Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan
Bergabung sejak: 24 Mar 2020

Penulis adalah pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan.

Dihantui Angka-angka Bukan Khayalan

Baca di App
Lihat Foto
blackdovfx
Ilustrasi
Editor: Sandro Gatra

MENGHINDARI gejala salfok agar lebih fokus ke angka khayalan maka di dalam naskah Dihantui Angka-Angka Khayalan (14 Maret 2022), saya sengaja tidak terlalu jujur untuk mengakui bahwa sebenarnya saya juga dihantui oleh angka-angka bukan khayalan.

Secara kuantitas maka juga kualitas penghantuan angka-angka bukan khayalan terhadap saya sebenarnya lebih parah ketimbang angka-angka khayalan.

Ternyata angka-angka tergolong bukan khayalan justru lebih beranekaragam ketimbang angka-angka yang dianggap tergolong khayalan.

Misalnya, angka-angka secara menyeluruh atas kesepakatan konspiratif para matematiawan/wati terbagi menjadi angka kecil dan angka besar yang kriterianya menjadi rumit karena tidak jelas mulai dari berapa sebuah angka boleh dibilang kecil dan mulai dari berapa sebuah angka boleh dibilang besar.

Misalnya, satu milliar merupakan angka besar bagi seorang buruh harian dengan gaji UMR. Namun satu milliar merupakan angka kecil bagi seorang koruptor kelas kakap bengkak yang sudah terbiasa sukses korupsi triliunan maka tak kunjung tertangkap.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ambang batas presidential threshold 20 persen merupakan angka terlalu besar bagi para capres yang tidak didukung parpol besar.

Sementara 20 persen merupakan angka yang kalau perlu masih makin diperbesar bagi para capres yang maha kaya raya apalagi yang didukung parpol besar.

Kenisbian angka yang membedakan yang besar dengan yang kecil itu cukup menghantui saya ketika berupaya mempelajari apa sebenarnya tak benda (atau benda?) yang disebut sebagai
angka itu.

Penghantuan makin menjadi-jadi apabila unsur ketikak-terbatasan maksimal dan minimal infinitas ikut dilibatkan ke dalam kemelut perhantuan oleh angka-angka.

Dapat dimengerti bahwa segenap kemelut kenisbi-nisbian itu memotivir Albert Einstein menggagas special relativity dan general relativity yang kemudian melahirkan teori relativitas.

Lalu masih ada angka irasional yang dari namanya saja sudah dapat dipahami pasti sulit dipahami secara rasional.

Konon menurut para matematikawan/wati angka rasional berasal dari angka real alias nyata alias bukan khayalan sebagai saudara kandung dengan angka khayalan yang sama-sama berayah (atau ibu) kandung angka kompleks.

Sementara angka irasional berhenti di tempat sebab mandul maka tidak punya “keturunan”, maka angka rasional lanjut berkembang-biak menjadi dua, yaitu angka bulat dan angka pecahan.

Entah kenapa angka pecahan tidak lanjut terpecah-belah, maka angka bulat malah terbagi menjadi angka bulat negatif dan angka cacah yang membelah diri menjadi angka asli dan angka bukan palsu tapi malah nol alias nihil.

Sementara angka nol tetap sunyi sepi sendiri maka dengan gembira ria angka asli terbelah menjadi angka ganjil dan angka genap yang di masa kini digunakan oleh pemprov DKI Jakarta untuk mempersempit hak pemilik kendaraan bermotor roda empat menggunakan jalan raya meski sebenarnya sudah membayar pajak untuk menggunakannya.

Masih ada pula angka komposit yang konon adalah semua angka kecuali angka satu atau angka pangkat sebagai angka yang dimultiplikasi dengan dirinya sendiri atau angka prima yang hanya memiliki faktor pembagi satu dan angka itu sendiri atau angka kuadrat yang diperoleh dari perkalian suatu angka dengan dirinya sendiri sebanyaknya dua kali dan disimbolkan dengan pangkat 2.

Problematika “squaring the circle” menghadirkan jenis angka transcendental. Lalu masih ada angka keramat alias sakral seperti misalnya angka 13, 7 atau 4 kontekstual melekat pada lingkungan peradaban.

Bahkan 1 dan 2 sempat menjadi angka keramat pada masa pilpres 2014 mau pun 2019 bagi masing-masing kubu pendukung capres meski pada pilpres 2014 terbalik ketimbang pilpres 2019 pada dua capres yang tetap sama.

Secara angkamologis saya sudah cukup baper terhantu-hantukan oleh angka-angka tanpa perlu menyentuh abjad Yunani yang asyik digunakan sebagai simbol-simbol matematika agar mereka yang awam matematika makin sulit memahami matematika seperti alfa, beta, delta, epsilon, zeta, eta, serta yang paling beken adalah pi dan seterusnya dan selanjutnya sampai dengan omega yang kesemuanya secara omaigot berjaya merajalela menghantui kalbu saya selama hayat baperan saya masih dikandung badan saya.

Dapat dipastikan bahwa hantu-hantu angkamologi maupun non-angkamologi makin ganas gentayangan di alam metamatematika yang padanannya di semesta pewayangan kerap disebut sebagai Setragandamayit sebagai ghetto kaum mahluk halus.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi