Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kebijakan Larangan Ekspor Pernah Diambil Saat Krisis Batu Bara, Apakah Berhasil?

Baca di App
Lihat Foto
DOKUMENTASI ESDM
Ilustrasi batu bara
|
Editor: Inten Esti Pratiwi

KOMPAS.com - Jumat (22/4/2022) lalu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi mengumumkan larangan ekspor bahan baku minyak goreng dan minyak goreng.

Larangan tersebut berlaku mulai Kamis, 28 April 2022, hingga batas waktu yang akan ditentukan.

Melalui pengumuman yang disiarkan di kanal YouTube Sekretariat Presiden itu, Jokowi mengatakan bahwa kebijakan ini diambil agar ketersediaan minyak goreng di dalam negeri melimpah dengan harga terjangkau.

“Saya akan terus memantau dan mengevaluasi pelaksanaan kebijakan ini agar ketersediaan minyak goreng di dalam negeri melimpah dengan harga terjangkau,” ujar Jokowi.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Adapun, kebijakan serupa sebenarnya pernah diambil pemerintah saat menghadapi krisis pasokan batu bara yang terjadi akhir tahun lalu.

Lalu, apakah kebijakan larangan ekspor batu bara tersebut berhasil?

Terkait hal ini, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yuhistira mengatakan, jika hanya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, tak perlu sampai menghentikan ekspor.

Lantaran kebijakan yang sama pernah juga dilakukan pada komoditas batu bara pada Januari 2022.

“Apakah masalah selesai? Kan tidak, justru diprotes oleh calon pembeli di luar negeri. Cara-cara seperti itu harus dihentikan,” kata Bhima saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (23/4/2022).

Baca juga: Jokowi Larang Ekspor Minyak Goreng, Apakah Harganya Akan Turun?

Awal mula krisis batu bara

Krisis pasokan batu bara terungkap melalui Surat Nomor B-1605/MB.05/DJB.B/2021 yang diterbitkan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melalui Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara (Ditjen Minerba).

Surat yang dikeluarkan pada 31 Desember 2021 itu sehubungan dengan Surat Direktur Utama PT PLN (Persero) tertanggal 31 Desember 2021 perihal krisis pasokan batu bara untuk PT PLN dan Independent Power Producer (IPP).

Kala itu Ditjen Minerba mengungkapkan, jika pasokan batu bara yang disuplai ke pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) sangat minim, maka lebih dari 10 juta pelanggan PLN akan mengalami pemadaman.

Direktur Jenderal Minerba Ridwan Djamaluddin juga membeberkan, dari 5,1 juta metrik ton batu bara penugasan untuk PLTU, hanya 35.000 metrik ton atau kurang dari 1 persen saja yang dipenuhi oleh produsen.

Akhirnya, terhitung sejak 1 Januari 2022, pemerintah melarang ekspor komoditas batu bara selama satu bulan, yakni hingga 31 Januari 2022.

Pelarangan ekspor tersebut bertujuan untuk memastikan kebutuhan batu bara di dalam negeri terpenuhi.

Baca juga: Kebijakan Ekspor Batu Bara: Nasionalisme Ekonomi Vs Target Energi Nol Bersih

Banyak negara protes

Belum genap satu bulan, beberapa negara seperti Jepang, Korea Selatan, dan Filipina memprotes kebijakan larangan ekspor ini, sebagaimana diberitakan Kompas.com (11/1/2022).

Para pengusaha batu bara nasional pun turut meluapkan kegelisahannya terhadap larangan ekspor melalui Kamar Dagang dan Industri (Kadin).

Hingga akhirnya, pemerintah mencabut larangan ekspor batu bara yang baru seumur jagung.

Pencabutan dilakukan setelah pemerintah melakukan rapat koordinasi evaluasi selama 5 hari dan menyepakati bahwa mulai 12 Januari 2022, ekspor batu bara kembali dibuka secara bertahap.

“Pemerintah akan mengevaluasi kembali untuk pembukaan ekspor pada hari Rabu (12/1/2022). Ada beberapa hal yang perlu dipelajari oleh tim lintas kementerian dan lembaga untuk diputuskan sebelum ekspor dibuka,” ujar Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan melalui siaran pers, Senin (10/1/2022).

Baca juga: Diberondong Sanksi Barat, Rusia Cari Pasar Ekspor Alternatif untuk Migas dan Batu Bara

Pemerintah bilang masa kritis sudah terlewati

Luhut mengatakan, dari laporan PLN kepada pemerintah, kondisi suplai PLN sudah jauh lebih baik.

Masa kritis yang sudah terlewati inilah alasan pemerintah membuka kembali pintu ekspor batu bara.

“Empat kapal yang sudah memiliki muatan penuh batu bara dan sudah dibayar oleh pihak pembeli agar segera di-release untuk bisa ekspor. Jumlah kapal ini harus diverifikasi oleh Ditjen Minerba dan Ditjen Perhubungan Laut (Hubla),” kata dia.

Meski demikian, imbuh Luhut, tongkang-tongkang yang memuat batu bara untuk diekspor diarahkan agar tetap memenuhi kebutuhan PLTU-PLTU terlebih dahulu.

“Jadi belum diperbolehkan untuk melakukan ekspor,” tutur Luhut.

(Sumber: Kompas.com/Penulis: Muhammad Idris | Editor: Muhammad Idris; Aprillia Ika)

 

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi