KOMPAS.com - Sri Lanka mengumumkan gagal membayar utang luar negeri (default) senilai 51 miliar dollar AS atau setara Rp 732 triliun, Selasa (12/4/2022).
Ini terjadi di tengah krisis ekonomi yang mengguncang Sri Lanka dan protes luas menuntut pengunduran diri pemerintah.
Kementerian keuangan Sri Lanka mengatakan, negara itu gagal membayar semua kewajiban eksternal, termasuk pinjaman dari pemerintah asing, menjelang dana talangan Dana Moneter Internasional.
"Pemerintah mengambil tindakan darurat hanya sebagai upaya terakhir untuk mencegah penurunan lebih lanjut dari posisi keuangan republik," kata sebuah pernyataan dari kementerian, dikutip dari AFP.
Baca juga: Sederet BUMN yang Punya Utang Segunung, dari Garuda hingga PLN
Mengapa gagal bayar utang bisa terjadi?
Meskipun negara yang gagal bayar utang relatif jarang, beberapa dapat dan secara berkala melakukan default atas utang negara mereka.
Ini terjadi ketika pemerintah suatu negara tidak mampu atau tidak mau membayar kreditur.
World Economic Forum mencatat, sebanyak 147 pemerintah telah gagal membayar utang sejak 1960.
Baca juga: Resesi Ekonomi, Mengenal Apa Itu IMF, dan Perannya dalam Perekonomian Global...
Dana Moneter Internasional (IMF) menggambarkan gagal bayar utang atau default dalam istilah sederhana sebagai janji yang rusak atau pelanggaran kontrak.
Ketika pemerintah meminjam uang dari kreditur asing dan domestik, secara kontraktual wajib membayar bunga atas pinjaman tersebut.
Jika pembayaran tidak terjawab, ini digambarkan sebagai default.
Baca juga: Saat WHO dan UNICEF Desak Indonesia Segera Gelar Sekolah Tatap Muka...
Kendati demikian, negara-negara yang default seringkali dapat meminjam lagi dengan cepat.
Akan tetapi, default dapat menimbulkan biaya ekonomi yang lebih parah dalam jangka pendek.
Penyebab umum dari gagal bayar utang negara termasuk stagnasi ekonomi, ketidakstabilan politik, dan salah urus keuangan, dikutip dari Investopedia.
Baca juga: Memahami Alasan Serius di Balik Bangkrutnya Sri Lanka
Dampak gagal bayar utang
Negara-negara yang gagal membayar utangnya mungkin mengalami kesulitan meminjam lagi.
Mereka kemungkinan juga harus membayar tingkat bunga yang lebih tinggi jika mereka mendapat kesempatan.
Kondisi ini lebih rumit daripada gagal utang perusahaan, karena aset dalam negeri tidak dapat disita untuk membayar kembali dana.
Baca juga: Sri Mulyani Yakin Utang Negara Bisa Dibayar Lewat Pajak, Ini Kata Ekonom...
Sebaliknya, persyaratan yang utang akan dinegosiasikan ulang seringkali meninggalkan pemberi pinjaman dalam situasi yang tidak menguntungkan, bahkan kerugian total.
Oleh karena itu, dampak default dapat secara signifikan lebih luas, baik dalam hal dampaknya terhadap pasar internasional maupun pengaruhnya terhadap populasi negara tersebut.
Negara yang gagal bayar dapat dengan mudah jatuh ke dalam kekacauan, sehingga dapat menjadi bencana bagi jenis investasi lain di negara penerbit.
Baca juga: Cara Menagih Utang kepada Teman Tanpa Merusak Pertemanan