Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bergabung sejak: 30 Mei 2021

Pengamat dan praktisi kepemudaan, komunikasi, kepemimpinan & komunitas. Saat ini mengemban amanah sebagai Wakil Rektor 3 IKB LSPR, Head of LSPR Leadership Centre, Chairman Millennial Berdaya Nusantara Foundation (Rumah Millennials), Pengurus Pusat Indonesia Forum & Konsultan SSS Communications.

Kartini Masa Kini: Urgensi Kepemimpinan Perempuan

Baca di App
Lihat Foto
Shutterstock/Gorodenkoff
Ilustrasi pekerja karier.
Editor: Egidius Patnistik

TIDAK hanya laki-laki yang memiliki kemampuan untuk menjadi pemimpin, perempuan juga punya kapasitas yang sama dengan laki-laki. Dalam lintasan sejarah, banyak sekali pemimpin perempuan yang telah mengambil peran.

Kita ambil contoh Siti Aisyah. Siti Aisyah dahulu perawi hadits yang terkemuka pada masanya. Selain Siti Aisyah, kita berjalan sedikit ke Afrika, tepatnya di Kerajaan Hausa Zazzau di Nigeria. Ada Amina yang merupakan komandan militer sekaligus penguasa kerajaan tersebut.

Di Indonesia, siapa yang tidak pernah mendengar nama Laksamana Malahayati? Perempuan tangguh asal Aceh yang memimpin suatu pasukan yang disebut Inong Balee. Pasukan ini terdiri dari para istri yang ditinggal suami mereka yang gugur dalam pertempuran.

Baca juga: Perempuan Punya Peran Penting Mendorong Peningkatan Literasi Keuangan

Dari catatan sejarah ini, peran perempuan dalam konteks sosial, politik, dan kebudayaan tidak bisa dipandang sebelah mata. Dengan potensi dan kemampuan yang dimiliki, perempuan mampu mengambil peran penting. Perempuan dapat muncul menjadi pemimpin jika dibutuhkan, mengambil posisi strategis, yang mana keputusan yang dibuat akan memengaruhi seluruh jalannya organisasi.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Masih Minim

Tidak bisa dipungkiri bahwa perempuan memiliki kemampuan yang sangat memadai dalam memimpin. Sudah banyak perempuan yang menjadi pemimpin di banyak sektor. Akan tetapi, penelitian dari IBM 2022 menunjukkan bahwa mengedepankan perempuan menjadi jajaran pemimpin masih belum prioritas, terutama ketika kita melihat perbedaan pandangan dari perempuan dan laki-laki sendiri.

Jika melihat dari sudut pandang perempuan, di antara CEO (chief executive officer) perempuan, 72 persen mengatakan organisasinya telah menjadikan isu kepemimpinan perempuan sebagai salah satu prioritas terpenting dalam bisnis.

Sementara itu, ketika melihat dari sudut pandang laki-laki, ada perbedaan sikap yang cukup mengkhawatirkan. Sebanyak 83 persen CEO laki-laki mengatakan bahwa memajukan perempuan bukanlah prioritas, tetapi akan melakukannya bila ada kesempatan.

Perbedaan sudut pandang ini menunjukkan bahwa masih belum ada satu suara untuk memajukan perempuan. Isu kepemimpinan perempuan hanya menjadi isu sentral bagi kaum perempuan, bukan laki-laki.

Laporan dari HolonIQ 2022 memaparkan fakta tentang situasi kepemimpinan perempuan di berbagai sektor. Contohnya saja CEO perusahaan yang sudah IPO (initial public offering atau penawaran saham perdana sebuah perusahaan ke investor publik). Jumlahnya masih kurang dari 1 persen. Dalam perusahaan yang masuk indeks S&P 500, hanya 6 persen perempuan yang menjadi pemimpin. Hanya 8 persen perusahaan yang memimpin perusahaan kategori Fortune 500.

Namun, ada yang menarik dari data ini, bahwa di sektor pendidikan, jumlah pemimpin perempuan cukup banyak. Sejumlah 54 persen perempuan menjadi kepala sekolah di sekolah publik. Selain itu, dalam konteks pendidikan tinggi, ada 20 persen perempuan yang memegang kepemimpinan di sana.

Prita Kemal Gani, CEO & Founder LSPR Institute misalnya sudah berkiprah lebih dari 30 tahun dalam pengembangan dunia humas (hubungan masyarakat) di Indonesia. Perbandingan ini cukup menarik karena sektor pendidikan menjadi sektor yang paling ramah gender. Dan fenomena ini menjadi starting point yang bagus, karena dimulai dari pendidikanlah sikap dan perilaku seseorang bisa dibentuk dan dikembangkan.

Baca juga: Perempuan dan Penguasaan STEM

Hal ini merupakan tren positif di mana semakin banyak sektor yang mendorong perempuan untuk menjadi pemimpin. Dalam konteks Indonesia, menurut Sahban (2017) perempuan Indonesia benar-benar muncul mengambil peranan strategis kepemimpinan satu abad setelah kehadiran Raden Adjeng (RA) Kartini.

Kita bisa menyebutkan banyak sekali contohnya, dibidang pemerintahan khususnya dalam beberapa tahun terakhir, seperti Tri Rismaharini, Khofifah Indar Parawansa, Sri Mulyani, Retno Marsudi, dan lain sebagainya. Belum lagi dibidang wirausaha, industri kreatif, aktivis, pendidik dan sosial budaya. Ini tentu menunjukkan bahwa perempuan Nusantara memiliki kemampuan, kompetensi, dan kapasitas yang sama baiknya dengan laki-laki untuk menjadi pemimpin.

Pemimpin perempuan di banyak sektor

Karena itu, perlu sekali bagi perusahaan, pemerintah, dan organisasi memberikan kesempatan yang seluas-luasnya bagi perempuan untuk menjadi pemimpin. Ada tren menarik dari hasil penelitian perusahaan konsultan Grant Thornton yang berjudul Women in Business Report 2022. Mereka meneliti tren perempuan yang mengisi posisi manajemen senior.

Jika melihat trennya, proporsi perempuan yang menempati posisi tersebut semakin meningkat; ada 32 persen perempuan yang menempati posisi manajer senior, meningkat dari tahun 2021 sebesar 31 persen. Ini tentu sebuah kabar baik karena ada sense of gender diversity dan perlahan, perspektif bahwa perempuan tidak berbakat menjadi pemimpin akan semakin hilang.

Selain itu, semakin banyak perempuan yang menempati posisi yang strategis, maka peluang agar perempuan bisa menjadi top leader semakin besar. Cook & Glass (2014) mengatakan bahwa keberagaman gender dalam jajaran direksi memperbesar peluang perempuan untuk menjadi seorang CEO.

Selain itu, semakin beragamnya gender dalam jajaran direksi, maka perempuan semakin mampu untuk mendobrak batas-batas, dalam hal ini adalah stigma tentang perempuan menjadi pemimpin.

Namun demikian, perempuan juga memiliki tekanan yang tidak dimiliki oleh laki-laki. Glass & Cook (2015), dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa perempuan yang menempati posisi eksekutif cenderung mendapat tekanan untuk menjadi sempurna dalam pekerjaan mereka.

Alhasil, perempuan memiliki tingkat kecemasan yang tinggi agar bisa membuktikan diri mereka sebagai pemimpin yang baik. Dampaknya adalah, masa jabatan mereka bisa jauh lebih singkat dibandingkan CEO laki-laki.

Stigma demikian perlu kita perbaiki. Perempuan lebih dari penampilannya dan seharusnya pandangan itu sudah tidak berlaku lagi. Terlebih, dalam beberapa tahun terakhir, banyak bermunculan perempuan yang menjadi pemimpin dan membawa dampak nyata bagi lingkungan tempat mereka berkarya. Ini tidak hanya terjadi di Indonesia, melainkan di seluruh dunia.

Contohnya, Whitney Wolfe Herd, di mana dia memiliki perusahaan yang dinamakan Bumble. Bumble sendiri merupakan aplikasi kencan yang telah IPO di tahun 2021. Whitney menjadi CEO perempuan termuda yang membawa perusahaannya menuju IPO. Lalu ada Sheryl Sandberg yang menjadi salah satu orang terkuat di Facebook, yang sekarang berganti nama menjadi Meta. Dia berkontribusi besar kepada kesuksesan Meta sampai saat ini.

Dari sisi pemerintahan, dunia telah mengetahui bagaimana kualitas seorang Tsai Ing-wen, Presiden Taiwan. Tsai Ing-wen terbilang sukses mengendalikan Covid-19 di Taiwan, meskipun dalam beberapa kesempatan, kasusnya naik. Akan tetapi, ketika melihat sedikit ke belakang, pada tahun 2020 lalu, Taiwan adalah negara yang pernah menorehkan catatan gemilang, dengan tidak ada korban Covid-19 selama 200 hari berturut-turut. Ini sebuah prestasi yang mungkin tidak bisa dicapai oleh negara lain. Kepemimpinan Tsai Ing-wen berperan penting dalam pencapaian ini.

Kita menuju dalam negeri, ada sosok Alamanda Shantika. Tidak banyak perempuan di sektor ini dan Alamanda membuktikan bahwa perempuan bisa sukses di sektor yang didominasi oleh laki-laki ini. Selama kariernya, dia banyak menempati posisi strategis di bidang yang ia tekuni. Dia pernah menjadi Vice President Product di Gojek – yang sekarang menjadi GoTo. Sekarang, Alamanda dikenal sebagai pendiri Binar Academy, lembaga pendidikan non-formal yang bertujuan mencetak talenta-talenta digital.

Baca juga: Dari Multatuli hingga Perempuan dan Sosialisme, Ini Buku-buku yang Dibaca Kartini

Selain Alamanda Shantika, ada juga sosok Saur Marlina Manurung atau yang dikenal dengan nama Butet Manurung. Sosoknya sudah dikenal banyak orang. Dia merupakan pendiri Sokola Rimba, sekolah yang fokus pada pendidikan masyarakat adat. Berdiri sejak tahun 2003, Sokola Rimba berevolusi menjadi Sokola Institute. Sokola Institute menjadi sekolah pertama khusus untuk masyarakat adat. Sokola Institute sudah merintis 17 program di seluruh Indonesia, di mana 15.000 masyarakat adat telah merasakan manfaatnya.

Maudy Ayunda juga merupakan sosok leader muda yang menginspirasi banyak orang. Maudy yang diperkenalkan sebagai tim juru bicara Presidensi G20 pada tanggal 31 Maret 2022, merupakan Co-founder dari Kejar Mimpi, salah satu organisasi yang berisi anak muda yang kreatif dan inovatif. Pada tahun 2015, Maudy juga pernah menjadi pembicara termuda dalam forum yang berjudul The Regional Conference Evaluate the Millennium Development Goals and Looks to Creating a Foundation for the Post 2015 di Bali.

Selain Maudy, ada Angkie Yudhistia yang telah berkontribusi besar di dunia disabilitas. Dia mendirikan Thisable Entreprise di tahun 2011, sebuah bisnis sosial untuk memberdayakan teman-teman disabilitas secara ekonomi. Thisable Entreprise juga sukses menggandeng Go-Jek Indonesia – yang sekarang menjadi GoTo.

Karena keberhasilannya memberdayakan teman-teman disabilitas, Angkie saat ini menjadi staf khusus Presiden bidang sosial. Angkie berjasa dalam mendirikan Komisi Nasional Disabilitas yang dapat menjadi langkah awal positif untuk kesetaraan penyandang disabilitas sehingga hadir lingkungan yang inklusif bagi banyak pihak.

Didunia fashion, dua sosok pemimpin perempuan inspiratif yang tidak berhenti mengeluarkan karya-karya hebat yaitu Nina Nugroho dan Ria Miranda yang menjadi inspirasi bagi kaum hawa dalam bidang fashion di Tanah Air.

Akan muncul lebih banyak pemimpin perempuan

Contoh di atas adalah segelintir dari sekian banyak perempuan yang telah berkontribusi dan mencapai prestasi tinggi. Saya yakin masih banyak lagi para srikandi Indonesia lainnya yang sedang berproses menjadi versi terbaik dari dirinya untuk berkontribusi di bidangnya masing-masing.

Namun, poin pentingnya adalah bagaimana perempuan punya kemampuan menjadi pemimpin, mengubah lingkungan sekitarnya, memberdayakan masyarakat, dan menciptakan peluang. Oleh karenanya, kita perlu mendorong semakin banyak perempuan untuk menjadi pemimpin, sehingga bisa terbangun ekosistem pemimpin perempuan lintas sektor yang inklusif.

Masalah di dunia ini semakin kompleks dan membutuhkan kepemimpinan perempuan untuk melahirkan berbagai solusi yang out of the box.

Menurut pemimpin perempuan dalam agenda virtual World Economic Forum (WEF) Maret 2022, ada lima prioritas global yang harus diselesaikan: membangun kembali kepercayaan, inklusivitas dan kesetaraan, pertumbuhan ekonomi berkelanjutan, akses terhadap teknologi digital, dan menyelesaikan isu perubahan iklim. Masalah ini tentu membutuhkan berbagai pendekatan, pola pikir, dan perspektif, baik itu dari laki-laki maupun perempuan.

Menurut Tomas Chamorro-Premuzic dan Cindy Gallop, dalam artikel yang berjudul 7 Leadership Lessons Men Can Learn from Women, ada tujuh pelajaran yang bisa dipelajari pemimpin laki-laki dari perempuan. Namun, dalam konteks ini, saya hanya menuliskan lima saja. Pertama, jangan bersandar ketika tidak punya hal untuk bersandar. Maksudnya adalah jangan percaya dengan orang yang percaya diri, tetapi tidak memiliki kemampuan apapun.

Kedua, tahu batas dalam diri. Maksudnya adalah perlu adanya balance antara self-confident dengan self-awareness. Ketiga, memotivasi melalui transformasi, yang menurut banyak studi akademik, perempuan cenderung memimpin melalui inspirasi dan menyelaraskan orang lain dengan makna dan tujuan.

Keempat adalah mendahulukan kepentingan banyak orang dan fokus untuk meningkatkan kemampuan orang lain. Menurut Grijalva, et al (2015), laki-laki lebih cenderung memimpin dengan perasaan narsistik dibandingkan perempuan. Ini menghilangkan kemampuan untuk fokus meningkatkan orang lain.

Selain itu, pernyataan implisitnya adalah perempuan tingkat narsistik perempuan tidak lebih tinggi dari laki-laki. Perempuan dapat menjadi mentor dan coach yang lebih baik, yang membuat orang-orang di sekitarnya bisa meningkatkan diri mereka. Kelima adalah memimpin dengan empati. Sepanjang sejarah, perempuan telah terstigmatisasi terlalu baik dan berperasaan untuk menjadi pemimpin. Sekarang, justru era pemimpin empati dan perempuan punya sisi empati yang lebih baik dibandingkan laki-laki.

Pelajaran yang disampaikan oleh Chamorro-Premuzic dan Cindy Gallop bukan berarti secara keseluruhan perempuan lebih baik dibandingkan laki-laki. Ada aspek di mana perempuan lebih baik, begitu pula sebaliknya. Ada aspek di mana laki-laki lebih baik dari perempuan.

Yang kita butuhkan bukanlah mengkotak-kotakkan perempuan dan laki-laki, tetapi menyatukannya dalam satu kotak. Artinya adalah bahwa perempuan dan laki-laki memiliki kualitas untuk menjadi seorang pemimpin. Karakter-karakter mereka bahkan bisa saling melengkapi satu sama lain.

Oleh karena itu, kita perlu mendorong supaya semakin banyak bermunculan Kartini-kartini di masa depan. Perempuan perlu terus diberi ruang yang luas untuk menjadi pemimpin, tanpa dibubuhi oleh stigma apapun.

Di atas itu semua, kita perlu hadirkan ekosistem di mana jumlah pemimpin laki-laki dan perempuan bisa seimbang. Tidak hanya di sektor pendidikan, melainkan di seluruh sektor, karena di masa depan, seluruh sektor tersebut akan bersinergi. Pemimpin wanita dan pria yang bersinergi secara harmonis akan menghasilkan sebuah hasil yang menurut saya menakjubkan. Sinergi itulah yang dibutuhkan Indonesia ke depan. Jadi, mari kita sama-sama ciptakan ekosistem srikandi hebat yang inklusif dan setara.

"Bagi saya hanya ada dua macam keningratan: keningratan pikiran dan keningratan budi. Tidak ada yang lebih gila dan bodoh menurut persepsi saya daripada melihat orang, yang membanggakan asal keturunannya. Apakah berarti sudah beramal soleh, orang yang bergelar Graaf atau Baron? Tidak dapat mengerti oleh pikiranku yang picik ini." -RA Kartini

Selamat Hari Kartini 2022!

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi