KOMPAS.com - Konflik panjang Israel-Palestina masih berlangsung hingga detik ini.
Terbaru, Israel melakukan serangan di kompleks Masjid Al-Aqsa, Yerussalem pada Jumat (14/4/2022) dan mengakibatkan lebih dari 150 orang terluka.
Ini semakin menambah catatan panjang serangan Israel atas Palestina yang dilakukan selama Ramdhan, meski tak sedikit juga dilakukan di luar bulan suci umat Islam itu.
Baca juga: Update Kerusuhan di Masjid Al-Aqsa, 152 Orang Terluka akibat Terkena Peluru dan Batu
Ramdhan 2022
Serangan Israel di Masjid Al-Aqsa pada Ramadhan ini merupakan buntut panjang dari eskalasi konflik yang sudah terjadi dalam satu bulan terakhir.
Sejak 22 Maret, empat serangan warga Palestina di empat kota Israel telah menewaskan 14 orang.
Pada periode yang sama, sebanyak 16 warga Palestina juga dilaporkan tewas.
Israel pun telah meningkatkan serangannya di kota-kota dan desa-desa Palestina dan melakukan penangkapan setiap hari, dikutip dari Aljazeera.
Baca juga: Mengapa Respons Dunia terhadap Konflik Rusia-Ukraina dan Palestina-Israel Berbeda?
Pada serangan Jumat (15/4/2022) lalu, Dewan Wakaf Islam yang mengelola Masjid Al-Aqsa mengatakan bahwa polisi Israel telah bergerak sebelum fajar ketika ribuah warga shalat Subuh.
Video yang beredar di media sosial menunjukkan warga Palestina melempar batu dan polisi menembakkan gas air mata dan granat kejut.
Itu adalah kekerasan paling serius di tempat suci dalam hampir satu tahun.
Bagi warga Palestina, pengerahan besar-besaran polisi di Al-Aqsa sebagai bentuk provokasi.
Baca juga: Saat Satu Per Satu Negara Arab Jatuh ke Pelukan Israel...
Klaim Israel
Dalam sebuah pernyataan, polisi Israel mengatakan ratusan warga Palestina melemparkan petasan dan batu ke arah pasukan mereka serta menuju ke area ibadah Yahudi di Tembok Barat, dikutip dari Reuters.
Polisi kemudian memasuki kompleks Al-Aqsa untuk membubarkan dan memukul mundur warga tersebut, sehingga memungkinkan jemaah lainnya meninggalkan tempat itu dengan aman.
"Kami sedang bekerja untuk memulihkan ketenangan, di Temple Mount dan di seluruh Israel," kata Juru Bicara Perdana Menteri Israel Naftali Bennet.
"Di samping itu, kami sedang mempersiapkan skenario apa pun dan pasukan keamanan siap untuk tugas apa pun," sambungnya.
Baca juga: Update Konflik Israel-Palestina dan UU Baru Israel yang Disebutkan Diskriminatif
Ramadhan beberapa tahun terakhir
Apa yang terjadi pada Ramdhan tahun ini, menyerupai eskalasi konflik Israel-Palestina pada bulan yang sama tahun lalu.
Saat itu, ketegangan dipicu oleh pengusiran keluarga Palestina dari rumah mereka di Yerussalem, sehingga menimbulkan protes luas di Israel dan Palestina.
Penyerbuan Masjid Al-Aqsa oleh pasukan keamanan Israel selama bulan suci Ramadhan meningkatkan ketegangan lebih lanjut.
Baca juga: Saat Bom Waktu Trauma Mengintai Gaza...
Empat hari kemudian, serangan 11 hari Israel di Gaza menjadi titik kulmanasi atas ketegangan kedua pihak.
Konflik tersebut menyebabkan kematian sedikitnya 232 warga Palestina, termasuk 65 anak-anak, dan 12 warga Israel, termasuk dua anak-anak.
Penyerbuan pasukan Israel di Masjid Al-Aqsa juga terjadi pada 2020, ketika warga Palestina melakukan shalat Tarawih di Bab Al-Asbat.
Baca juga: Ramai soal Kerusuhan di Masjid Al-Aqsa, Bagaimana Respons Indonesia?
Mengapa ketegangan meningkat belakangan?
Warga Palestina mengatakan bahwa pecahnya kekerasan terbaru berasal dari frustrasi atas kebijakan Israel terhadap mereka.
Mereka juga marah atas pendudukan yang berkelanjutan atas wilayah Palestina.
Di sisi lain, kepemimpinan Palestina dianggap sangat lemah.
"Ini adalah serangan individu, pola yang muncul pada 2015," kata analis politik yang berbasis di Galile, Awad Abdelfattah.
Baca juga: Mengapa Negara Arab Kini Banyak Diam dalam Konflik Israel-Palestina?
"Mereka datang sebagai akibat dari tidak adanya perjuangan kuat populer yang seharusnya dipimpin oleh kepemimpinan Palestina. Altenatifnya adalah serangan individu yang akan terus belanjut," sambungnya.
Warga Palestina menjadikan rasa frustrasi itu sebagai akar penyebab serangan di Israel.
Sebaliknya, pemerintah Israel mengatakan mereka harus menanggapi serangan Palestina dengan operasi keamanan di Tepi Barat, yang mengarah ke lebih banyak kekerasan.
Baca juga: Ketika Palestina dan Israel Setujui Gencatan Senjata...