski pemilu sudah lama usai.

Lazimnya pihak yang kalah menjadi budam akibat terlalu lama mengidap dendam kesumat tak terlampiaskan terhadap yang menang sehingga dendam kesumat berkelanjutan membara meski atau justru akibat pemilu sudah berakhir.

Caci maki cebong dan kampret lestari berlanjut merajalela bahkan berkembang menjadi istilah caci maki baru, yaitu kadrun yang malah bersifat SARA karena disasarkan ke agama dan ras tertentu.

Segenap sebutan caci maki itu jelas sangat potensial berperan sebagai pengobar kebencian yang potensial melestarikan dendam kesumat sehingga para pengidapnya menjadi budam.

Demi menegakkan pilar-pilar Persatuan Indonesia sebaiknya setelah berhasil mengusir penjajah dari persada Indonesia segenap warga Indonesia menghentikan segenap umbaran ujar kebencian demi berhenti menggerogoti sendi-sendi Persatuan Indonesia.

Mengingat virus kebencian berasal dari masa kampanye pemilu, maka sebaiknya KPU segera memaklumatkan aturan main kampanye pemilu 2024 yang harus ditaati segenap peserta pemilu.

Pada masa kampanye para peserta pemilu 2024 dipersilakan mengkampanyekan kebaikan diri sendiri seleluasa mungkin, namun dilarang keras mengkampanyekan keburukan pihak lawan.

Yang berani melanggar aturan main kampanye langsung dilarang ikut pemilu atas tuduhan mengumbar ujaran kebencian yang jelas merusak Persatuan Indonesia.

Kode etik kampanye pemilu sama dengan kode etik periklanan di mana pengingklan tidak diperbolehkan melecehkan produk pesaing melalui iklan.

Dengan larangan kampanye peserta pemilu melecehkan apalagi menghina pihak pesaing, Insya Allah, pemilu 2024 dapat terselenggara secara bebas dari kebencian sehingga damai
sejahtera selaras cita-cita masyarakat adil dan makmur hidup bersama di negeri gemah ripah loh jinawi tata tenteram kerta raharja. MERDEKA!

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi